Foolish Love!

Syane Raphaeli Irawan
Chapter #2

So Let Me!

"Sumpah? Demi tuhan Aldio itu anak nya Om Andy Sardi?" Baru dua menit mata wanita itu terbuka, ia langsung heboh sendiri mendengar cerita Sarah sepulang dari rumah nya. Sarah yang sedang berkaca langsung membalikan badan nya. 

"Iya..." jawab nya malas.

"Kok bisa sih?" Ratu bangun dari posisi tidur nya menjadi duduk. 

"Bisa lah... kan dia di lahirkan dari isteri nya om Andy." Celetuk Sarah dengan polos nya. Ratu memutar kedua bola mata nya malas. "Eh! Lo bangun jam segini, kerja malem?" Sarah melihat keluar jendela. Matahari mulai bersembunyi, langit mulai gelap tapi nyala lampu kendaraan semakin ramai menyelimuti kota Malam ini. 

"Iya... tau deh bakalan dapet berita apaan?" Ratu mengangkat kedua alis nya. "Gue sama Reno bakalan Stay di Mabes Polri aja, siapa tau kan ada kejadian yang bisa di liput?" Lanjut nya. Sekarang kalian tahu kan siapa Ratu? Dia adalah Jurnalis lepas yang jatuh cinta dengan kameramen si partner kerja nya. Begitulah pekerjaan nya, tak memiliki waktu yang menentu. Di mana ada kasus, di situ ada Ratu. Mungkin itu slogan yang tepat untuk nya. Sarah mengangguk mendengar penjelasan tersebut.

"Kalau ada yang seru, ceritain ya!" Ratu mengangguk mengerti maksud Sarah. Jadi, teman nya ini selalu setia mendengarkan cerita-cerita dari Ratu untuk menjadi bahan tulisan nya. Ketika Ratu menuliskan paragraf demi paragraf untuk berita koran, Sarah akan menuliskan lembar demi lembar secara detail tentang liputan Ratu. Tentu nya di tambah dengan digresi sekaligus tokoh-tokoh catchy sehingga cerita nya menjadi menarik. Terkadang tulisan Sarah di terbitkan oleh Media Massa sebagai Cerpen pilihan bertemakan politik. 

"Terus, ntar malem lo mau ngapain di Apartemen?" Tanya Ratu mengenai rencana penghabisan waktu yang akan di lakukan oleh Sarah. 

"Ya tidur, besok gue kerja." Jawab nya cepat. Ratu menghelakan nafas nya panjang. 

"Kenapa gak nyari baju aja ke Mall buat first day work?" Usul Ratu dengan semangat nya. Sarah menimbang-nimbang. 

"Gak usah deh, belum paham juga kan pakaian yang pas apaan." Ucap Sarah.

"Iya sih..." Ratu menyetujui ucapan Sarah. "Eh! Besok bukan nya lo dapet undangan pameran dari Ghanyleo?" Tanya Ratu kepada Sarah. 

"Wah iya!" Sarah menepuk jidat nya. Besok ia harus menghadiri pameran lukisan teman nya sepulang ngantor. "Pake baju apa ya?" Tanya Sarah kepada Ratu. 

Dan berakhirlah Sarah di wardrobe ala-ala Ratu.

-

Aku pernah terpuruk. Saat itu usia ku baru menginjak bangku SMP. Tidak ada adaptasi yang begitu cepat, tapi percayalah jika semua nya bisa kita hadapi. Sejak lahir aku sudah hidup dengan segala fasilitas yang terpenuhi. Tapi semua nya berubah sejak Om Andy kembali. 

"Kenapa kita pindah ke sini Yah?" Tanya ku sambil menatap heran rumah setengah jadi dengan halaman yang sangat luas. Tak pernah terbayang bagi ku untuk tinggal di sebuah rumah bertembok batako kasar tanpa langit-langit. Ayah ku tersenyum. 

"Suatu saat nanti, rumah jelek ini akan berubah jadi rumah super nyaman bagi kita." Itu kalimat jawaban termenyedihkan bagi ku. Bagaimana? Bagaimana kita bisa nyaman tinggal di rumah seperti ini? Ini sangat jauh dengan penthouse mewah milik kita. 

Kata orang, dunia ini selalu berputar. Dan beruntung nya aku berada di perputaran yang menyenangkan. Sekitar dua bulan aku mulai terbiasa dengan segala nya, mengoleskan obat anti nyamuk ke kulit, menyalakan kipas angin hingga full, yang terakhir memutar kunci rumah ku sendiri. Memang sih, semua awal nya semua nya terasa aneh. Biasa nya aku hanya perlu menyalakan AC tanpa memperdulikan pintu... kini setidaknya aku mempunyai pintu yang menjadi teman cerita hidup ku. 

