Fool's Gold

Syafa Amelia
Chapter #8

#8 FG - Hari Libur

Suara jam alarm berbunyi sangat kencang memenuhi seluruh kamar, bahkan terdengar hingga keluar kamar. Jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Hari ini adalah hari sabtu, yang berarti hari ini adalah hari libur. Mungkin sudah menjadi kebiasaan banyak orang untuk bangun siang ketika hari libur tiba, tidak terkecuali Sakha.

Tangan Sakha berusaha meraih ponsel yang berada di atas meja dan tepat di samping kasurnya. Dengan mata tertutup, Sakha berhasil meraih ponsel, ia menggeser layar ke atas untuk mematikan bunyi alarm. Secara bertahap, Sakha mulai membuka mata, melihat langit kamarnya.

Sakha terdiam cukup lama setelah membuka matanya, ia sedang mengumpulkan nyawa sebelum bangkit dari kasur. Kegiatan pertama yang akan Sakha lakukan adalah membuka gorden jendela. Sakha akan membiarkan sinar matahari masuk ke dalam kamarnya untuk memberikan kehangatan pagi.

“Sakha bangun!” teriak suara perempuan yang sangat ia kenali sejak ia terlahir ke dunia ini.

Sakha berjalan keluar kamar dengan tubuh yang masih belum tegak sepenuhnya. Penampilan Sakha pun terlihat acak-acakan, khas seseorang ketika baru bangun tidur. Sakha melihat Mamanya sedang sibuk menyiapkan makanan.

Mama Sakha melihat anaknya keluar dari kamar. “Bagus kamu ya jam segini baru bangun, orang-orang di luar sana udah sibuk sama urusannya, ini malah baru bangun.”

“Sana cuci muka dulu, sehabis itu kita makan.” Papa Sakha menambahi ucapan istrinya.

Papa Sakha memang orang yang sangat pengertian kepada anaknya. Sakha menurut, ia pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka dengan air. Rasanya sangat segar ketika sudah terkena air, kini kesadarannya sudah kembali sepenuhnya. Ketika Sakha keluar dari kamar mandi, ia melihat sudah banyak makanan tersedia di atas meja makan.

“Wihh makanan kesukaan aku,” ujar Sakha mendekati meja makan.

Tatapan Sakha tidak bisa membohongi kalau ia sangat lapar begitu melihat banyak makanan di hadapannya, apalagi ada makanan kesukaannya. Sakha duduk di kursi, ia sudah sangat siap menyantap semua makanan yang ada di atas meja.

Keluarga harmonis ini berdoa bersama sebelum mulai makan. Mama Sakha sangat hebat dalam memasak, semua masakan yang dimasak selalu memiliki rasa yang sangat enak. Sakha sangat mencintai semua masakan yang dibuat oleh Mamanya.

“Kalau libur itu paginya dipake buat olahraga, bukannya tidur.” Mama Sakha memberi nasihat disela makannya.

“Sekali doang, Ma. Besok pagi aku olahraga, deh.”

Mama Sakha memukul kepala Sakha menggunakan sendok. “Apanya yang sekali. Jawaban kamu selalu sama tiap minggu, ‘iya-iya’ doang, tapi nggak pernah berubah.”

Sakha meringis karena pukulan yang diberikan oleh Mamanya. “Minggu depan aku janji olahraga setelah bagun pagi. Kali ini janji seorang lelaki.”

Karena tidak mau berharap lebih, Mama Sakha menghiraukan ucapan anaknya. Sungguh mengesalkan karena anak satu-satunya sangat sulit diberi tau. Dan karena anak satu-satunya juga, Mama Sakha tidak bisa berbuat apa-apa dengan kelakuan Sakha yang terkadang membuatnya hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Gimana pekerjaan kamu?” tanya Papa Sakha.              

“Lumayan, Pa. Ternyata menyenangkan juga bekerja di bidang hukum.”

“Apa ada kesulitan?” tanya Papa Sakha lagi.

“Sejauh ini nggak ada, orang-orang di firma hukum sangat baik sama Sakha. Mereka siap membantu Sakha, terutama...,” Sakha menghentikan ucapannya, ia tersenyum mengingat Indira.

Setelah bekerja dan menghabiskan waktu bersama Indira, Sakha belajar banyak hal. Sampai saat ini Sakha masih berusaha memahami bagaimana sifat Indira, Sakha ingin terus mengenal Indira lebih jauh. Membayangkan Indira perhatian kepadanya membuat Sakha merasa bahagia.

“Terutama apa?” tanya Mama Sakha.

“Eh,” Sakha tersadar dari lamunannya. “Nggak ada. Nggak jadi.”

“Pasti cewe, ya?” tebak Mamanya dengan sangat tepat.

“Nggak! Bukan!”

Mama Sakha berdecak, ia sangat tau kalau Sakha tidak pandai berbohong. Di satu sisi Papa Sakha merasa senang mendengar Sakha menikmati pekerjaannya di bidang hukum. Keinginannya melihat Sakha sukses di bidang hukum secara perlahan akan tercapai. Ia sangat bangga kepada anak satu-satunya.

~~~

Suara bel berbunyi, pemilik rumah yang baru saja selesai makan mengambil kain yang berada di sofa untuk menutupi bahunya karena saat ini ia mengenakan baju tanpa lengan. Setelah itu ia berjalan untuk membuka pintu dan melihat siapa yang datang ke rumahnya sepagi ini.

Ketika membuka pintu, Shinta, pemilik rumah terkejut sekaligus senang karena Indira dan Aksara datang. Shinta langsung memeluk Indira dengan erat. “Kok nggak bilang sih kalian mau main ke rumah?”

“Sengaja biar surprise.”

Shinta melepas pelukannya, lalu mempersilahkan Indira dan Aksara masuk ke dalam. Indira dan Aksara duduk di sofa, sedangkan Shinta masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian. Rasanya tidak sopan jika ia berpakaian seperti itu di depan Aksara, kecuali jika Indira seorang yang datang, Shinta tidak akan mengganti pakaiannya.

Shinta mengganti pakaiannya dengan cepat, ia tidak mau membuat dua teman baiknya menunggu. Shinta langsung berjalan ke dapur untuk mengambil minuman dan makanan ringan. Indira yang melihat Shinta di dapur, menghampiri sambil membawa makanan yang ia beli sebelum datang ke rumah Shinta.

“Macaron!” jerit Shinta kesenangan. “Thank you beb.”

Indira senang melihat reaksi Shinta seperti ini. Shinta sudah terlihat sangat baik saat ini, Shinta sudah kembali ke kondisi semula. Indira membantu Shinta menyiapkan minuman dan makanan. Mereka kompak membawa minuman dan makanan ke ruang tengah.

“Lo udah baik-baik aja, Shin?” tanya Aksara.

Indira duduk di sofa sebelah Aksara, sedangkan Shinta duduk di sofa yang berbeda. “Baik banget, Sa. Makasih ya udah khawatir sama gua, sampe kalian meluangkan waktu buat dateng ke sini.”

“Santai Shin, apa sih yang nggak buat lo. Meskipun hari ini harusnya jadwal kencan gua sama Dira.”

Lihat selengkapnya