"Yang menolong kamu, dia yang mendapatkan kalung emas karena dia mengalah dengan kembarnya yang memilih kotak besar yang berisi kalung monel." Dimas menjelaskan yang terjadi di masa lalu.
"Jadi apa kalung yang dipakai kekasih kamu? Mama ingin tahu," Dini penasaran.
"Kalung monel, Safina memakai kalung monel tadi." Rio mengingat.
"Tidak mungkin, anak yang baik yang mendapatkan kalung emas dan anak yang berkelakuan buruk yang mendapatkan kalung monel. Bagaimana mungkin yang kamu cinta memakai kalung monel?" Dini yang bingung.
"Bukankah anak baik itu memiliki tanda lahir di leher bagian belakang waktu kecil?" Dimas menjelaskan apa yang diketahui.
"Papa benar, anak yang baik yang mendapatkan kalung emas. Dia memiliki tanda lahir di leher belakangnya, mama juga melihatnya saat gadis itu menolong kamu."
"Papa mama yakin?"
"Kamu besok undang pacar kamu untuk makan malam bersama kita, papa ingin mengenal perempuan yang kamu cintai."
"Sekalian kita mencari tahu apa dia adalah anak kecil yang baik hati atau tidak, mama yang akan melihat tanda lahir itu."
"Aku yakin dia pasti anak kecil yang baik hati itu," Rio tersenyum.
"Lihat ma, putra kita sudah dewasa. Dia sudah mencintai seorang perempuan," Dimas tersenyum.
"Papa benar, lebih baik kamu sekarang istirahat."
"Iya pa ma, aku istirahat ke kamar dahulu. Selamat malam pa ma," ucap Rio dengan sopan.
"Iya sayang, istirahat ya" Dini tersenyum pada putranya dan kemudian melirik ke arah suaminya yang ikut tersenyum.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Safina belajar dengan rajin karena mendapat tugas untuk besok, karena kecapekan belajar, Safina akhirnya tertidur. Tiba-tiba Safina mendengar seseorang mengetuk pintu kamar "non Ina buka pintunya, bibi bawa makanan untuk non Ina."
"Iya bi sebentar," ucap Safina yang mengucek matanya dan melihat jam, ternyata sudah jam dua belas malam.
Safina membukakan pintu, "bibi kenapa malam-malam membawakan aku makanan?"