"Silahkan berbaring, saya akan memeriksa." Dokter Tina tersenyum, dokter Tina memeriksa Safina, dokter Tina duduk di kursi kerjanya. Safina bengun dan berjalan menuju kursi, dan duduk melihat ke arah dokter Tina.
"Saya sarankan lebih baik anda cek ke lab untuk mencari tahu anda sakit apa, karena kondisi tubuh anda sangat lemah."
"Apa saya sakit parah dok?" Safina ketakutan.
"Saya tidak yakin, tapi biar lebih jelas sekarang anda ikut saya ke lab. Hasilnya bisa kita ketahui minggu depan."
"Baiklah dok, tapi saya ingin menggunakan nama Putri saja untuk hasil lab, karena saya tidak ingin dokter Dini tahu tentang penyakit saya." Safina sedih, Safina tidak ingin semua orang tahu bahwa dia sakit.
"Dokter Dini yang spesialis bedah di rumah sakit ini?" tanya dokter Tina bingung.
"Iya dokter Dini, saya mohon jangan beritahukan dokter Dini."
"Memang apa hubungan kamu dengan dokter Dini?" tanya dokter Tina penasaran.
"Saya pacar dari anak dokter Dini,saya tidak ingin membuat dokter Dini khawatir." Safina ingat Dini selalu mengatakan bahwa Safina adalah menantu kesayangan.
Dokter Tina yang mengetahui semuanya terkejut, karena tadi pagi dokter Dini mentraktir semua dokter dan pasien untuk makan bersama. Merayakan bahwa dia memiliki menantu yang sempurna bernama Safina.
"Jadi nama kamu Ina?" tanya dokter Tina penasaran.
"Nama saya Safina Putri, tapi semua orang memanggil saya Ina." Safina tersenyum.
"Baik, saya janji. Tidak akan memberi tahu dokter Dini tentang penyakit kamu, sekarang mari kita lab." Safina dan dokter pergi ke lab untuk pemeriksaan, bibi menunggu di ruang dokter dengan khawatir.
"Tuhan, jangan beri non Ina penyakit yang akan menyakiti non Ina lebih menyakitkan. Berikan kesehatan untuk non Ina," bibi menangis karena khawatir, bibi tidak ingin kehilangan Safina. Safina dan dokter Tina kembali ke ruangan.
"Baik kita bertemu minggu depan, di jam yang sama." dokter Tina tersenyum.
"Baik dokter, saya permisi." Safina berdiri menggunakan masker dan keluar dari ruangan, bibi melihat kekhawatiran dan kesedihan di wajah Safina.
"Non Ina kenapa sedih dan khawatir, hasilnya masih minggu depan kan?"