Inget, perasaan itu juga pakai logika, jangan cuma pakai perasaan.
*****
"Lo dari tadi dengerin gue nggak, sih?"
Riana mengerjakan matanya pelan, lantas memberikan cengiran lebarnya pada Zoya. Jujur saja, pikiran Riana sedang tidak bersama raganya saat ini. Raganya memang sedang di sini, tetapi pikirannya terus melayang pada kakak kelas yang sukses mencuri perhatiannya sedari tadi.
Gilang Abiyasa. Entah kenapa nama itu terus saja berseliweran di kepala Riana. Terlebih, wajah tampannya yang terkesan datar itu tidak pernah mau hilang dari ingatan Riana. Padahal, mereka baru bertemu dua kali dan itu semua bisa dikatakan hanya sebuah kebetulan. Namun, tidak bagi Riana. Ia tidak mempercayai yang namanya kebetulan. Menurutnya, semua hal itu terjadi pasti ada alasannya. Termasuk mengapa keduanya bisa bertemu hingga dua kali, bahkan dalam waktu kurang dari duapuluh empat jam.
Pikiran Riana kembali melayang pada kejadian di stand klub tadi. Setelah kepergian Pandu, suasana menjadi sedikit canggung. Terlebih kedua teman Gilang lebih memilih untuk berkeliling mencoba berbagai jajanan yang ada, meninggalkan keduanya di dalam tenda stand. Dan bodohnya, Riana justru hanya diam melongo dan mengagumi wajah kakak kelasnya itu.
Riana kembali meringis ketika mengingat respon Gilang yang terdengar ketus dan pedas. Kira-kira seperti ini, "lo ngapain lihatin gue seakan-akan lo belum makan seminggu? Lo di rumah enggak dikasih makan sama bokap nyokap lo?!" Yah, jangan salahkan Riana. Salahkan saja Gilang, kenapa dia bisa memiliki wajah kelewat tampan seperti itu.
"Emang lo lagi mikirin apa, sih?"
"Gue lagi dilema. Apa jangan-jangan gue jatuh cinta pada pandangan pertama, ya?"
Zoya yang tengah memakan baksonya langsung tersedak. Riana yang melihat Zoya kelimpungan mencari air minum, segera menyodorkan es teh yang sebelumnya sudah mereka pesan. Dalam hitungan detik, es teh tersebut hanya tersisa sepertiga bagian saja.
"Apa lo bilang tadi? Love at the first sight? Gue enggak salah denger, nih?"
Riana mengernyitkan dahinya sambil memasukkan sebongkah es batu ke mulutnya. Jika Zoya suka memakan permen karet, lain dengan Riana yang lebih suka memakan es batu. Jika orang lain bertanya kenapa, jawabannya simpel. Karena rasanya enak. Sensasi dingin yang melumer ketika mengunyah lah, yang membuat Riana ketagihan memakan air beku itu. "Memangnya kenapa kalau iya? Kok lo heran gitu?"
"Gimana gue enggak heran? Lo itu belum pernah falling in love sebelumnya. Yakin ini lo bener-bener suka sama si siapa itu? Kak Gelang?"
"Kak Gilang," ucap Riana membenarkan.
"Ya pokoknya dia. Intinya, lo serius?"
Riana sedikit berpikir sekarang. Sebenarnya dirinya sendiri ragu. Tapi, kalau tidak dicari tahu, bagaimana bisa tahu jawabannya? "Yah, kemungkinan besar, sih. Tapi, gimana gue enggak suka sama dia, coba? Dia itu baik banget, tahu! Masa semalem dia bela-belain buat kembaliin dompet gue? Padahal bisa aja dia milih buat nggak peduli, atau malah ngejarah isinya."
"Kalau itu, sih, bisa aja dia lagi ada niat baik. Dan kenapa cuma gara-gara itu lo bisa yakin kalau dia orang baik?"
Riana menggoyangkan jari telunjuknya di depan wajah Zoya. "No, no, no! Itu bukan sekedar 'cuma'. Menurut gue, sikap dia itu udah lebih dari sekedar baik."
Zoya menghela nafas pelan. "Ya udah deh, terserah lo. Terus, sekarang lo mau gimana? Enggak mungkin kan, lo cuma mau nunggu dia notice lo? Secara lo itu cuma sekedar remahan rengginang," ucap Zoya dengan wajah bercandanya. Dan hal itu sukses membuat raut Riana menjadi sendu. "Apa yang lo omongin itu emang bener. Dia itu terlalu perfect."
"Ck, kok malah jadi pesimis gini, sih? Usaha dulu, dong!"
Saat Riana ingin bertanya lebih jauh, suara kantin yang tadinya riuh kini semakin bertambah, membuat Riana heran. Dengan segera ia menoleh pada sumber suara, dan detik selanjutnya ia sukses terdiam.
Di meja pojok kantin, seseorang yang sedari tadi sedang diperbincangkan olehnya dan Zoya sedang duduk dan mengobrol bersama teman-temannya. Melihat kembali wajah Gilang, membuat jantung Riana kembali berdegup kencang. Membuatnya kembali berpikir apakah dirinya benar-benar menyukai kakak kelasnya itu.
Suara-suara disekitar Riana membuatnya tersadar. Riana dapat mendengar suara tersebut tertuju pada Gilang, dan berisikan pujian-pujian. Terlebih, kebanyakan dari mereka adalah kaum hawa.
"Liat, tuh, ada Gilang! Oh my God, dia nambah ganteng aja tiap hari."
"Iya, ya! Penasaran kemarin enggak seganteng ini, deh. Makan apa, sih, sampai bisa ganteng kaya gitu?"