Sekitar satu tahun ayah merintis kembali dari bawah. Untung nya ia masih mempunyai tabungan untuk sekedar merenovasi rumah dan membangun kedai kecil di halaman rumah. Kata ayah "Beruntunglah kita masih punya tanah luas di pinggir jalan beserta rumah reot yang bisa di perbaiki, setidak nya kita punya tempat berlindung." Aku selalu menyetujui nya. Tanah kita cukup strategis. Tapi tetap saja, ada luka batin tersendiri mengingat keterpurukan itu. 

Kolega ayah lumayan banyak, bahkan saat ayah baru membuka kedai Mie Aceh pelanggan yang datang cukup membeludak. Ibu dan Mbak Ucin sampai keteteran memasak nya. Tahun demi tahun berlalu, kedai semakin membesar, rumah ku pun semakin nyaman untuk di tempati. Aku selalu bersyukur, karena pada akhirnya aku lebih nyaman berpijak kaki di tanah di banding berpijak kaki di lantai penthouse yang menjulang tinggi di tengah ibu kota. 

"Ish mantap!" Ucap ku saat berkaca di depan cermin kamar. 

"Wah iya lah! Siapa dulu?" 

"Ratu!" Ucap ku berbarengan dengan teman sekamar ku. 

Walaupun hanya seorang jurnalis, Ratu ini sangat stylish bak seorang model. Wajah nya sangat manis, di tambah tubuh tinggi langsing yang membuat nya terkesan lebih mirip seorang model. 

"Bentar deh!" Ratu menatap kaki ku yang masih telanjang tak beralas kan sekilas. Lalu ia bergegas menuju rak sepatu ku yang bersebelahan dengan rak sepatu nya. Ia mengambil sebuah sandal selop hitam yang senada dengan jumpsuit yang ku kenakan. "Pake coba!" Perintah nya. Dan... gaya ku pun amat Dandy di keesokan hari nya. 

Sebuah jumpsuit hitam, jaket denim biru, dan tas serta sepatu yang senada dengan jumpsuit ku. Amat sangat monokrom persis seperti gaya orang-orang yang biasa bertengger di sebuah pameran. Tapi sebelum nya... mari kita bekerja terlebih dahulu di mantan perusahaan ayah ku. 

Sekitar lima belas menit aku berada di dalam transjakarta, kebetulan kantor percetakan nya tidak terlalu jauh dari apartemen dan sangat terjangkau dari halte tempat pemberhentian nanti. Gedung ini lagi, dengan kisah yang semoga tidak sama lagi.

"Sarah?" Tanya seorang wanita muda berambut pendek dengan wajah oriental bercampur pribumi. 

"Iya." Aku mengangguk. 

"Kenalin! Saya Nelin!" Aku menyalami tangan nya. 

"Sarah!" 

"Kamu... anak nya om Surya?" Tanya Nelin dengan wajah datar nya. 

"Suryo..." Aku berusaha membenarkan nama ayah ku. Wanita itu mengangguk sambil tersenyum kikuk. "Ya... kenapa emang?" Tanya ku penasaran.

"Kata nya pas jaman Ayah mu, perusahaan ini lagi jaya-jaya nya. Penerbitan nomor satu di Indonesia, keren!" Cerocos Nelin. Aku tersenyum. Memang! Memang ayah ku paling keren. 

"Emang nya sekarang enggak?" 

"Agak tersisih, jadi urutan ke dua." Jawab wanita itu. Kami berdua berjalan memasuki lift. "Dio menjabat di sini sejak SMA, masih di bantu Ayah kamu. Waktu Dio kuliah semester dua, Ayah kamu lepas tanggung jawab. Aku belum jadi assisten nya Dio sih, masih kuliah juga, tapi kata nya saat itu lah perusahaan ini mulai goyah." Oh! Jadi selama ini ayah masih mengurus kantor ini, pantes! Sewaktu aku SMP hingga SMA hanya ibu dan beberapa pegawai yang mengurus kedai Mie Aceh. Dan ternyata, wanita yang ada di samping ku ini assisten Dio? Kenapa aku tidak di jemput oleh Kepala Bagian saja? Sepenting ini kah aku hingga di jemput oleh nya?

Ting! 

Lift terbuka di lantai delapan. Kantor direktur? Untuk apa aku di bawa ke sini?

Lihat selengkapnya