“Wah, Bu Indi udah datang,” ujar Pika, klien Indira berdiri menyambut kedatangan Indira.
Indira tersenyum ramah menanggapi sambutan Pika. Setelah itu Indira langsung duduk di samping Pika. Seseorang yang bersama dengan Pika adalah Anton, yang merupakan teman Pika. Pika dan Anton tidak sengaja bertemu di sini dan memutuskan untuk mengobrol sebentar. Selain itu, Indira juga mengenal Anton secara tidak langsung.
Indira senang bisa bertemu Anton, karena ada banyak hal yang ingin Indira bahas mengenai hukum kepada Anton. Saat ini Anton bekerja sebagai penasihat hukum di tempat Aksara bekerja. Sebelum menjadi penasihat hukum, Anton sudah melalui banyak profesi hukum, jaksa dan pengecara misalnya. Jadi Indira sangat senang bisa bertemu senior satu profesi.
“Wah, saya nggak menyangka ternyata pacarnya Pak Aksara sangat cantik,” pujian dari Anton membuat Indira tersipu mendengarnya.
“Memang, apalagi Bu Indi ini sangat profesional dan pekerja keras. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan Bu Indi.” Pika menambahi pujian kepada Indira.
Indira sungguh merasa malu karena terus dipuji oleh Pika dan Anton. Indira senang bisa mengobrol santai seperti ini. Jarang sekali ia bertemu orang lain dan mengobrol santai seperti ini. Waktu Indira lebih banyak dihabiskan oleh pekerjaannya. Terkadang, ketika ia bersama Aksara, pembicaraan mereka tidak jauh dari pekerjaan.
“Kalau Bu Indira dan Pak Aksara menikah, jangan lupa undang saya, ya?” ujar Anton menggoda.
Indira tersenyum malu, “Jangan khawatir, Pak, pasti saya undang.”
“Wah, pasti kalian nanti jadi pasangan yang sangat serasi. Suaminya seorang manajer keuangan, istrinya seorang pengacara. Duh, saya jadi iri.” Pika ikut menggoda Indira.
Obrolan ringan itu terus berlanjut, hingga Anton berpamitan. Sebelum berpamitan, Anton dan Indira bertukar nomor telepon. Indira merasa senang karena Anton sangat ramah dan siap membantu Indira kapanpun.
Setelah Anton pergi, Indira dan Pika mulai membahas soal pekerjaan. Pika sangat berterima kasih kepada Indira karena telah menyelesaikan kasusnya dengan sangat baik.
“Kalau nanti dia datang lagi menemui Ibu, jangan ragu untuk langsung menghubungi saya. Soalnya dari kasus yang saya tau, orang seperti itu nggak akan pernah menyerah sampai mendapatkan apa yang diinginkan.”
Pika tersenyum dan mengangguk. “Pasti saya akan langsung menghubungi Bu Indi kalau kakak saya datang lagi dan membahas soal warisan. Saya benar-benar lelah menghadapi sifat dia yang kekanakan.”
“Semoga aja dia udah sadar akan sikapnya yang sebelumnya. Jadi Ibu dan keluarga bisa hidup dengan damai.”
Indira terus-menerus memberi semangat dan motivasi untuk Pika. Kasus Pika yang ditangani oleh Indira soal warisan. Kakak Pika terus meneror Pika untuk alasan yang tidak masuk akal. Dengan usaha dan kerja keras Indira, Indira berhasil memenangkan persidangan atas nama Pika.
“Oh ya, Bu, ketika sudah menikah dan memiliki anak, Bu Indi tetap menjadi pengacara? Soalnya beberapa pengacara perempuan yang saya kenal berhenti ketika sudah memiliki anak. Apalagi calon suami Bu Indi sangat berkecukupan, saya khawatir Ibu akan berhenti juga nanti.”
Indira tertegun mendengar ucapan Pika. Sejauh ini ia sama sekali belum memikirkan sampai ke sana. Apakah mungkin ia harus berhenti bekerja ketika sudah memiliki seorang anak nanti? Apa nanti Aksara akan memintanya berhenti bekerja? Kalau hal itu terjadi, apa Indira bisa berhenti dari pekerjaannya?
~~~
Hari kembali berganti, pagi ini Indira dan Sakha tidak berangkat ke kantor, mereka pergi ke rumah Nina untuk meminta keterangan lebih lanjut mengenai perceraiannya dengan Aldi. Karena arah menuju tempat Nina searah dengan rumah Sakha, Indira menjemput Sakha ke rumahnya. Mereka pergi menggunakan mobil Indira.
“Selamat pagi, Mbak,” sapa Sakha ketika masuk ke dalam mobil Indira.
“Pagi,” sapa balik Indira.
Indira melajukan mobilnya menuju rumah Nina. Baik Indira maupun Sakha tidak ada yang memulai pembicaraan, untungnya keheningan di antara mereka tidak terjadi karena lagu yang sedang diputar dari radio. Indira mengetukkan jarinya mengikuti irama lagu.
Karena masih pagi, jalanan tol cukup macet. Mereka berdua harus sabar sampai di lokasi tujuan. Sakha melihat keluar jendela, langit pagi ini terlihat sangat cantik. Awan-awan yang berada di langit membentuk berbagai macam gambar. Sakha tersenyum hangat ketika melihat betapa cantiknya langit pagi ini.
“Sebelum ini, kamu kerja di mana?” Akhirnya Indira membuka pembicaraan.
Sakha menoleh ke Indira, Indira sangat fokus melihat ke jalan raya. “Setelah lulus SMA, saya bekerja di pabrik, Mbak. Lalu karena tuntutan orang tua, saya ambil kuliah hukum sambil bekerja. Setelah lulus, orang tua saya menyuruh saya berhenti kerja di pabrik.”
Sakha menarik nafasnya, ia melihat kembali ke arah langit. “Mereka mau saya bekerja di bidang hukum, seperti pengacara, jaksa atau hakim. Saya sejujurnya kurang suka bekerja di bidang ini, saya terpaksa melakukan ini. Kuliah aja saya bolos terus, ini malah disuruh bekerja dibidang yang nggak sesuai dengan keinginan saya.”
Indira terdiam mendengarkan ucapan Sakha, Indira sama sekali tidak merespon ucapan Sakha untuk waktu yang lama. Sakha mulai merasa tidak enak karena sudah berbicara panjang ke Indira.
“Maaf Mbak, saya kelepasan bicara”
Indira tersenyum sambil melirik ke arah Sakha. “Nggak apa-apa, saya hanya bingung tadi. Kenapa tiba-tiba kamu bercerita seperti itu, padahal saya hanya bertanya sebelumnya kamu kerja di mana.”
“Maaf Mbak, saya memang seperti ini, ditanya apa jawabnya panjang.” Sakha terkekeh sendiri mengingat dirinya yang seperti itu.