Kulihat pintu tebal turun dari langit-langit koridor yang akan melindungi sisi aman Nautilus dari kebocoran. Aku berlari secepat yang aku bisa dan meluncur melewati pintu itu sebelum menghantam lantai. Aku berhasil melewati pintu itu dan melihat banjir dengan cepat memenuhi koridor. Entah kenapa aku merasa mesti berenang makin jauh ke dalam.
Aku tarik napas dalam-dalam sebelum menahannya dan segera menyelam. Sesaat kemudian aku bisa melihat sosok yang bergerak di depan. Sosok yang memakai D-suit. Kucoba mengejar sosok itu tapi dia bergerak terlalu cepat. Untuk mengejarnya aku juga harus memakai D-suit! Aku putar arah dan jika ingatanku benar, Diver Chamber seharusnya berada simetris berseberangan dengan ruang kapal selam kecil tempat kami melepas Kapten Nemo dan Anita pergi, yang bersebelah dengan kompartemen awak yang bocor. Lalu aku temukan sebuah pintu yang harus kudorong sekuat tenaga supaya bisa menemukan D-suit yang telah bergelimpangan, tumbang akibat goncangan.
Aku seret salah satu perangkat selam itu ke pintu Diver chamber. Kutekan tombol di samping pintu dengan harapan masih bekerja meski terbanjiri air laut. Kulihat panel itu menyala, lalu pintu terbuka. Aku seret D-suit itu masuk, lalu menekan kembali panel di samping pintu yang membuat pintu itu menutup dan menguras air dalam Diver Chamber. Segera aku bisa bernapas lega saat air sudah menyusut. Lalu aku kenakan D-suit secepat yang aku bisa dan segera kembali ke koridor di mana aku melihat sosok itu. Tapi tentu saja sosok itu sudah tidak ada.
Di mana kamu, May?
Aku berenang secepat yang aku bisa menembus reruntuhan kompartemen itu. Sepertinya hancur dihantam torpedo. Tiba-tiba aku bisa membayangkan kalau Maya berenang keluar melalui lubang akibat hantaman torpedo itu menuju kapal selam musuh. Tapi, kenapa? Apa alasannya? Apa ada hubungannya dengan Babel? Apa yang dilihat Maya saat terhubung dengan Babel?
Aku tidak bisa menjawab semua itu sampai aku bisa menyusul Maya.
Ketika aku sampai di lubang itu, aku bisa rasakan Nautilus masih bergerak. Aku juga bisa melihat bayangan gelap kapal selam musuh di kejauhan, dan kulihat juga satu titik yang mendekati kapal selam itu.
Maya!
“Maya!” pekik aku meski yakin dalam helm D-suit ini suaraku tidak akan sampai kepadanya, kecuali terhubung dengan alat komunikasi.
Mataku segera memindai tampilan di HMD dan mencari cara untuk menghubungi Maya. Sambil melakukan itu, aku berenang mengejar. Aku buka seluruh saluran komunikasi dan kembali berteriak memanggil Maya.
Tapi yang aku dengar malah suara Kapten Ali. “Ian! Apa-apaan ini?!”
“Maya berenang ke kapal selam musuh!”
“Apa?!”
“Biar aku atasi kapal selam itu! D-suit lebih mudah bermanuver untuk mendekati kapal selam itu!”
“Kalau sudah dekat, kamu mau apa?”
“Melubanginya dan masuk. Lumpuhkan kapal selam itu!”
“Cih, itu ide yang bodoh!”
“Ya, memang bodoh, dan itu bukan ideku! Itu idenya Maya! Dia hendak mengatasi Tom sendirian!”
Kulihat Maya sudah berada di permukaan kapal selam itu. Kapal selam itu memang tidak sebesar Nautilus tapi massa yang besar memang menghambat gerak bila dibandingkan massa D-suit kami. Kulihat Maya memegang alat las dan berusaha melubangi kapal selam itu. Aku mendekatinya, dan dia tampak terkejut melihat aku.
“Apa-apaan kamu, May?” pekik aku meski aku tidak tahu apa saluran komunikasiku terhubung dengannya atau tidak.
Lalu aku dengar jawaban, “I-Ian … aku … aku ….”
“Sudah! Kita selesaikan urusan kita di sini dan segera kembali! Kamu teruskan melubangi. Aku tidak membawa perangkatnya.”
“Baik,” jawab Maya, kali ini terdengar lebih tegas dari sebelumnya dan juga terdengar lega. Sepertinya dia memang punya tujuan. Punya objektif untuk menyusup masuk kapal selam musuh.
Kami saling merapatkan punggung kami, dan Maya mengarahkan alat las D-suit-nya ke permukaan kapal selam. Dia arahkan sinar panas itu sambil memutar, sampai aku rasakan tekanan air laut menekan lingkaran yang kami pijak hingga kemudian kami merangsek masuk dan membanjiri bagian dalan kapal selam itu. Di dalam kapal selam itu kami langsung bergerak, berenang ke satu arah yang aku yakin kapal selam ini punya mekanisme pertahanan dalam menghadapi kebocoran. Kulihat pintu palka yang siap menutup otomatis yang akan menyegel bagian kapal selam yang bocor itu. Kami berhasil melewati pintu itu sebelum menutup rapat. Lalu kami dapati ruang yang kering dan segera melepas D-suitku.
Kulirik Mayapun melakukan hal yang sama. Ketika dia selesai lepas dari D-suitnya, segera aku peluk dia.
“Apa-apaan kamu ini, May?!” bentakku sambil melepas pelukan dan mencengkram wajahnya dengan kedua tanganku.
“Maaf, Ian. Aku … aku merasa harus melakukan ini!” Kulihat air matanya berurai deras.
Aku menatapnya lekat, “Apa ada hubungannya dengan Babel?”