"Totalnya jadi lima puluh ribu, Kak."
Suara dari orang yang berjaga di kasir tersebut membuat lamunan Riana buyar. Ia menatap penjaga kasir tersebut dengan tatapan tak enak, "maaf, Mba, saya barusan enggak dengar. Berapa totalnya?"
Malam ini Riana memang sengaja keluar untuk membeli beberapa cemilan. Entah kenapa, mood-nya sedang buruk. Dan sudah menjadi kebiasaan Riana untuk mengemil sebagai pengembali mood.
Setelah mengambil kembaliannya, Riana mengucapkan terimakasih dan segera keluar dari supermarket tersebut. Di luar supermarket, Riana menatap langit malam yang penuh dengan taburan bintang. Sekilas, Riana tersenyum sendu. Senyum yang begitu rindu akan sosok seorang yang benar-benar disayanginya. Dan seperti biasa, dirinya bisa menjadi lebih tenang setelah menatap langit.
Yah, langit memang obat yang manjur. Setidaknya, untuk Riana.
*****
"Ayolah! Masa lo enggak mau ikutan?" teriak salah satu dari tiga lelaki tersebut. Sedangkan yang diteriaki justru sedang mendekam di meja belajar. Asyik membaca berbagai manga koleksinya.
Merasa gemas, lelaki yang tadi berteriak segera menarik tangan temannya. Menyebabkan makian kasar keluar dari mulut lelaki itu karena merasa terganggu. "Lagian, lo asik sama komik mulu! Coba deh, ikutan!"
Lelaki itu memutar bola mata malas. "Main beginian itu cuma buat bocah. Lo pada udah SMA atau masih bocah?"
"Ck, lo mah enggak asyik! Coba dulu, deh! Sekali puteran aja. Gue janji." Mendengarnya, membuat lelaki itu mau tak mau mengiyakan. Hanya karena satu alasan, yaitu agar cepat selesai.
Botol bekas minuman soda diputar tepat di tengah-tengah meja kecil. Dua orang lelaki menunggu dengan harap-harap cemas, sedangkan yang satu lagi hanya menunggu dengan raut wajah tak bersahabat. Entah bagaimana caranya, tutup botol itu justru berhenti dan mengarah pada lelaki yang sedari tadi sibuk memasang wajah bosan. "Nah, kena kan lo!!"
"Apaan, coba?! Enggak-enggak, pokoknya puter ulang!"