Flight of Birds

DMRamdhan
Chapter #21

Ruang Kendali

If you feeling overwhelmed, break it down!

“Kalau kamu merasa tertekan, coba uraikan apa yang membuatmu tertekan itu. Akan sangat membantu ketika kita melihat suatu masalah dari potongan kecil.” Itu yang dikatakan Bu Siti, guru Bahasa Inggrisku. Sebelum aku diculik dan diubah menjadi Ivan. Kamu ingat?  

Setidaknya itu yang bisa kita lakukan, bukan? Menganalisa dan mengurai apa yang bisa aku lakukan untuk bisa kembali mengambil alih entiti utuh diriku!

Kamu ingat ketika Tom bilang, “Kamu memang pembunuh alami!” lalu aku diam, tapi batinku menyangkal dan dia bisa merespon sangkalanku itu? Kamu tahu itu artinya apa?

Di ruang terang alam mimpi yang Tom ciptakan itu, aku memilih untuk tidak membuka mulut untuk mengutarakan sangkalanku itu! Meski memang, seolah Tom bisa membaca pikiranku; apa yang aku utarakan dalam benakku bisa didengar Tom—mau aku membayangkan membuka mulut atau tidak. Tapi, faktanya aku memilih untuk tidak membayangkan diriku membuka mulut untuk menyampaikan apa yang dibenakku berarti aku masih punya pilihan! Memang tidak seberapa, tapi celah kecil itu patut aku syukuri.

Jika aku syukuri maka seperti janji Allah, Dia akan menambahkannya ….

Jika kamu bersyukur, sungguh Kami akan menambahkannya …. Quran, surat Ibrahim ayat tujuh!

Selain itu, jika Tom bisa “membaca” pikiranku, pertanyaannya tentu saja bagaimana bisa? Tentu saja aku bisa menyangka ada semacam mesin yang ditanam di otakku. Seperti Maya, seperti Anita, tapi sekaligus juga berbeda. Yang ada di otakku, memiliki fitur yang bisa dimanfaatkan Tom untuk memindai dan menerjemahkan sinyal syaraf di otakku sehingga dia bisa seolah membaca pikiranku, sekaligus bisa menginjeksi sinyal ke dalam otakku sehingga aku bisa melihat, mendengar dan merasa apapun yang dia inginkan; seperti tampilan video remaja bule di internet itu.

Dan tentu saja implant itu yang menjadikan aku seorang Ivan! Tidak hanya sebagai media Tom menjajah kesadaranku, menjajah persepsiku, menjadikan aku mesin pembunuhnya.

Baiklah, sekarang kita coba bangun semacam framework; semacam prinsip dasar yang bisa kita jadikan pijakan untuk membangun serangan.

Kamu bisa setuju kalau apa yang kita lihat, yang kita dengar, cium, kecap, rasakan adalah hasil terjemahan otak kita terhadap sinyal-sinyal yang dikirim indera kita, ya, kan? Jadi, apapun yang ditampilkan Tom, sebenarnya inderaku tidak menerima rangsangan apa-apa, seperti otakku melihat tampilan video itu tapi mataku tidak melihat apa-apa. Itu bisa dimengerti, kan? Selain itu, Tom selalu hadir ketika Ivan tertidur, dan dia hadir memakai sosok Ayah—artinya, dia hadir sebagai mimpi dengan memanfaatkan data yang ada di otakku. Dan sejauh yang aku tahu, mimpi itu labil.

Jadi, bisakah aku manfaatkan sifat labil alam mimpi?

Sementara aku memikirkan cara melepaskan diri, Ivan kembali beraksi.

Ivan yang berjas dan berdasi memasuki sebuah gedung perkantoran di daerah Manhattan. Dia langsung menghampiri meja resepsionis dan berkata kepada seorang pria muda kulit putih, “Hello, I’m Ivan Ardiansyah.

Ah, Yes, Sir. They’ve been expecting you,” tanggap pria itu. “I believe you’ll need this pass.” Dia juga menyerahkan semacam kartu yang bisa Ivan sematkan di saku jasnya dan kemudian menunjukan arah ke lift sambil berkata, “And the elevator is right over there.

Actually, I like to use the stair instead,” kata Ivan, menolak menggunakan lift dan berniat menggunakan tangga. Aku tahu ada semacam kode di balik kalimat Ivan itu karena kulihat pria itu tersenyum lebar dan tampak aneh, seolah ada perubahan kepribadian dari pria itu. Pria itu merogoh saku jasnya.

I suppose you will also need this pass, Sir,” katanya sambil menyerahkan kartu lain kepada Ivan.

Thank you,” ucap Ivan yang seketika membuat hilang senyum aneh pria muda di meja resepsionis itu seolah telah kembali ke kepribadian semula.

Have a good day, Sir.

Ivan berjalan menuju lift dan kemudian berbelok arah menuju koridor yang terdapat tanda yang menujukkan tempat tangga darurat berada. Ia naiki tangga menuju lantai lima dan langsung menghampiri pintu baja yang Ivan tahu pintu itu selalu terkunci, kecuali Ivan tempelkan kartu lain yang ia dapatkan ke pegangan baja pintu itu. Pintu pun terbuka.

Lihat selengkapnya