"Den Samudera tidak perlu membela bibi, bibi bertahan bekerja di rumah itu karena non Ina. Sekarang bibi tidak punya alasan untuk bertahan di neraka tersebut," bibi menghina semua orang yang menyakiti hati Safina.
"Bibi ikut dengan saya, itu permintaan terakhir Ina." Rio bermata dengan dingin, seolah-olah hatinya sudah mati.
"Tidak perlu den Rio, saya ingin pergi ke pesantren atau panti asuhan. Saya ingin merawat anak-anak yang memiliki hidup seperti non Ina," bibi menatap ke arah batu nisan Safina dan tersenyum walaupun air mata mengalir di pipi bibi.
"Non Ina bibi pergi ya, bibi janji akan selalu datang kesini untuk berdoa supaya non Ina bahagia di surga." Bibi menghapus air matanya dan tersenyum melihat nisan Safina, bibi pergi meninggalkan pemakaman.
"Pa, ma ayo kita pergi dari sini. Rio tidak ingin melihat wajah pembunuh Ina," ucap Rio penuh kebencian pada keluarga Safina, Rio dan kedua orang tuanya pergi dari pemakaman.
"Ayo kita juga pergi, aku juga tidak ingin melihat wajah pembunuh sahabat kita." Bulan marah, ketiga sahabat Safina dan orang tua mereka pergi dari pemakaman. Semua guru dan teman-teman sekelas Rio dan Safina meninggalkan pemakaman, hanya ada Keluarga Safina di pemakaman.
"Ayo kita juga pulang, untuk apa berlama-lama disini," ucap Safini dengan angkuh, mendengar perkataan Safini. Lisa menampar Safini untuk pertama kalinya.
"Hargai Ina, dia kakak kandung kamu, dia mengorbankan hidupnya untuk kamu."
"Tapi aku tidak pernah meminta dia berkorban untuk aku," Safini marah dan berkata dengan keras.
"Mama yang meminta supaya kamu tetap hidup kepada Ina," Lisa menangis memeluk batu nisan Safina, semua terdiam.
Rio selama seharian hanya terdiam di kamarnya, terkadang dia melihat wajah Safina di handphone. Rio menangis dengan tatapan mata yang kosong, orang tua Rio bingung harus berbuat apa. Keesokan harinya Rio tiba-tiba pergi keluar, orang tua Rio menghentikan Rio karena mereka takut Rio bunuh diri.
"Rio jangan pergi, mama mohon." Dini memegang tangan Rio.
"Rio hanya ingin memberi tahu bapak dan ibu penjual mie ayam kalau Ina sudah meninggal ma." Rio menjelaskan, Dini melepaskan tangannya.
"Hati-hati di jalan," Dini tersenyum, Rio pergi bertemu bapak dan ibu penjual mie ayam. Rio duduk di meja, ibu penjual mie ayam yang melihat Rio, datang menghampiri Rio membawa minuman.
"Den Rio sendiri saja? Dimana non Ina?" tanya ibu melihat sekeliling mencari Safina.
"Ina sudah meninggal kemarin bu," ucap Rio dengan wajah dingin, ibu penjual terkejut dan menjatuhkan minuman. Ibu duduk di samping Rio, bapak mendengar suara langsung menghampiri istrinya.
"Den Rio bohong, kemarin tiga hari yang lalu non Ina datang kesini. Non Ina baik-baik saja," ibu menangis.
"Ina memang sudah meninggal, kemarin hari pemakaman Ina," ucap Rio tanpa ekspresi, ibu menangis, bapak bingung dengan apa yang terjadi.
"Ada apa ini? Kenapa ibu menangis?"