Forelsket

Syafa Azzahra
Chapter #5

04 - Kesepakatan

Hati-hati, cinta itu datang karena terbiasa.

*****

Jam istirahat telah tiba. Saat ini, Gilang beserta dengan Malik dan David tengah dalam perjalanan menuju kantin. Sebenarnya Gilang malas, namun Malik memaksanya untuk ikut. 

"Gue enggak nyangka kalau lo bisa sekejam itu," ucap Malik asal. Gilang menghela nafas kasar, lagi-lagi pembicaraan ini. Ia tidak sebodoh itu hingga tak paham apa maksud dari ucapan Malik barusan. Ia paham, sangat. Tapi, Gilang lebih memilih untuk berpura-pura tak paham. "Maksud lo apa?"

"Heh, kampret! Enggak usah sok-sokan pasang muka bego, deh. Kita tahu kalau lo itu sebenernya paham," sindir David. 

Sepertinya berpura-pura memang tidak berguna, terlebih di hadapan sahabat sendiri. "Emang salah kalau gue bersikap kaya tadi? Gue rasa kalian lebih dari paham kalau gue emang paling anti sama cewek. Lagipula, kalian pengen gue ladenin salah satu fans gue, kan? Dan begitu lah, cara gue buat ngeladenin mereka," jelas Gilang panjang lebar. Gilang memang irit bicara, dan jarang-jarang ia mau bicara panjang lebar seperti ini. Namun, keadaan lah yang memaksanya saat ini.

Merasa kesal, Malik menoyor kepala Gilang. Membuat sang empu menoleh dengan wajah tak bersahabat. "Lo kenapa, sih?"

"Seharusnya gue yang tanya gitu. Lo itu kenapa, sih? Otak lo masih waras, kan? Masa enggak bisa tunjukin respon yang lebih baik?" ucap Malik dengan nada kesal yang begitu kentara. Malik sendiri heran, mengapa bisa ia bersahabat baik dengan orang macam Gilang. 

"Ck! Gue udah bilang dari awal kalau gue keberatan sama dare nggak jelas itu. Jadi, jangan salahin gue!" ucap Gilang tak terima. Enak saja dirinya yang disalahkan. Semua ini dia lakukan juga karena dare sialan itu. Walaupun sikapnya terkesan kasar, tapi begitulah caranya meladeni cewek menyebalkan seperti Riana. Lagipula, sahabatnya itu tidak mengharuskannya meladeni dengan sikap baik. 

"Udahlah, Lik, diemin aja. Besok kalau ini anak kepincut sama Riana, kita cuma tinggal duduk diem sambil ketawa," ucap David menggoda. Oh, jangan lupakan senyum menyebalkannya yang dianggap menawan oleh kebanyakan kaum hawa itu. Membuat Gilang mual seketika.

"Lo bilang gue bakal kepincut sama Riana? Mimpi lo kejauhan," balas Gilang sambil terkekeh kecil. "Tapi, hati orang siapa yang tahu, sih, Lang? Lo pernah denger istilah cinta datang karena terbiasa, kan?" sanggah Malik, berusaha mendukung argumen David.

"Bullshit," balas Gilang sambil tersenyum meremehkan.

Pembicaraan mereka bertiga terhenti bertepatan dengan masuknya mereka ke kantin. Dan seperti biasa, kalimat berisikan pujian langsung terlontar dari seluruh penjuru kantin, memuji kesempurnaan mereka bertiga. Dan seperti biasa pula, Malik membalas semua ucapan itu dengan lambaian tangannya, sedangkan David hanya tersenyum kecil. Gilang sendiri lebih memilih mengacuhkan itu semua dan melangkah ke arah meja yang biasa ia tempati. 

Namun, pandangannya menajam begitu melihat perempuan yang pagi tadi sudah membuatnya kesal tengah terduduk di sana, bersama dengan satu temannya. Gilang mendesah frustasi. Mau apa lagi Riana kali ini?

Sedangkan di meja tersebut, Zoya sudah panik sendiri. Terlebih, beberapa detik yang lalu ia menatap tiga orang pemilik meja ini yang baru saja memasuki pintu kantin. Zoya kini menyesal, mengapa tadi ia menyanggupi ajakan Riana tanpa pikir panjang. Kalau sampai ada hal yang membuatnya malu, habis sudah harga dirinya. Bukannya tidak mau ikut susah bersama Riana, tapi salah satu dari tiga orang yang sekarang semakin mendekat itu merupakan salah satu seniornya di jurnalistik. Apabila nanti Riana membuatnya malu, mau ditaruh mana wajahnya nanti?

Gilang, Malik, dan David baru saja sampai di meja yang biasa mereka tempati. Namun, mereka merasa bingung mengapa Riana bisa berada di meja mereka. Riana yang paham dengan maksud pandangan tersebut segera berdiri. "Hmm, maaf ya, Kak. Meja yang lain udah penuh, dan cuma meja ini yang masih kosong. Kayaknya juga masih ada tempat sisa kalau kami duduk di sini. Enggak apa-apa kan, kalau kami gabung?"

Gilang baru saja ingin membuka mulut untuk menolak, namun Malik dan David sudah mendahuluinya. "Boleh, kok! Kita enggak keberatan juga." Gilang hanya bisa memutar bola mata malas ketika senyum iblis sahabatnya mengarah padanya. Pada akhirnya, dengan terpaksa dan perasaan dongkol setengah mati, Gilang menduduki salah satu bangku. Dan sialnya, Riana yang sebelumnya berada di ujung meja berpindah tepat ke hadapannya. 

"Halo Kak Gilang!! Kita ketemu lagi, nih!!" ucap Riana dengan riang, tak lupa juga dengan senyum mengembangnya. Dari situ Gilang menyadari bahwa Riana memiliki sepasang lesung pipi. 

"Gue eneg ketemu lo," balas Gilang datar yang justru direspon tawa kecil oleh Riana. Ternyata cewek ini memang gila. Setidaknya, itu yang dipikirkan oleh otak Gilang saat ini.

"Kalian mau pesen apa? Biar gue pesenin," tawar Malik yang ditanggapi positif oleh Riana. "Hmm, gue mau—" 

"Na, lo enggak punya malu apa? Kita itu di sini numpang, dan kenapa lo malah pakai acara nitip segala, sih?!" bisik Zoya yang sayangnya masih bisa didengar oleh David. "Santai aja kali. Malik udah biasa mesenin makanan buat gue ataupun Gilang. Lo enggak usah sungkan," ucap David yang disusul anggukan setuju dari Malik. 

"Tuh, lo denger sendiri, kan? Kalau gitu, samain aja deh, Kak. Gue sama Zoya pemakan segala, kok," balas Riana dengan sedikit kekehan ringan. Zoya yang melihatnya hanya bisa menepuk keningnya. Sahabatnya ini memang tidak ada jaim-jaimnya sama sekali. 

Riana menoleh pada Gilang yang hanya diam saja sedari tadi. Dengan inisiatifnya, Riana mencoba mengajaknya mengobrol. "Kak Gilang, aku mau nanya, dong."

Lihat selengkapnya