Terus terang aku tidak tahu apa-apa tentang menikah. Entah itu hukum syar’i, konteks legalitas atau apapun yang membuat dua insan menjadi sepasang suami-istri. Tidak pernah terpikir olehku aku akan menikah semuda ini. Bisa dibilang aku tidak berpikir panjang, tapi apalagi yang mau dipikirkan, coba? Aku sebatang kara, tanpa keluarga, begitu pula Maya. Maya menyelamatkanku meski aku dirancang untuk membunuhnya. Mengingatkan aku kembali tentang kenangan Ayah dengan membacakan aku AlQuran. Sangatlah logis kami menikah; membangun ikatan yang memperluas peripheral view kami, memberi kami alasan untuk saling merapatkan punggung dan saling menjaga dari ancaman—apapun ancamannya. Dengan menjadikan Maya istriku, aku membangun benteng dari potensi aku menjadi zombie lagi—menjadi budak Tom lagi, karena aku akan mencintainya, menyayanginya segenap jiwa ragaku, setiap saat, setiap… degup jantungku! Menjadikan Maya belahan jiwaku; menginjeksi semacam sugesti ke dalam alam bawah sadarku (atau sisi primitif diriku yang menjelma sebagai Ivan Ardiansyah) kalau aku tidak akan bertahan hidup tanpa Maya. Ya, menikahi Maya sangatlah logis.
Tapi, tentu saja aku tidak bisa serta merta menikahi Maya. Ada adab yang mesti aku lalui untuk sampai sana—meski aku tidak tahu apa-apa soal adab itu. Sebagai pemimpin di Nautilus ini, Kapten Nemo memiliki wewenang untuk menikahkan kami, juga standar baku yang mesti kami lalui. Bagaimanapun, ada jeda sebelum aku bisa menikahi Maya.
Sehari setelah aku melamar Maya, Kapten Nemo mendatangiku. Aku sedang melakukan peregangan di samping tempat tidur, memulihkan persendianku setelah kaku terlalu lama berbaring. PIntu terbuka dan Kapten Nemo datang bersama seorang laki-laki yang awalnya aku pikir dia pengawalnya, tapi kemudian dia memperkenalkan laki-laki itu sebagai putranya; namanya Ali, hanya Ali. Lalu Kapten Nemo memberiku misi pertama di Nautilus, yaitu memperbaiki pintu Diver Chamber yang pernah aku pukuli. Dan Ali akan membantuku dan memberi arahan.
“Maaf,” ucapku.
Kapten Nemo tersenyum. “Well, sekarang kamu bagian dari anak buahku. Bertingkahlah seperti anak buahku. Ali akan memberi arahan. Ikuti arahannya.”
“Siap, Kapten!”
“Bagus! Itu sikap yang aku harapkan. Carry on, gentlemen!” Lalu Kapten Nemo meninggalkan aku bersama Ali.
Sejenak kami terdiam, dan terasa agak canggung. Lalu, aku bertanya, “Maaf, apa saya harus memanggil Anda, Sir, atau ada pangkat tertentu yang mesti saya sebut?”
Dia mendengkuskan tawa kecil dan menjawab, “Aku tidak segila hormat itu. Panggil aku Ali dan aku akan memanggilmu Ian. Sesederhana itu. Sekitar dua jam lagi aku akan kembali, dan aku harap kamu sudah siap. Seragammu ada di lemari sana.” Ia menunjuk sebuah panel di dinding.
Aku bisa rasakan keramahan dari sikapnya, meski ada kesan otoritas yang sepertinya bersifat bawaan, keterbiasaan akan perintah yang jelas dan pasti. Ya, bukti dia memang putra Kapten Nemo.
“Siap!”
Ali tersenyum. “Oke, sampai nanti.”
Lalu dia pergi dan aku meraih panel yang ditunjuk Ali dan menemukan seragamku. Pakaian terusan berwarna biru tua, ada semacam logo di lengan kanan berupa cangkang siput laut dalam segitiga sama sisi. Nautilus.
Dalam dua jam itu aku manfaatkan berolahraga ringan, membersihkan diri dan mempelajari aturan atau code of conduct di Nautilus lewat panel infromasi di meja samping tempat tidur.
