Flight of Birds

DMRamdhan
Chapter #19

Misi Sebenarnya

“Ian ….” Suara perempuan itu memanggil.

Ya, itu namaku … Ian ….

“Ian …”

Ya, hanya Ian ….

Ya, hanya Ian, tidak lebih! Dan aku tidak pernah mengaku sebagai Ivan Ardiansyah seperti yang tertera di paspor! Aku tidak pernah punya jas dan dasi; tidak pernah tertarik memakai kacamata hitam karena tidak pernah terpikir manfaatnya untukku! Tapi sekarang, aku berjalan melewati terminal bandara Heathrow dengan mengenakan jas, dasi dan kacamata hitam. Menghampiri antrian sambil menenteng paspor bernamakan Ivan Ardiansyah, seorang eksekutif muda.

Kubuka kacamata hitamku ketika menghampiri petugas sambil menyerahkan pasporku—atau lebih tepatnya paspor Ivan. Aku tersenyum—atau lebih tepatnya Ivan yang tersenyum.

What is the nature of your visit? Business or pleasure?” tanya petugas itu sambil membandingkan foto di paspor denganku—atau lebih tepatnya dengan Ivan.

“Bisnis,” jawab Ivan.

Petugas itu agak lama memperhatikan paspor itu.

“Kamu terlihat terlalu muda untuk dua puluh lima tahun, kamu tahu itu?” katanya sambil menyerahkan pasporku.

Yeah, I get that a lot,” jawabku—maksudku, jawab Ivan.

Ivan berjalan keluar bandara, ia tuju pelataran parkir yang letaknya terpisah dan agak jauh. Tapi, Ivan tidak punya mobil, setidaknya itu yang aku tahu. Tapi sepertinya yang aku tahu tidaklah penting. Seingatku, setiap saat aku berusaha untuk berontak, berusaha mengambil alih kembali ragaku. Aku seperti di alam mimpi, tapi detil yang disajikan pandanganku sangat nyata dan akurat. Aku seolah hanya penonton bagi aksiku sendiri—tidak, bukan, tapi aksinya Ivan Ardiansyah.

Aku ingat, Anita pernah menyebut Proyek Zombi. Inikah yang dia maksud?

Ivan sampai di pelataran parkir tapi dia terus berjalan, sampai kemudian ada sebuah mobil berhenti di sampingnya. Ivan merunduk untuk melihat pengemudinya, dan kemudian menarik tuas pintu dan masuk. Ivan lihat seorang bule berbadan tambun, berkacamata dan berstelan jas dan dasi. Tampak seperti seorang eksekutif, tapi aku yakin dia lebih dari itu.

“Demi Tuhan aku tidak menyangka mereka mengirim yang semuda dirimu,” ucap bule itu sambil memutar kemudi dan mengarahkan mobil keluar pelataran parkir.

Ivan diam.

“Yang kau perlukan ada di tempat,” lanjut bule itu sambil menyerahkan sebuah smartphone kepadaku—maksudku kepada Ivan. “Your directive.”

Di tampilan smartphone itu tampak seorang laki-laki kulit putih berambut hitam berkacamata, di bawahnya tertulis, “Mission Objective”. Ivan siapkan earphone dan menempatkannya di telinga. Ivan tekan layar smartphone itu lalu terdengar suara, “Asset on site. Alright, your target will be at Covent Garden at 1500 as his routine indicated.

Ivan diam dan mendengarkan instruksi, tapi aku yang terkubur di alam bawah sadar meronta-ronta tak rela raga yang Allah amanahkan untukku digunakan untuk membunuh!

Oh, Allah, tolong hamba!

Asset, apa bisa dimengerti?”

Ada jeda sesaat sebelum Ivan merespon, “Copy that.

Lihat selengkapnya