Krietttt….
Suara pintu terbuka ditengah deras nya hujan. Semilir angin ikut masuk keruangan hangat itu. Diikuti langkah kaki seorang gadis yang basah kuyup karena terjebak butiran air yang jatuh itu. Dia segera mengganti pakaiannya, dan duduk di tempat tidur yang mengarah kejendela. Semburat petir melintas tepat diwajahnya, angin bertiup masuk kecelah celah jendela menjatuhkan gantungan bertuliskan “HANA”, namun tetap saja ia tak bergeming. Tatapan kosongnya terus menuju pada kotak berwarna pink berhiaskan pita merah. Tidak ada raut kebahagiaan yang muncul diwajahnya. Yang terlihat hanyalah wajah penuh dengan kesedihan.
Perlahan ia mengambil kotak itu dan melepaskan pita yang membalutnya.
“Apakah ayah akan pulang telat? Kenapa dia tidak memberikannya langsung padaku?” gerutunya dalam hati.
Hari ini adalah ulang tahun Hana yang ke-23. Ia hanya tinggal berdua dengan sang ayah, ibunya meninggal saat ia berumur 5 tahun.
Hal pertama yang terlihat dalam isi kotak itu adalah surat kecil yang ditulis diatas kertas merah muda, perlahan ia membacanya
Untuk putriku, Hana
Selamat ulang tahun nak.
Maaf, ayah tidak bisa mengucapkannya langsung padamu.
Ayah ingin berterimakasih,
Karena kamu sudah bertahan selama ini
Terimakasih sudah tumbuh menjadi gadis ayah yang kuat dan hebat
Jangan pernah pantang menyerah
Ayah akan selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untukmu
Harapan terbesar dalam hidup ayah, adalah kebahagaiaanmu nak
Meskipun ayah tidak menunjukannya, tapi ayah sangat bangga padamu
Ayah sayang padamu…Hanaa..
Hana tak mampu membaca semua isi suratnya, air mata yang dari tadi menggenang kini sudah tidak terbendung lagi. Ia mengadah kan kepalanya keatap, untuk mencegah buliran air mata yang lain berjatuhan.
Ia mengambil inti dari isi kotak itu, ternyata sebuah buku bersampulkan warna ungu bertuliskan “Dream Illusion”.
“Tumben sekali ayah memberiku hadiah buku, biasanya tiket untuk pergi berlibur. Apakah tahun ini ayah ingin aku menghabiskan hari dirumah? Hmmmm, tapi aku suka bukunya. Terimakasih ayah,” senyum tipis menghias wajah cantik nya, perlahan raut kesedihan pun hilang. Mata nya berbinar-binar seolah beban kesedihan itu hilang dibenaknya.
Ia membuka lembar demi lembar buku itu, ditengah suara gemuruh hujan yang masih mengguyur bumi. Perlahan cahaya diluar rumah berganti menjadi gelap, rembulan mulai menampakan sinarnya, orang-orang mulai kembali kerumahnya. Tapi masih ada orang yang belum kembali, ayah Hana.
“Kenapa ayah belum pulang? Ini kan sudah jam 8 malam.”
“Apa terjadi sesuatu pada ayah? Ahhh tidak tidakk aku tidak boleh memikirkan yang aneh aneh.” Ucap Hana dengan nada khawatir.
Brumm brumm, suara mobil parkir didepan rumahnya. Hana terperanjat dan langsung turun kebawah.
“Ahhh itu pasti ayah” Hana terlihat sangat senang.
Tapi betapa terkejutnya dia, saat melihat yang datang ternyata bukan ayahnya. Tapi mobil tetangga yang biasa ikut prakir dirumahnya.
“Mang Agus ? aku kira itu mobil ayah.” Hana menghela nafas.
Mang Agus yang melihat Hana keluar dari rumah dengan wajah kegirangan pun langsung bertanya,
“Kenapa neng ?”