BAB 21
Dewa menyandarkan tubuhnya di sebuah kursi. Berjarak satu meja dari Dewa, seorang wanita berbaju semi formal berwarna biru dongker menatap Dewa dengan intens. Ia membetulkan letak kaca matanya lalu menarik napas dalam.
"Pak Dewa, tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur, ya? Benarkah Bapak berusaha mengakhiri hidup Bapak lagi?"
Tak ada satu kata pun keluar dari mulut Dewa. Tatapannya kosong. Sorot mata elang itu tak lagi terlihat di sana, meredup seolah telah kehilangan semangat hidup.
Sebuah kejadian yang ia alami beberapa minggu terakhir menjejali benaknya. Dewa mencoba memundurkan waktu. Ia berhasil mereset waktu tepat sesaat sebelum Aryo dan komplotannya melakukan aksi pembunuhan terhadap ibu dan dirinya. Dewa berhasil menggagalkan rencana keji Aryo untuk menghabisi nyawa ibunya dan dirinya. Namun begitu ia memajukan waktu, Dewa tetap saja menemukan nisan Marni. Dewa melakukan usahanya itu beberapa kali dan tetap saja ia mendapati Marni meninggal dunia di bulan Juli 2023.
Dewa yang merasa tertekan dan putus asa mulai kehilangan gairah hidup. Hari-harinya dipenuhi rasa cemas yang berlebihan. Bahkan kadang ia merasakan ketakutan hebat tanpa sebab. Padahal, tidak ada lagi aksi teror yang mengganggunya. Dewa sudah beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri.
"Pak Dewa, saya mohon. Ini semua demi kebaikan Bapak. Saya harap Bapak mau bekerja sama. Tolong jawab pertanyaan saya…" ulang wanita itu.
Merasa upayanya gagal, Nita, psikolog pribadi Dewa itu mencoba cara lain untuk mendapatkan perhatian Dewa. Nita mengeluarkan sebuah tape rekorder usang dari balik tasnya. Beberapa saat kemudian, ia mulai memutarkan sebuah rekaman. Lantunan orasi bergema di ruangan bercat putih itu.
“Pasca kerusuhan Mei 98 mereda, masyarakat menuntut pemerintah bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Tentu saja keinginan itu bukanlah perkara yang mudah. Kabut teka-teki bahkan selubung misteri masih menutupi jejak-jejak kekacauan. Puing-puing kerusuhan sudah mulai dibersihkan dan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan B. J. Habibie telah terbentuk. Tindak kekerasan seksual selama kerusuhan mulai terbuka satu per satu..."
Suara rekaman itu berhasil menyita perhatian Dewa. Dewa spontan menoleh ke arah tape recorder tua di depan Nita. Ingatannya terpatri kembali ke kejadian terakhir yang membuat hidupnya hancur. Suara desingan peluru membuat air mata Dewa terurai deras.
"Andai saja masa depan bisa berubah. Aku akan merubahnya bagaimana pun caranya. Ibu tidak mungkin mati. Ibu pasti masih ada di sini bersamaku. Kami pasti akan hidup dengan baik dan bahagia," ceracau Dewa dengan tatapan kosong.
Nita meminta Dewa duduk di sofa. Laki-laki itu dengan putus asa mengikuti perintah Nita. Dewa juga menurut saat Nita memintanya memejamkan mata. Nita mulai melakukan hipnoterapi. Nita meminta Dewa menarik ujung jemari kakinya mengarah ke atas lalu menahannya beberapa detik sehingga terasa ketegangan di beberapa bagian tubuhnya. Selanjutnya, Nita meminta Dewa mengembuskan napas seiring dengan membebaskan ketegangan di beberapa bagian tubunya tadi. Dewa mulai merasakan beberapa bagian tubuhnya perlahan terasa rileks.
Berikutnya, Nita meminta Dewa menggenggam tangan selama beberapa detik lalu mengembuskan napas panjang. Kemudian Nita meminta Dewa mendengarkan detak jantungnya sendiri. Dewa mulai merasakan ketenangan demi ketenangan.
“Pak Dewa, bayangkan Anda sekarang berada di gedung lantai tiga dan bersiap menuruni anak tangga setelah saya hitung mundur dari angka sepuluh ke angka satu.”
Nita mengulang-ulang kalimatnya tersebut sehingga Dewa merasakan dirinya kini sudah berada di anak tangga terakhir lantai dua yang menghubungkan lantai satu. Dewa mendapati sebuah ruangan besar dan luas bercat serba putih terhampar di depannya. Ia menyapu seisi ruangan, terlihat puluhan pintu berjajar di sana.
"Dewa...." suara yang sangat dirindukannya terdengar begitu teduh.
"Ibu... Ibu... Ibu di mana?" Dewa seketika berlari menuju arah suara yang didengarnya. Dewa berlari sekuat tenaga, namun ia tidak menemukan sosok ibunya, melainkan pintu-pintu yang tertutup.
"Dewa..."
Suara Marni kembali terdengar.