Anjungan itu sangatlah sempit jika dibandingkan anjungan di Nautilus. Atau mungkin sebenarnya cukup luas jika tidak ada modifikasi macam-macam yang jelas untuk mengendalikan kapal selam ini tanpa awak. Kulihat dua teknologi beda jaman bersatu di anjungan ini. Dan dari pemasangan yang kurang rapi, jelas sekali mereka terburu-buru.
Kami memasuki anjungan dengan hati-hati, kalau-kalau ada jebakan.
Yang segera menarik perhatianku di anjungan itu adalah layar lebar yang ketika kami masuk mulai berpendar. Dan kemudian menyala.
“Halo, Ian. Ah, akhirnya kita bisa bertemu juga, Maya.”
Kulihat gambar di layar itu, gambar pixel art seraut wajah. Pemasangan layar di kapal selam tak berawak ini jelas menunjukkan kalau layar itu untuk kami. Entah bagaimana, Tom tahu kami akan datang. Gambar itu diiringi suara bernada tinggi seperti suara mesin.
“Kalian berdua saja, tanpa bala bantuan?” ucap Tom menyindir—menyindir dalam artian benakku yang menerjemahkannya menyindir, jelas suara mesin itu gagal memberi emosi pada suaranya. Kegagalan kecil dari teknologi yang dipujanya ….
“Kamu tahu kami akan datang?” tanyaku.
“Affirmative. kalian berusaha menghentikan aku, right?”
“Ya, itu benar.”
“Apa kalian juga bisa menghentikan ini?”
Tiba-tiba ruang anjungan menjadi terang. Terang karena layar yang ada di anjungan itu tidak hanya satu, dan tiap layar menampilkan gambar yang berbeda. Hanya saja, tiap tampilan menunjukan sebuah peristiwa yang sama, hanya sudut pandang saja yang berbeda. Tampilan suatu keramaian; event besar seperti ….
Paris Airshow! Itu hari ini?!
Lalu kulihat orang-orang di podium mendongak ke langit, dan sudut pandang layar itu pun beralih ke langit, memperlihatkan pesawat-pesawat tempur yang beriringan menghiasi langit dengan asap warna-warni, berputar dan berzig-zag memamerkan ketangkasan mereka. Sorak-sorai dan tepuk tangan membahana, ignoran terhadap kengerian yang sebentar lagi mereka alami.
Tanganku mengepal keras, melampiaskan ketidakberdayaanku. Oh, Allah, buat dia gagal! Buat rencananya gagal!
Lalu aku lihat pesawat-pesawat tempur meluncur ke atas, meluncur tinggi hingga seolah mencapai puncak dan kemudian menukik tajam ke bawah, ke arah para penonton …, masing-masing podium satu pesawat. Aku …, sulit aku menggambarkan kengerian itu …. Aku lihat pada saat-saat akhir, orang-orang langsung panik dan berusaha melarikan diri. Berusaha melarikan diri meski sudah terlambat. Ledakan demi ledakan terjadi, dan aku tidak bisa bayangkan berapa banyak yang menjadi korban.
Aku berpaling, dan kulihat Maya juga sama berpaling. Tidak sudi menyaksikan kengerian itu.
“Seluruh pesawat yang ada didunia ini sekarang dalam kendaliku,” ucap Tom dilanjutkan tawa. “Flight of Birds, nama yang bagus. Really mark my day!” Lalu aku lihat tampilan berubah menjadi interior pesawat penumpang yang tampak kekacauan di dalamnya; orang-orang yang panik akibat pesawat tiba-tiba menukik dan kemudian tampilan hilang menandakan tidak ada sinyal; menandakan pesawat telah hancur bersama orang-orang di dalamnya. Dan aku yakin peristiwa itu tidak hanya satu. Lalu tampilan lagi-lagi berubah dan memperlihatkan liputan berita peristiwa-peristiwa itu. Jelas ini akan menebar ketakutan dan kepanikan. Negara demi negara akan saling menyalahkan, rakyat akan menyalahkan pemerintahnya, kepercayaan orang terhadap orang lain akan luntur, luntur dan luntur. Chaos, anarki, revolusi berdarah, lalu Tom akan muncul sebagai kekuatan yang tak terbantahkan, keluar sebagai penyelamat umat manusia. Setiap peperangan selalu berdasar tipu daya ….
Tipu daya …, entah kenapa kata itu berpendar dalam benakku.
Bukankah Dia (Tuhan) telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia?
“Dan terima kasih Ian, sudah memberi tahu aku keberadaan Nautilus. Seandainya aku tahu lebih awal dan—” mendadak dia terdiam, lalu tiba-tiba aku dengar Tom berkata, “Ada yang aneh …. Ada sesuatu yang salah …”
Kulihat tampilan layar itu berubah-ubah cepat.