Kulihat Maya menarik kursi dan duduk di samping tempat tidurku. Ia menatapku dan tampak agak kebingungan mau berkata apa, dan hanya bisa mengeluarkan kata-kata, “Maafkan aku, Ian.”
Aku mengerenyit. “Berapa kali lagi kamu akan minta maaf?” ucapku heran sambil berpura-pura cemberut.
Maya tertawa. Ia raih lenganku dan meremasnya erat. Terasa ada rasa rindu yang terisi dalam cengkraman tangannya itu.
Aku tarik napas panjang, “Jadi ini Nautilus?”
Maya mengangguk dan tersenyum. “Aku belum pernah baca Jules Vern. Tapi aku merasa Nautilus ini belum bisa menyamai Nautilus yang di cerita.”
“Ya, bisa aku duga. Kapten Nemo di sini bukan seperti yang di cerita. Tentunya di sini tidak ada museum seni dan koleksi oceanologi, ya, `kan? Tapi, apa ada jendela? Maksudku aku belum pernah dengar ada bahan tembus pandang yang bisa tahan tekanan air yang besar. Di cerita Jules Vern kacanya memakai kristal, seingatku.”
Maya tersenyum. “Lihat ini.” Ia beranjak dan menyentuh dinding yang seketika berubah menjadi tampilan biru tua gelap. Awalnya aku sulit menentukan apa yang sebenarnya aku lihat itu, tapi kemudian aku sadari aku sedang melihat kedalaman laut yang gelap—biru dan gelap.
“Bagaimana bisa?”
“Berlian,” ucap Maya memulai penjelasan. “Berlian yang dipotong sedemikian rupa, membentuk sudut yang membuat cahaya masuk dan dibiaskan, lalu ditangkap oleh kamera supersensitif dan diterjemahkan menjadi ini.” Tangannya menunjuk pada layar tampilan itu, yang biru dan gelap. “Banyak kamera terpasang di permukaan Nautilus ini.”
Biru dan gelap. Lalu aku sadari ada pergerakan yang konstan dari tampilan biru gelap itu, yang memberi tahu aku kalau Nautilus sedang bergerak. Entah kemana.
“Kita akan kemana sekarang?”
Maya mengangkat bahu sambil kembali duduk di sampingku. “Kapten Nemo tidak pernah memberi tahu aku, kecuali ketika sudah sampai, sekaligus memberi tahu rencananya.”
Aku termenung sesaat. “Darimana dia tahu mesti menjemput kita di jembatan itu? di sungai itu?” tanyaku.
“Aku tidak tahu pastinya. Tapi aku bisa menduga informasi dari Babel,” jawab Maya sambil kembali beranjak dan menghampiri dinding layar yang menampilkan biru gelap kedalamam samudera. Ia sentuh sudut bawah layar itu dan kemudian muncul tampilan keyboard. Maya sentuh beberapa kali keyboard itu hingga layar berubah menampilkan tulisan.
“Hudson? Sungai Hudson?” gumamku.
“Ini entry Babel yang paling baru, yang dirilis Kapten Nemo,” tanggap Maya.
“Apa arti simbol-simbol itu?”