Setengah jam kemudian mobil mengambil arah lain melewati jalan tak beraspal yang diapit pepohonan. Meski tidak kentara, mobil mengalami guncangan kecil karena jalan yang tidak rata. Tanpa sepenuhnya aku sadari, kami telah memasuki hutan. Makin lama hutan terasa makin lebat dan cahaya matahari meredup oleh lebatnya atap hutan. Namun mendadak kami lepas dari hutan dan cahaya matahari tiba-tiba datang menyilaukan. Lalu mobil berhenti, dan dengan susah payah mataku memicing untuk menembus silau cahaya yang tiba-tiba, dan perlu waktu untuk melihat dan menemukan kami telah berada di pinggir sebuah tebing. Tebing yang membatasi kami dengan lautan. Tebing itu tidak tinggi; aku bisa melihat permukaan air tanpa perlu mendekat ke tepinya.
“Di mana kita?” tanya Maya ketika mobil telah berhenti.
“Lihat saja,” jawab Kapten Nemo seraya turun dari mobil.
Anita ikut turun, begitu pula aku dan Maya.
Aku lihat Kapten Nemo meraih smartphone dari saku dalam jaketnya. Ia mengoperasikan smartphone-nya. Mungkin menghubungi koleganya untuk menjemput kami.
Lalu aku dikejutkan oleh cipratan ombak. Awalnya tidak kentara, namun lama-lama ..., aku melihat permukaan laut naik. Awalnya aku pikir hanya sekedar ombak, tapi kemudian ombak itu makin tinggi, dan makin tinggi dan kupikir terjadi tsunami. Aku sempat meraih tangan Maya untuk pegangan. Tapi kemudian kusadari bukan ombak yang aku lihat. Seolah ada semacam bangunan muncul dari dalam laut.
“Submarine?” gumam Anita.
Ya, sebuah kapal selam muncul di hadapan kami. Sebuah tabung raksasa berwarna abu-abu gelap mencuat dan mendekat. Sebelum cipratan air yang diakibatkannya reda, bagian atas tabung raksasa itu bergerak seolah hendak patah. Bergerak mendekati tebing, lalu turun dan mencengkram tepi tebing. Tak lama kemudian ada bagian yang terbuka dari bagian depan tabung raksasa itu.
“Nautilus?” gumamku, tanpa sepenuhnya sadar.
“Well, aku sudah bilang aku Kapten Nemo, bukan?” tanggap pria Arab itu ringan kepadaku. Sepertinya senang aku mengenalinya.
Tentu saja aku tidak beranggapan cerita “Twenty Thousand League Under The Sea” karya Jules Vern itu adalah nyata tentang pria Arab ini. Pria Arab ini hanya mencatut cerita itu untuk dirinya sendiri. Sangat jelas dia terinspirasi cerita itu. Hanya saja aku tidak tahu seberapa kaya dan ... dan resourcefull pria Arab itu. Hmm, mungkinkah dia semacam pangeran dari negeri Timur Tengah?
“Kalian tunggu di sini sebentar,” pinta Kapten Nemo yang kemudian berjalan mendekati kapal selam itu.