Namanya aja berjuang, pasti ada gagalnya juga.
🌼🌼🌼
Mata Riana masih setia menatap layar laptopnya. Terkadang mulutnya terbuka untuk memakan beberapa bongkah es batu. Yap, saat ini Riana tengah menonton film. Bukan, Riana bukan menonton drama, melainkan tengah menonton anime yang cukup terkenal, yakni Detective Conan. Riana memang tidak terlalu menyukai drama. Ia lebih menyukai sesuatu yang bergenre action ataupun misteri. Dan menurut Riana, anime adalah hiburan yang menawarkan lebih banyak genre action dan misteri dibandingkan dengan drama. Walaupun sesekali ia juga menonton drama romance jika menginginkannya.
Keningnya mengerut begitu ia merasa asing dengan bahasa yang digunakan di dalam film tersebut. Yah, Riana tak semata-mata menghibur diri saja, melainkan juga memperdalam pengetahuannya akan bahasa Jepang. Entah kenapa Riana ingin sekali bisa menguasai salah satu bahasa asing itu. Mungkin karena dirinya memiliki sedikit darah Jepang dari mamanya.Â
Saking fokusnya menulis kosakata baru di buku khusus, Riana tak menyadari bahwa Farren sudah berjalan mengendap-endap di belakangnya. Dan sedetik kemudian badan Riana sukses terlonjak kaget dengan sumpah serapah yang ia keluarkan. Riana menoleh dan menatap kesal abangnya itu. Benar-benar usil. "Lo kenapa sih, Bang? Kumat lagi isengnya?"
Farren tertawa melihat wajah kesal Riana. Entah mengapa melihat wajah kesal Riana dapat menghadirkan rasa puas di hati Farren. "Lagian lo fokus banget. Lagi ngapain emangnya?"Â
"Gue lagi berak," jawab Riana asal. Jika bisa melihat sendiri kenapa harus bertanya? Riana rasa otak abangnya ini benar-benar pindah ke lutut. "Wah, lo nambahin kosakata? Emang lo beneran berniat buat ikut JLPT?"
"Iya, lah! Kalau bisa kenapa enggak? Siapa tahu sertifikatnya bakal berguna waktu gue udah gede," balas Riana sambil kembali membenahkan posisinya dan mengambil mangkok es batunya. Namun, tangannya justru ditahan oleh Farren yang sudah memasang wajah menyeramkan. "Udah berapa kali gue bilang? Jangan sering-sering makan es batu, Ana!"Â
Riana memutar bola mata kesal. Sifat overprotektif abangnya mulai keluar, dan itu benar-benar menyebalkan. "Bang, jangan mulai, deh! Gue cuma makan dikit, juga. Alay banget, sih!"
"Enggak ada yang namanya alay kalau menyangkut lo. Jadi sekarang matiin laptopnya terus lo buruan tidur. Ini udah hampir jam sebelas malam."
"Ck, baru juga jam sebelas," gumam Riana sambil mematikan laptopnya. Kalau begini, acara menontonnya terpaksa diundur. "Nih, udah gue matiin. Sekarang, lo bisa keluar."
"Good girl. Oyasuminasai," ucap Farren sambil mengecup kening Riana. "Hmm, oyasumi."
Setelah Farren mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur, ia segera beranjak keluar. Saat abangnya sudah benar-benar keluar, Riana segera mengeluarkan handphone nya karena ia masih belum bisa tidur. Lagipula, dirinya mengidap insomnia. Biasanya ia akan tidur setelah lewat tengah malam.
Sambil menunggu kantuk datang, Riana kembali men-stalker berbagai akun sosial media milik Gilang. Dimulai dari instagram yang ternyata memiliki banyak pengikut. Yah, hal itu tidak mengherankan mengingat bahwa Gilang tidak hanya terkenal di dalam sekolah saja. Ia kerap menjadi wakil sekolah dalam berbagai olimpiade. Hal itu dapat Riana simpulkan setelah kemarin membuka instagram sekolahnya.
Postingan yang diunduh Gilang tidak ada yang spesial. Bahkan, tidak ada foto wajahnya sama sekali. Kebanyakan yang diposting ialah aksara-aksara Jepang dan pemandangan langit malam. Jari Riana berhenti bergerak ketika melihat satu postingan Gilang yang diunggah dua bulan yang lalu. Tidak ada yang spesial, hanya foto sertifikat yang menandakan bahwa ia telah lulus JLPT N5.
Tiba-tiba, sebuah ide terlintas di benak Riana, membuat gadis itu tersenyum. Ia kini mendapat ide bagaimana melakukan pendekatan dengan Gilang.
*****
"Woi, Lang! Kemarin ada yang follow instagram, lo, nih! Gue kepoin ya, orangnya!"
Saat ini, Malik dan David tengah berkumpul di rumah Gilang. Tidak ada alasan khusus, mereka hanya ingin bermain saja. Mumpung belum ada tugas dari guru dan jarang-jarang mereka mendapat kesempatan emas seperti ini.
"Kayak baru pertama kali ini aja lo sadar kalau followers-nya si Galang nambah tiap hari," ucap David sambil menekan-nekan tombol playstation. "Ck! Kok kalah, sih!"Â
"Iya juga, ya. Gue lupa kalau temen kita itu famous, mana cowok incaran satu sekolah lagi!"
David meletakkan PS-nya kemudian bergabung dengan Malik yang tengah merebahkan diri di kasur milik Gilang. Gilang sendiri lebih memilih duduk di meja belajar sambil membaca buku cetak matematika. "Tapi, ya, percuma ganteng kalau nyatanya jomlo," ucap David sambil tersenyum miring ke arah Gilang, bermaksud mengejek. Sedangkan Gilang sendiri hanya mendengus. Lagi-lagi dirinya dijadikan kambing hitam pembicaraan. "Lo pada enggak bosen ngomongin gue terus? Komen mulu bisanya. Kaya hidup lo udah pada bener aja."
"Pantesan lo enggak pernah punya cewek. Omongan lo ternyata enggak pernah berubah, masih aja pedes," ujar David dengan nada sarat akan sindiran. Gilang memang masih asyik dengan bukunya, namun telinganya mendengar jelas ucapan sahabatnya itu. "Gue enggak tertarik sama hubungan nggak jelas kaya gitu."