“Siap, Ian?” tanya Ali setelah pintu terbuka dan menemukanku segera berdiri.
Aku mengangguk.
Kami keluar dari ruang perawatan itu dan segera menuju Diver Chamber. Kami sempat berpapasan dengan Maya yang diantar oleh Miss M. Aku tersenyum, begitu pula dengannya. Aku coba menyapanya, tapi mendadak aku kebingungan hendak berkata apa. Sepertinya begitu pula dengan Maya. Kami hanya saling menatap, sampai kami saling berpapasan, dan hanya bisa saling melempar senyum.
Hanya beberapa langkah setelah kami berpapasan, kudengar Miss M berkomentar, “Ah, summer love.” Sementara yang kudengar dari Ali hanya tawa kecil yang sepertinya tidak usah aku komentari. Aku terlalu malu untuk merespon. Bagaimanapun, tidak ada yang logis dari adegan ini.
Di Diver Chamber, Ali memberi arahan cara memakai pakaian khusus menyelam yang sebelumnya sempat aku kenakan meski hanya menggunakan insting. Ali menyebut pakaian itu, D-suit, kependekan dari Diver suit. Ali juga sempat menjelaskan ketika memakai D-suit, kalau seragam yang aku kenakan memakai bahan khusus yang peka terhadap listrik statis yang dipancarkan D-suit itu, sehingga melekat pada bagian dalam D-suit, dan memberi bantalan bagi tubuh kita supaya tidak lecet atau semacamnya.
Kami keluar dari Nautilus menggunakan pintu yang lain. Kulihat pintu yang aku gunakan sebelumnya diberi tanda sedang dalam perbaikan. Sebelum memasuki Diver Chamber, Ali memeriksa saluran komunikasi dan kemudian bertanya, “Kamu punya pengalaman menyelam?”
“Tidak. Seingatku kedalaman yang pernah aku capai cuma kolam renang dua meter.” Kurasakan ada gugup dan aprehensif dari nada suaraku.
Ali tertawa. “Tenang saja. Kamu akan baik-baik saja,” ucapnya sambil melangkah yang kemudian aku ikuti.
D-suit ini lumayan berat dan kaku, seperti baju lapis baja para ksatria abad pertengahan, tapi tentu saja jauh lebih canggih dan … lebih berdaya hancur. Hanya saja, sifat berat dan kaku itu agak berbeda ketika berada di kedalaman air. Memang masih ada berat tapi selain tekanan air, sistem mekenik di setiap persendian D-suit ini sangat membantu bergerak lebih leluasa.
Di dalam ruang Diver Chamber yang telah berisi penuh air, aku lihat Ali berjalan menghadap salah satu dinding ruangan dan memunggunginya.
“Lakukan apa seperti apa yang aku lakukan. Di panel seberang sana,” ucap Ali seraya menunjuk dinding Diver Chamber yang berseberangan dengannya.
Aku lakukan seperti yang dia lakukan. Lalu aku lihat di tampilan helmku sosok berpendar merah yang memiliki latar belakang persegi yang berpendar biru.
“Sesuaikan tampilan paperdoll di HMD dengan latar belakangnya sampai berwarna hijau. Jangan bergerak sampai tampilan itu hilang. Panel dibelakang kamu akan memasang tool set di punggung kamu.” Yang Ali maksud dengan HMD adalah Helmet Mounted Display, tampilan yang aku lihat dalam helmku.
Aku lakukan apa yang diminta Ali, hingga tampilan di helmku berpendar hijau. Lalu aku rasakan ada yang menempel dipunggungku. Semacam tautan tambahan yang memberi fungsi lain terhadap D-suit yang aku kenakan. Seiring proses itu aku dengar suara komputer berkata, “Mounting repairing tools …. Mounted.”
Lalu aku lihat Ali melangkah ke pintu keluar Nautilus dan berdiri di sana. Aku ikuti langkahnya dan berdiri di belakangnya.
“Unit Perbaikan ke Pusat Misi. Lapor. Kami telah siap. Ganti,” ucap Ali lalu terdengar jawaban.
“Roger, Repair Unit. Opening chamber door 3.2. Commencing Repair mission. Good luck.”