Sambil berpegangan di punggung jet Maya, aku buka sistem charging lewat panel surya yang terbuka di bahu D-suit. Walau tidak optimal, tapi cukup menambah daya baterai D-suit. Hanya saja, karena laju kami sangat cepat, daya itu tidak bertambah terlalu banyak. Lebih dari itu, perhatianku segera teralihkan oleh cakrawala di kiri-kananku.
Ketika kami memasuki langit Arab, kulihat puluhan pesawat jet yang mirip dengan pesawat Maya bergabung, membentuk formasi anak panah di samping jet tempur Maya dengan Maya berada di depan, memimpin. Sempat kulihat pilot-pilot di dalam masing-masing kokpit, diam, bergeming. Aku tidak tahu bagaimana caranya Maya bisa mengendalikan kehendak dari orang-orang itu, tapi aku rasa itu adalah berkat andil Tom Horowitz yang direbut haknya oleh Maya. Mungkin lebih dari itu, Kapten Nemo dan Anita yang ada di satelit di atas sana turut serta dengan teknologi dan kapastiasnya yang selalu saja tidak terduga dan mencengangkan.
“Well done, Ian,” kudengar suara Anita di saluran komunikasi terbuka.
Sesaat aku heran, “Di mana Kapten Nemo?”
“Apa? Kamu tidak merindukan suaraku? Kejamnya! Nemo sedang terbang ke bawah. Tentunya dia juga ingin mempertahankan Tanah Suci-nya,” rajuk Anita. “Dengar, Ian, Maya, ada sekolompok robot mecha besar sedang berlari dari tenggara menuju … Muzdalifah. Bersama empat puluh tank sekelas M-1 Abrahm. Mereka juga dilengkapi SAM, jadi hati-hati.”
SAM, Surface to Air Missile. Aku berpaling ke Maya, “May, apa pesawat ini punya semacam counter-measure?”
“Ya, chaff dan flare,” jawabnya. Aku tidak tahu darimana dia punya jawaban itu. Tapi sepertinya dengan terhubung dengan para pilot itu, pengetahuan mereka juga ikut terhubung.
“Dengar, May, Ian, ada semacam sinyal radiasi kuat di sekitar robot itu. Ada kemungkinan robot itu bertenaga nuklir. Hati-hati jangan sampai memicu reaksi berantai.”
Aku tercenung sesaat.
“Tom Horowitz ada di dalam robot itu. Aku merasakannya. Aku yakin itu!” ujar Maya datar.
“Bagus! Musnahkan dia!” perintah Anita. “Tapi hati-hati.”
“Roger that!” tanggap Maya.
Lalu aku lihat dalam tampilan HMD-ku sebuah peringatan, Low on battery … 15% remaning!
“Ian, dengar, sebaiknya kamu turun. Biar aku yang selesaikan sisanya,” kata Maya.
“Tidak! Aku juga ingin bertarung!”
“Dengan apa? Sisa baterai-mu sedikit lagi!”
Eh, darimana kamu tahu?
“Aku tahu Ian. Jangan membantah!” Tiba-tiba pesawat menukik, lepas dari formasi.
Maya rapat jet tempurnya ke padang pasir di bawah sana. Lalu ia berputar cepat, membantingku lepas dari punggung pesawat.
“Tidak!” tanganku berusaha menggapai sayap pesawat itu tapi sia-sia! Tubuhku menghantam pasir, berguling dan tersungkur!
Aku tinju bumi dan bangkit!
12% battery remaining.
“Maya! Kita harusnya tetap bersama!” pekik aku kencang dan parau.
“Maaf, Ian. Kamu sudah cukup bertarungnya …, kini giliran aku.”