Fonias

Rama Abdul Rasyid
Chapter #1

Sepasang Gagak

Pada suatu malam di suatu gubuk terpencil yang ada di wilayah desa Kranio. Kala itu dalam kesunyian dan kegelapan malam, terlihat pasukan bersenjata lengkap sedang mengepung satu-satunya gubuk terpencil di desa tersebut. Di dalam rumah terlihat ornamen yang khas rumah seorang pemburu dengan dinding berhiaskan tanduk rusa, karpet dari kulit beruang dan nyala tungku yang hangatkan tubuh yang menggigil akibat suhu dingin. Tepat di hadapan tungku tersebut seorang detektif berdiri dengan raut muka kecewa sedang bertatap mata dengan seorang pria berjanggut yang memakai topi serta mantel hitam, detektif itu tak menyangka bahwa orang yang selama ini ia cari ke sana dan kemari, yang ia anggap sebagai buruan, pada kenyataannya orang tersebut adalah teman masa kecilnya sendiri.

“Zavi, sudah berapa lama kita tidak berjumpa. bagaimana kabarmu?”. Sapa pria berjanggut dengan santainya.

“Kenyataan memanglah pahit. Benarkan, John?”. Ujar sang detektif dengan nada kecewa pada pria berjanggut di hadapannya.

“Begitulah hidup, Zavi. Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini.”. Jawab John menegaskan.

Begitulah percakapan pertama mereka setelah sekian lama tak bertemu. Tanpa basa-basi, Zavi membujuk John agar dia menyerahkan dirinya dengan sukarela. Namun, pada kenyataannya justru sejak awal Zavi yang harus menerima sebuah kenyataan pahit bahwa sebenarnya ialah yang sudah terperangkap ke dalam skenario yang dibuat oleh John sendiri. Pria berjanggut itu sengaja membuat rencana penangkapan dirinya ini sebab ia sudah merasa bosan dengan kehidupannya yang seperti tidak akan mencapai akhir dari cita-citanya. Untuk itu, ia membiarkan teman masa kecilnya sendiri untuk menangkapnya sebagai tanda terima kasih karena ia sudah mau menolongnya pada saat kecil dulu.

Pada akhirnya, Zavi pun membawa John ke kantor pusat kepolisian di daerah Tzores. Di waktu yang sama, sebuah berita membuat gempar seluruh penghuni negeri, berita itu tak lain berisi kabar tentang tertangkapnya pembunuh berantai yang dijuluki Father Of Fonias. Saking terkenalnya, berita tentang John ini sampai tayang dimana-mana. Bahkan, proses penginterogasiannya pun tayang secara langsung di berbagai media penyiaran. Penayangan heboh ini juga tak lepas dari alasan Zavi yang ingin menguak suatu kebenaran tentang negerinya sendiri melalui kesaksian, dokumen serta memanfaatkan John yang kini menjadi pusat perhatian seluruh negeri.

Pada sebuah ruangan gelap, yang hanya diterangi oleh lampu gantung yang minim cahaya dan hanya sebatas ruangan sempit dengan satu meja dan dua kursi di tengahnya. Di sana, kedua teman lama itu bertatapan kembali. Di ruangan itu juga, Zavi berniat mengorek informasi dari sang pembunuh berantai yang tak lain adalah teman lamanya sendiri. Mendengar permintaan dari Zavi, John akan dengan senang hati memberikan semua informasi yang Zavi inginkan. Dengan persetujuan kedua belah pihak dan persiapan yang terlihat matang seperti alat pendeteksi kebohongan yang sudah terpasang di badan John, pada akhirnya proses penginterogasian pun dimulai. Pertama-tama ia menanyakan tentang mengapa John sampai menjadi seorang pembunuh.

“Zavi, kau kan tahu seperti apa masa kecilku”. Ujar John dengan ekspresi penuh nostalgia.

John pun kemudian menceritakan masa lalunya yang penuh penderitaan, pengkhianatan, serta kesunyian. Karena pengakuan John ini ditayangkan di seluruh pelosok negeri, masyarakat yang menonton pengakuan John mulai merasa iba pada sosok pembunuh berantai tersebut.

30 tahun lalu di sebuah desa yang memiliki aura kelam mencekam bagaikan dalam cengkeraman setan, setiap pagi di pemukiman itu selalu tertutup kabut tebal, suara serta tatapan gagak yang hinggap di pepohonan kering yang banyak tumbuh di sana membuat suasana semakin kelam. Pemukiman itu bernama Desa Skotadi. Di desa inilah kediaman keluarga Stranger berada, atau bisa disebut tanah kelahiran John Stranger. John merupakan anak semata wayang keluarga Stranger, keadaan keluarganya itu begitu memprihatinkan. Ayahnya adalah seorang pengangguran serta pemabuk berat, ia sering menyuruh anak tunggalnya itu untuk membelikan minuman kesukaannya. Tak hanya sering mabuk, ayah John sering kali menganiaya dirinya tanpa hal yang jelas. Penderitaan John tak hanya di situ saja, ia juga sering melihat ibunya yang membawa pria lain ke rumah dan bersetubuh di depan mata John kecil. Biasanya, ibu John sering membawa pria lain itu di saat suaminya telah tertidur lelap akibat terlalu mabuk. Bagi John, hidup di keluarga kecil itu bagaikan hidup dalam neraka.

Lihat selengkapnya