"perbedaan kasih sayang, perhatian, dan status. Membuat rasa iri muncul perlahan, dan aku merasakannya saat melihat saudariku."
–Kiara Fantya Afiana–
***
Rumah keluarga Afiana, Barcelona– Spain.
"Anna! turun untuk sarapan.”
Suara Kiara terdengar hingga ke telinga Diana yang masih berada di dalam kamar mandi. Kiara adalah kakak pertama Diana yang sekarang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Iya, kak.” jawab dari dalam kamar Diana, Kiara segera bergegas ke kamarnya untuk mengambil sesuatu.
Diana segera keluar dari kamar mandi, memakai baju kotak kotak berlengan panjang dan rok span berwarna abu abu. Menyisir rambutnya yang masih basah dengan cepat, namun masih terlihat rapi. Meraih tas berlengan yang ada di atas kasur dan keluar dari kamar menuju meja makan.
"Pagi Anna sayang ku.” Kiara menyapa Diana yang menuruni tangga, lalu mencubit pipi Diana yang sudah berada didepannya.
"Ishh..sakit, kak!” Diana menepis tangan kakaknya dengan kasar.
"Ih jahat banget, udah sana makan. Jangan ngambek, nanti ajak ke cafe seperti janji, kak Ara.” Diana menoleh mendengar perkataan Kiara.
"Beneran?”selidiknya. Kiara mengangguk lalu melangkah pergi menuju kamarnya, ia sudah selesai memakan sarapannya sedari tadi bersama Fatia dan Kevin, kedua orangtuanya. Hanya Diana yang memang selalu sarapan terakhir, dengan alasan pasti kedua orang tuanya akan memberikan banyak peraturan untuknya.
Kiara Fantya Afiana bukan anak kandung Fatia dan Kevin, ia hanya anak yang diadopsi oleh mereka dari panti asuhan di sebuah kota.
"Mau kemana, Anna?” Suara Kevin terdengar saat Diana akan melewati ruang keluarga. Kevin menatap penuh selidik kepada Diana yang akan membuka pintu.
Diana menghela nafas berat, selalu saja ia seperti ini. "Anna di ajak kak Ara, dad,” tanpa berbalik ia kembali akan membuka pintu namun suara Kevin membuatnya berhenti.
"Mau kemana? kau belum mendapat izin dari dad, Anna!”
Diana berbalik untuk berbicara, namun di dahului Kiara. "Anna bersama ku, dad. Apa dad tidak percaya dengan ku?”
Kevin menoleh, menatap Kiara yang berjalan mendekat, "kalau begitu bawa dua bodyguard, untuk mengawal kalian”
"Tidak dad–”
"Tidak usah dad, aku juga bisa menjaga Anna,” Kiara memotong perkataan Diana yang akan membantah perintah Kevin secara terang terangan.
"Walaupun kau bisa menjaganya, kau juga pasti akan repot saat situasinya buruk. Jadi jangan membantah.”
"Kalau begitu satu atau dua bodyguard cukup untuk kami,” Kiara dengan cepat menjawab, mendahului Diana yang akan membuka mulutnya untuk membantah.
Kevin mengagguk puas, lalu memerintah dua bodyguard untuk Diana dan Kiara. Wajah Diana muram, ia tidak bisa melakukan rencananya jika seperti ini. Diana langsung pergi menuju mobil milik kakaknya, "Gpl kak!” ucapnya sebelum menghilang.
"Mengapa ia tidak ingin mengerti Ara,” Kevin menatap sedu putri bungsunya. Ia sangat kawatir dengan keselamatan Anna.
"Ara yakin dengan semua keputusan dad, dan untuk Anna mengerti atau tidak itu hanya masalah waktu. Ara yakin Anna pasti akan mengerti pada akhirnya dad,” jelas Kiara terseyum lembut, namun di dalam hatinya ia sangat kecewa dengan sikap ayah angkatnya. Ia merasa tidak diperhatikan setelah Anna hadir diantara mereka.
Senyum Kevin perlahan terbit lalu mengelus rambut Kiara, "kau memang anak yang baik Ara. Pergilah sebelum Anna marah, dia tidak suka ada yang terlambat sedikit. Dan terima kasih sudah menghibur dad.” Kevin melangkah meninggalkan Kiara menuju ruang kerjanya.
Senyum lembut Kiara berganti senyum masam. "Mengapa hanya kau yang diperhatikan dan pedulikan, Anna.” gumamnya geram. Lalu menampilkan senyumnya lagi saat ada pelayan yang lewat, ia segera menuju mobilnya untuk membawa Diana ke cafe.
....
Namaku Diana Akira Afiana, ya keluarga Afiana itulah nama keluarga ku. Nama keluarga ku di ambil dari nama nenek ku. Aku anak yang manja, iya. Anak yang pintar, tentu saja. Anak yang cantik, sangat cantik malahan. Aku memiliki semuanya, aku bagai princess di dunia dongeng yang muncul di dunia nyata. Hanya yang tidak ku miliki adalah kebebasan. Untuk bela diri sebenarnya aku juga bisa, bahkan aku lebih hebat dari Kiara.
Iya kakak ku, Kiara Fantya Afiana. Kakak ku yang sangat ku sayangi melebihi siapapun. Orang tua ku? Aku juga menyayangi mereka, namun aku tidak dekat dengan mereka. Mungkin aku tidak dekat karena mereka terlalu over protective padaku– seperti mengekang aktivitas ku di luar rumah, harus keluar membawa bodyguard, tidak boleh keluar malam dan sebagainya.
Sungguh aku tidak menyukai kata 'menunggu'. Apalagi kata 'tidak'. Jika bisa aku akan menghapus kedua kata itu dari seluruh dunia! "mengapa kak Ara lama sih!” kesal ku saat melihat Kiara baru memasuki mobil.
Aku menoleh menatap dua orang yang juga memasuki mobil " mereka ikut? Sudah ku bilang kan kak, aku tidak mau ada mereka.” ucapku menekan kata tidak dengan keras bahkan mungkin kedua orang yang ku bicarakan bisa mendengarnya.
Kiara menoleh, menatap ku dengan malas "kau mau pergi, tidak? Jika tidak, keluar dari mobil dan kembali ke kamar mu sekarang!” ucapnya membuat ku langsung bungkam, ia tersenyum lalu melanjutkan mobilnya keluar halaman dan menuju cafe yang dituju Kiara.
Mengapa aku bilang yang dituju Kiara? Karena aku juga tidak tau cafe mana yang akan kita datangi. Aku mengalihkan pandangan dari melihat jalan sekitar ke layar handphone yang menyala, menampilkan notice dari WhatsApp.
Ternyata pesan dari Dinda, teman dari kecil ku yang sekarang tinggal di Belgia karena ayahnya pindah kerja sementara di sana. Aku segera membuka pesannya, kami sudah dua Minggu tidak saling mengabari, aku bahkan hampir lupa jika memiliki teman setelah masalah di keluarga ku beberapa hari lalu.
A.Dinda.S.
Hoi! Gimana kabar mu?