For my twin

Widayanti
Chapter #34

Pemakaman #34

"Ayo kita cari," ucap Anggi dan Tasya bersamaan, ketiga sahabat Safina pergi keluar. Mereka berlari dan berhenti saat melihat Rio menangis di tengah hujan. 

Ketiga sahabat Safina menghampiri Rio yang menangis, sahabat Safina teringat kenangan mereka berempat saat main hujan bersama karena Safina sangat menyukai hujan. Semua menangis di tengah hujan, Tasya menghapus air matanya.

"Kak Rio ayo kita kembali ke ruangan Ina," ucap Tasya dengan tegas.

"Tidak, kalian saja yang kembali," ucap Rio dengan malas.

"Tapi tadi pagi Ina berpesan agar kami menjaga kak Rio," ucap Anggi menjelaskan.

"AKU BILANG, AKU INGIN DISINI. KALIAN PERGI," ucap Rio marah.

sahabat Safina pergi meninggalkan Rio dibawah hujan, mereka tidak ingin membuat Rio marah. Sahabat Safina kembali ke ruangan, Rio dibawah air hujan dan terus menangis. Sementara yang lainnya bermalam di luar ruangan, karena Safina akan dimakamkan besok pagi. Yang berada di dalam ruangan hanya orang tua Safina sementara bibi pergi ke rumah untuk mempersiapkan pemakaman.

Samudera dan Shinta pergi menjaga Safini. "Dimana papa sama Mama? Kenapa kakak terlihat sedih?"

"Papa dan mama ada di kamar Ina, Ina meninggal." Samudera menjelaskan dengan wajah datar.

"Bagus kalau dia meninggal, dia hanya akan menjadi beban keluarga kita," ucap Safini dengan angkuh, Samudera menampar Safini.

"Kenapa kakak menampar aku?" Safini memegang pipinya.

"KAMU YANG BEBAN KELUARGA, BUKAN INA. INA MENINGGAL KARENA KAMU" Samudera mengatakan dengan marah dan membanting pintu kemudian pergi.

"Kak Samudera kenapa kak Shinta?"

"Yang mendonorkan ginjal dan jantung untuk kamu adalah Ina, karena operasi ini Ina meninggal." Shinta menjelaskan.

"Oh jadi dia yang mendonorkan dan kemudian meninggal, bagus. Dia sadar diri," ucap Safini dengan angkuh, Shinta tidak memperdulikan apapun perkataan Safini, dia pergi ke kantin meninggalkan Safini sendiri.

Hujan berhenti, Rio mengambil tas dan kemudian pulang ke rumah. Orang tua Rio yang melihat Rio sangat berantakan dan dengan tatapan kosong, orang tua Rio khawatir dan memeluk Rio.

"Ada apa Rio?" Dini khawatir, tapi Rio terdiam.

"Rio?" Dini mengguncang bahu Rio supaya Rio mengatakan sesuatu.

Lihat selengkapnya