Foolish January

Windy Maulina
Chapter #3

TIGA

Gadis itu memakai sepasang sepatu sport miliknya dengan begitu tergesa-gesa. Sebelum bangkit dan membuka pintu gerbang rumahnya dengan tidak sabar. Sesaat ia keluar dan menutup pintu gerbang, lalu berbalik badan.

Ia dikejutkan dengan datangnya seseorang yang ia pikir, tidak akan benar-benar datang menjemputnya. Oh ayolah! Orang ini sangat nekat dan sekarang? Ryan tengah berdiri di samping mobilnya, untuk menyambut Widy.

"R-Ryan?" ujar Widy, ia tampak terkejut bukan main melihat kedatangan Ryan di pagi hari ini.

"Selamat pagi Widy caem!"

Widy hanya berdehem kecil, untuk mengurangi rasa gugup. Sebelum memberikan senyum paksa pada Ryan yang masih setia memberikan senyum secerah mentari, di pagi ini padanya.

"Yan, aku'kan udah bilang-.."

"Aku juga udah bilang mau jemput kamu kok." Potong Ryan, tampak tidak mau mengalah dari Widy.

Gadis itu menghela nafas panjang, "Aku bisa naik transjakarta, aku engga mau ngerepotin. Udah ya! Aku pergi dulu-.."

"Wid, ayolah Wid! Ini awak juga ngejar kelas pagi Wid, jangan tega macam tuh lah sama aku." Ujar Ryan dengan wajah memelas dan meraih tangan Widy, guna menahan gadis itu untuk pergi lebih jauh dari pandangannya.

"Yan-.."

"Sekali ini ajalah!" Mohonnya.

Widy sebenarnya sangat amat ingin menolak. Tapi, ia tidak tega juga menolak permintaan laki-laki Medan itu. Alhasil, gadis itu mengangguk pasrah dan memilih masuk ke dalam mobil Grand Livina milik Ryan. Duduk di kursi penumpang dan memangku tas punggungnya.

"Widy dah sarapan?" Tanya Ryan, sesaat ia duduk di kursi kemudi.

"Udah Yan." Widy mengangguk kecil, "Kamu udah?" tanyanya, sekedar basa-basi.

"Udah." Ryan balas tersenyum, seraya menyalakan mesin mobil dan mulai menancap pedal gas.

Gadis itu menanggapinya dengan anggukan kecil. Ia pun merasa bingung, untuk bicara lagi. Karena jujur, ia sudah lama sekali tidak melihat teman sekolah dasarnya ini. Sekitar 8 tahun dan mereka dipertemukan lagi dengan usia yang sudah tidak lagi anak-anak.

Meski pun dulu mereka dekat, meski pun dulu Ryan selalu senang mengejeknya dan mengganggunya. Rasanya, kali ini begitu berbeda. Mungkin, karena Ryan sudah mengakui perasaan yang sebenarnya pada Widy. Sebuah perasaan mengejutkan, karena rupanya laki-laki itu berkata mencintai Widy sejak kelas 6 SD. Sungguh! Itu adalah kabar mengejutkan bagi Widy. Karena ia sama sekali tidak pernah menyangka jika Ryan akan menaruh perasaan lebih padanya.

"Hari ini mata kuliahnya apa aja Wid?"

Widy berdehem kecil, "Pagi ini aku ada mata kuliah Kewirausahaan, Desain Busana 2 sama paling sorenya ada latihan di Gedung G."

"Padat kali ya jadwalmu." Ryan berdecak tidak percaya.

"Loh, emang jadwal kamu hari ini apa?" Tanya Widy, sekedar ingin tahu.

"Cuma ada 2 mata kuliah." Jelas Ryan, "Habis tuh aku bebas lah."

"Enak dong, bisa pulang sebelum macet-.."

"Kamu pulang bareng aku lagi ya Wid." Potong Ryan, ia lirik gadis pujaan hatinya.

"Aku pulang malem Yan, kamu duluan aja. Lagian, kamu bukannya ada urusan sama Kak Sella ya?"

Widy tersenyum lebar, lebih seperti senyum mengejek. Karena Ryan harus mengingat dimana ia tinggal saat ini? Dan bagaimana kesibukannya? Jadi, ia tidak bisa seenaknya begitu saja pergi dengan Widy.

Lihat selengkapnya