Flowers of Battlefield

Alexandro Pradeska Gunawan
Chapter #29

Cyclamen

“Uughh...” Alvaros terbangun di ranjang.

“Aku... Kenapa...?” Alvaros bingung.

“Kau sudah bangun?” Kata Rashuna yang duduk di ranjang sebelahnya.

Alvaros kemudian bangun dalam posisi duduk.

“Kenapa...?” Alvaros memegang kepalanya.

“Kau tertidur lama sekali.” Kata Rashuna, tersenyum.

“Aku... Aku harus ke Arcto!” Alvaros bergegas bangun dari ranjang.

“Kau mau ke mana? Hei!” Alvaros keburu berlari keluar dari kamar.

Di luar ada Robert yang hendak masuk tenda.

“Mau ke mana?” Tanya Robert.

“Minggir.” Kata Alvaros.

“Aku tidak akan menghentikanmu untuk pergi, tapi dengarkan aku dulu.” Kata Robert.

Alvaros terhenti.

“Sekarang, jernihkan pikiranmu. Apa kau yakin Arcto belum diserang saat kau tiba di sana?” Tanya Robert.

“Maksudmu...?”

Robert menghela napas.

“Kau tertidur selama dua hari penuh. Perjalanan dari Castella kemari memakan waktu sekitar satu setengah hari jika menggunakan goa bawah tanah. Ditambah lagi kalau kau pergi dengan jalan kaki akan memakan waktu sekitar dua setengah hari dari sini. Total ada enam hari yang bisa digunakan Ceres untuk menyerang Arcto.” Kata Robert.

“Dan menurut pernyataan dari orang Ceres yang bersamamu, seluruh pasukan akan mulai berangkat pada pagi hari setelah hari di mana kau datang.” Tambahnya.

Mendengar perkataan Robert, ia terkejut.

“Dari mana... Kau tahu kalau Rashuna itu orang Ceres?” Tanya Alvaros.

“Oh ayolah, siapapun anggota regu pengintai tidak akan menggunakan logat Ceres ketika ia sudah sampai di tanah kelahirannya.” Kata Robert.

Robert menepuk pundak Alvaros.

“Aku sangat paham perasaanmu. Aku juga sangat ingin melindungi Castella pada saat serangan terjadi, tapi aku gagal. Aku terpaksa menghancurkan kota supaya tidak ada satu bagianpun yang digunakan Ceres sebagai senjata untuk melawan kita.” Kata Robert.

Mendengar itu, Alvaros menjadi lemas.

“Ja...Jadi... Aku harus berdiam diri saja!? Aku tidak terima...” Kata Alvaros kecewa.

“Terkadang kau harus merelakan apa yang memang sudah tidak bisa kau ubah. Tapi tetap persiapkan kejadian yang akan datang.” Kata Robert.

Rashuna keluar dari kamarnya menggunakan tongkat untuk membantunya berjalan.

“A... Aranel...?” Katanya pelan.

Robert melihat ke arah Rashuna.

“Kau juga... Ingatlah perkataanku yang kemarin.” Katanya pada Rashuna dengan tatapan tajam.

Robert lalu berbalik dari hadapan mereka berdua dan berlalu.

Alvaros masih tidak terima, ia merasa sangat kecewa pada dirinya sendiri. Sebuah tugas yang sebenarnya sudah hampir ia selesaikan, namun ia gagal. Ia gagal menyelamatkan penduduk negerinya.

Alvaros lalu menoleh ke arah Rashuna.

“Kau... Ini semua gara-gara kau...”

Alvaros bangun lalu menarik baju Rashuna.

“Gara-gara kau... Kalau saja kau kemarin tidak muncul...” Tangan Alvaros sudah bersiap hendak memukul Rashuna.

Rashuna menatap wajahnya dengan takut.

“M...Maaf...” Katanya pelan, air matanya keluar.

Alvaros melepaskan cengkeramannya, ia tidak jadi memukul Rashuna lalu berbalik darinya.

“Aranel...”

Alvaros keluar dari tenda.

“Sial...” Gumam Alvaros.

Ia berjalan-jalan di sekitar kamp untuk menenangkan diri.

Saat sedang berjalan, ia mendengar percakapan beberapa orang.

“Lihat ini! Benar-benar batu yang indah!” Kata salah seorang pria memegang sebuah batu berwarna ungu gelap.

“Kalau dijual pasti mahal! Soalnya aku tidak pernah melihat batu seindah ini!” Kata seorang lagi.

Alvaros penasaran dengan apa yang dibicarakan, ia menoleh sedikit dan melihat mereka.

“Tunggu... Batu itu bukannya...” Pikir Alvaros.

Alvaros lalu berjalan mendekati orang-orang itu.

“Anu... Maaf, dari mana anda mendapatkan batu ini?” Tanya Alvaros.

“Di hutan, kulihat ada potongan tangan busuk yang memegangnya, agak menjijikkan tapi setidaknya setimpal dengan apa yang kudapatkan!” Kata pria itu.

“Boleh kulihat?” Pinta Alvaros.

Lihat selengkapnya