"Den Rio akan datang ke rumah jam tujuh malam kata non Ina, non Ina ingin saya memberi tahu saat jam tujuh malam. Kalau begitu saya permisi," bibi berjalan pergi meninggalkan sahabat Safina.
Bibi berjalan ke ruang operasi, bibi melihat semua orang menunggu Safini. Mereka tidak sadar bahwa Safina sedang mempertaruhkan nyawa di dalam sendiri tanpa rasa sayang dari keluarganya.
"Bi tolong belikan kami makanan dan minuman ya bi," perintah Surya yang memeluk istrinya menangis.
"Baik tuan," bibi pergi ke kantin untuk membelikan makanan dan minuman, kemudian kembali ke ruang operasi. Semua orang menunggu operasi dengan cemas. Jam setengah tujuh malam, lampu mati dan pintu ruang operasi terbuka. Dokter keluar, semua berdiri.
"Operasi berjalan sukses, Safini baik-baik saja." Setelah penjelasan dokter Bram, dokter Tina keluar dari ruangan dengan wajah benci dan marah saat melihat keluarga Safina.
"Dokter yang tadi kenapa?" Lisa bingung dengan tatapan dokter Tina.
"Yang mendonorkan ginjal dan jantung adalah keponakan dokter Tina, dia sedih karena keponakannya mengidap tumor otak. Keponakannya yang mendonorkan untuk putri kalian, dan keponakan dokter Tina meninggal saat operasi." Dokter Bram menjelaskan.
"Terima kasih," Lisa tersenyum dan hormat pada dokter Tina, dokter Tina pergi meninggalkan ruangan tanpa mengatakan apapun.
Bibi yang mendengar perkataan dokter Bram, merasa hatinya hancur dan hampa. Safini yang masih pengaruh obat bius keluar dari ruangan didorong suster untuk dipindahkan ke kamar inap, semua orang mengikuti Safini. Bibi tetap di depan ruang operasi, menunggu Safina dipindahkan ke kamarnya.
"Safini akan sadar satu jam kedepan, dan kita lihat perkembangan dari operasi tersebut berhasil untuk tubuh Safini atau gagal," ucap dokter Bram memberi tahu.
"Kalau begitu kami titip Safini ya dok, kami ingin pulang ke rumah sebentar untuk mengambil barang." Lisa tersenyum bahagia, mereka keluar mencari bibi karena bibi tiba-tiba menghilang.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
RUANG OPERASI