Flight of Birds

DMRamdhan
Chapter #1

Suara Perempuan

Suara perempuan itu terdengar lelah namun sangat jelas. Lelah, namun berusaha mencapaiku, membangunkan aku.

“Ian, bangun, cepat!”

Akupun terbangun.

Aku bangkit untuk cuci muka, lalu aku kenakan jaketku, dan kuambil tas ranselku.

Aku tarik napas panjang seraya menatap ruang kosong rumahku. Kosong melompong tak berperabot karena aku sudah menjual semuanya. Semuanya termasuk rumah ini.

 “Ian, cepatlah! Aku mohon!”

Suara perempuan itu kembali terdengar. Kali ini samar.

Sempat aku bertanya-tanya suara siapa itu. Jika itu suara hantu, aku bisa menyangka suara itu adalah suara ibuku karena memang ibuku sudah meninggal dunia. Tapi, ibuku sudah meninggal enam tahun lalu, sejak aku sebelas tahun, padahal yang baru saja meninggal adalah ayahku; sekitar sebulan yang lalu. Jika suara itu suara laki-laki, aku tidak perlu bertanya-tanya lagi, bahkan aku tidak akan peduli karena aku tahu kalau kepala yang tegang dan lelah bisa mewujud pada bentuk apapun.

Ya, tegang dan lelah ...

Mungkin cuma itu ....

Tegang dan lelah ....

Setelah memakai tas ransel, aku keluar rumah, membuka pagar perlahan supaya tidak bersuara, lalu mengambil arah kanan di gang sempit depan rumah, menembus gelap malam, meninggalkan rumahku untuk selamanya.

Selamanya ....

Angin malam bertiup kencang, membawa hawa dingin yang kering. Debu-debu beterbangan, sebagian menimpa dan tertahan bangunan-bangunan kayu yang tak tertata di kiri-kananku; kotor dan kumuh, itupun jika terlihat, tapi ketika itu yang kulihat hanya kegelapan. Dan memang aku ingat saat itu perhatianku tidak terlalu peduli pada malam.

Aku angkat kerudung jaket, menutupi kepalaku, berlindung dari debu dan angin. Sambil berjalan perlahan dan hati-hati, aku telusuri lorong-lorong yang sepi. Mungkin bisa dibilang aku tidak perlu melihat, tapi itu rasanya tidak jujur karena mataku memang terbuka, dan melihat samar-samar ayunan kakiku. Hanya saja, aku cukup hafal dengan alur lorong-lorong itu yang kemudian berakhir pada seruas jalan raya.

Aku rasakan kelegaan yang aneh saat aku sampai di jalan raya. Memang angin dan debu tidak lebih baik, malah rasanya makin kentara, tapi tempat yang lebih terbuka dan cahaya remang lampu jalan membuatku merasa lebih baik. Aku ambil arah kanan dan terus berjalan. Aku ingat, pada saat ini aku tidak tahu lagi kemana harus melangkahkan kaki, karena pada saat ini pilihannya tak lagi terbatas. Satu sisi aku merasa bebas dan bersemangat, tapi sisi lain, aku merasa takut … seolah tengah memandangi gelapnya kedalaman samudera yang tak berdasar. Ketidakpastian masa depanku.

Lihat selengkapnya