Hari-hari terus berlalu, Sakha sudah beradaptasi dengan baik di lingkungan tempat kerja yang baru. Sakha juga sudah menguasai beberapa hal dasar tentang tugas seorang pengacara. Kini, Sakha benar-benar terlihat seperti seorang pengacara sungguhan, meskipun ia belum berani terjun langsung ke persidangan.
Saat ini Sakha masih membantu Indira dalam bertugas. Kehadiran Sakha meringankan beban pekerjaan Indira. Sakha mendapatkan banyak pelajaran baru selama ia bekerja di firma hukum. Sakha semakin tertarik untuk terus belajar dan mencoba berbagai hal.
Selain karena pekerjaannya yang menarik, Sakha semangat karena bantuan dari Indira. Indira selalu berusaha untuk menjelaskan banyak hal kepada Sakha. Setiap penjelasan yang disampaikan oleh Indira bisa cepat dipahami oleh Sakha.
“Mbak, kasus untuk Bu Nina udah mulai proses penyidikan polisi.”
Sakha menghampiri meja Indira setelah mendapat kabar dari pihak kepolisian yang menangani kasus Nina. Sakha memberikan kertas yang sudah ia print, lalu Indira melihat kertas yang diberikan oleh Sakha. Sebentar lagi, keadilan untuk Nina dan Via akan segera tercapai.
“Bagaimana dengan berkas perceraiannya?” tanya Indira.
“Saya akan serahkan lusa ke Pengadilan Agama.”
Indira menganggukkan kepalanya. “Oke, terima kasih.”
Sakha tersenyum lebar, “Sama-sama, Mbak.”
Sakha kembali ke tempat duduknya untuk melanjutkan pekerjaan. Tak lama ponsel Indira berbunyi, ada satu panggilan masuk. Fokus Sakha terganggu karena suara ponsel Indira. Tanpa sadar, Sakha langsung memperhatikan Indira yang mengangkat telepon itu.
“Halo?” sapa Indira.
“Halo Bu Indi, saya Nina. Apa kita bisa bertemu?”
Setelah pulang dari rumah Nina terakhir kali, Indira memberikan ponsel untuk Nina supaya komunikasi mereka lebih mudah. Memang bukan ponsel mahal yang Indira berikan, tapi Nina sangat senang mendapatkan ponsel dari Indira.
“Ibu di mana?”
“Saya di rumah, ada yang mau saya bicarakan soal Via.”
“Oke, saya segera ke sana.”
Indira mematikan telepon, ia langsung mematikan komputer dan merapihkan semua kertas-kertas yang ada di atas meja. Indira memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, bersiap menuju ke rumah Nina.
Sakha yang melihat Indira sibuk merasa penasaran. “Mbak mau pergi? Bukannya hari ini Mbak nggak ada pertemuan sama klien?”
“Barusan Ibu Nina telepon, saya mau ke rumahnya sebentar.”
Sakha berdiri, “Saya ikut, Mbak.”
“Nggak!” cegah Indira langsung.
“Kenapa?”
Indira menghela nafasnya, “Kamu di sini aja, urus pekerjaan dengan baik. Saya rasa lebih baik kamu nggak usah ikut ke rumah Nina, karena ini masalah Via.”
Sakha mau tidak mau menuruti perkataan Indira. Bagaimanapun ia tau kalau setiap keputusan Indira tidak pernah salah. Sakha kembali duduk di kursinya dengan perasaan sedih karena harus berpisah dengan Indira. Sakha sudah hapal perilaku Indira, ketika Indira keluar kantor, maka Indira tidak akan kembali dengan waktu cepat atau bahkan tidak kembali.
“Saya pergi dulu, kalau ada apa-apa hubungi saya.”
Indira keluar ruangan, berjalan menuju lift, turun ke lantai bawah dan langsung menuju parkiran. Indira melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, meskipun dalam keadaan terdesak, ia tetap harus mematuhi aturan lalu lintas.
~~~
Setelah jam makan siang, Inta kembali menjalankan tugasnya. Hari ini pekerjaannya cukup banyak karena sebentar lagi WV Otomotif akan mengeluarkan produk terbaru. Karena itu ia harus memeriksa banyak laporan keuangan. Dengan tekad dan semangat yang ia miliki, Inta menyelesaikan dengan baik.
Inta merapikan semua kertas yang ada di mejanya, ada beberapa laporan yang harus ia serahkan ke Aksara. Aksara adalah orang yang sangat teliti, Inta tidak boleh lengah meninggalkan kesalahan sebelum laporan itu berada di tangan Aksara.