"Bi, bibi dimana?" ucap Safina perlahan karena menahan rasa sakit di kepalanya, bibi yang berjalan menuju kamar Safina dan mendengar Safina memanggil, bibi bergegas menaiki anak tangga menuju ke kamar Safina.
"Iya non, bibi ada disini," Bibi tersenyum membawa makanan dan minuman.
"Bi temani Ina tidur ya. Kepala Safina pusing."
"Ini non dimakan ya, terus non minum obat dan tidur," Safina bahagia memiliki bibi yang sangat menyayanginya, Safina makan dengan lahap. Safina minum obat dan kemudian berbaring di tempat tidur, bibi tidur di samping Safina dan memeluk Safina.
"Terima kasih ya bi, bibi sudah ada buat Ina, terima kasih bibi sudah menjaga Ina sejak kecil." Safina meneteskan air mata dan tersenyum, bibi menghapus air mata Safina.
"Non Ina tidak perlu sedih, bibi akan selalu ada buat non Ina. Bibi akan selalu menjaga dan menyayangi non Ina selamanya," Safina tersenyum bahagia, Safina bersyukur karena Tuhan memberikan bibi dalam kehidupannya.
Safina tertidur dalam pelukan bibi, bibi tidur di samping Safina. Pagi hari bibi dan Safina terbangun, Safina tidak merasa sakit lagi. Bibi pergi ke dapur dan Safina mandi untuk bersiap-siap ke sekolah. Setelah pulang sekolah, Safina pergi ke hotel untuk bekerja. Setiap minggu, Safina pergi ke dokter untuk kontrol.
"Obat yang kami berikan hanya memperlambat sedikit perkembangan tumor otak anda, satu-satunya jalan adalah dengan operasi." Dokter Tina bingung harus bagaimana, Safina tidak ingin di operasi.
"Tidak apa-apa dok, semua manusia yang hidup pasti akan meninggal, dan waktu hidup saya mungkin memang tidak lama." Safina tersenyum dan pasrah dengan takdir.
"Baiklah Ina, minggu depan kamu datang lagi kesini. Kita lihat perkembangan tumor otak kamu," dokter Tina tersenyum, Safina tersenyum dan kemudian keluar dari ruangan dokter Tina.
Safina tersenyum walaupun dia tahu waktunya tidak akan lama, hari-hari berlalu seperti biasa. Safina sekolah, kerja dan terkadang Keluarga Safina tetap menyakiti dan menghinanya. Safina tidak peduli dengan mereka, karena mereka juga tidak pernah peduli pada Safina.
Sepuluh bulan berlalu, hari ini adalah hari liburan sekolah, minggu depan masuk tahun ajaran baru, Safina sekarang kelas dua SMA. Safina adalah murid terpintar seangkatan, Safina bahagia karena bibi merasa bangga pada Safina. Kemarin Safini pingsan saat pulang jalan-jalan bersama temannya, semua keluarga Safina membawa Safini ke rumah sakit.
Saat liburan Safina memilih bekerja di pagi hari dan sore hari setelah pulang bekerja, Safina bersama Rio menghabiskan waktu. Bibi terkadang ke rumah sakit untuk menjaga Safini saat semua orang sedang sibuk, Safina merasa sepi jika bibi tidak ada di rumah.
Safina makan malam dengan tenang, tiba-tiba Lisa duduk di meja makan dengan wajah lesu. Safina melihat bibi masuk ke dalam dapur dengan wajah yang lelah, Safina tidak ingin dekat dengan orang tuanya karena mereka hanya memaki Safina. Safina berdiri dan membawa makanan ke arah dapur, karena Safina ingin bersama bibi.