"Setelah mengetahui bahwa non Ina mengidap tumor otak, non Ina bekerja mati-matian untuk mendapatkan uang sebanyak mungkin. Non Ina ingin membelikan hadiah," bibi menangis mengingat semuanya.
"Bukankah Ina bekerja untuk membelikan bibi rumah?" tanya Rio mengusap air matanya.
"Non Ina berbohong, uang tiga puluh juta yang terkumpul selama sepuluh bulan itu untuk biaya obat yang dikonsumsi non Ina selama sepuluh bulan, dan sisanya untuk membeli hadiah kenangan ini." Bibi menghapus air matanya dan tersenyum melihat wajah Safina.
"Jadi obat yang selama ini dikonsumsi Ina itu bukan vitamin, tapi obat untuk sakit tumor otak bi?" tanya Bulan tidak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Itu adalah obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, sebenarnya non Ina bisa sembuh jika melakukan operasi. Tapi operasi memiliki resiko jika non Ina kehilangan semua memori ingatannya, dan non Ina tidak ingin melupakan semua orang."
Semua orang menangis mendengar perkataan bibi, Safina menahan rasa sakit itu sendiri dan tetap tersenyum di depan orang lain.
"Ini hadiah untuk kalian bertiga, sahabat non Ina." bibi memberikan hadiah tersebut.
"Ini hadiah untuk den Samudera, non Ina membuat video untuk anda. Sudah saya kirim tadi, anda bisa lihat di handphone anda." bibi tersenyum, bibi bahagia karena masih ada keluarga yang menyayangi Safina dengan tulus.
"Dan ini untuk den Rio, ini handphone non Ina untuk den Rio. Video untuk den Rio ada di handphone non Ina," bibi tersenyum memberikan hadiah kepada Rio, orang yang sangat mencintai dan dicintai Safina. Semua orang membuka hadiah, semua menangis menerima hadiah tersebut. Samudera memutar video dari Safina.
"Hay kak Samudera, kakak pasti bingung kenapa aku memberikan kak Samudera hadiah topi ini. Kakak datang ke auditorium dengan topi berwarna merah." Safina menunjukkan topi yang dipakai ke auditorium, Samudera terkejut karena Safina tahu. Samudera menangis melihat wajah Safina.
"Saat kak Samudera melihat video ini, aku sudah pergi jauh kak. Aku tahu kakak yang selalu memberikan aku hadiah dari aku masih kecil, aku juga tahu jika kak Samudera datang ke auditorium dan memberikan tepuk tangan yang pertama dan paling keras karena kak Samudera bangga dan sayang sama aku. Aku membaca semua di buku diary kak Samudera, maaf aku mengambil barang kakak tanpa izin." Safina menunjuk buku harian Samudera dan tersenyum, Samudera terus menangis mendengar perkataan Safina.