Tenang aja, sabarku unlimited, kok.
*****
Gilang segera meletakkan Riana di ranjang UKS. Setelahnya, para anggota PMR segera mendekat untuk melaksanakan tugas mereka. Gilang sendiri lebih memilih duduk di kursi yang berjarak beberapa meter dari ranjang Riana.
Gilang segera mengeluarkan handphone-nya, lantas menelepon David.
"Ya, dengan David di sini. Orang terganteng sepanjang masa dengan wajah—"
"Berisik!"
Ucapan Gilang yang terdengar dingin dan kasar membuat hening tercipta beberapa saat, sebelum akhirnya David berdeham pelan.
"Sorry. Btw, ada apa?"
"Lo masih di kantin?"
"Masih."
"Temennya Riana masih sama lo?
"Iya, masih. Kenapa sih, Lang?"
"Suruh temennya beli makanan buat Riana. Dia sekarang di UKS."
"UKS?! Lo habis apain anak orang, Lang?!"
Gilang memutar bola mata malas meskipun ia tahu David tak akan melihatnya.
"Tadi dia hampir pingsan. Makanya gue bawa ke UKS."
"Ya udah. Gue, Malik, sama Zoya bentar lagi ke UKS. Lo jangan kemana-mana dulu."
"Hmmm."
Bertepatan dengan selesainya panggilan, salah satu anak PMR mendekatinya. Dia Nisa, kebetulan mereka satu klub. "Dia enggak kenapa-kenapa, tapi badannya kecapekan. Itu yang bisa gue simpulin sekarang. Buat lebih jelasnya, lo bisa saranin dia buat pergi ke dokter."
Gilang mengangguk. "Thanks, Nis."
Nisa mengangguk pelan. "Enggak biasanya lo mau nolongin cewek kaya gini. Lo kesambet apaan, Lang?"
"Ck, berisik!!"
Nisa tertawa melihat respon Gilang. "Btw, dia anak baru di klub kita, kan? Siapa namanya? Rina?"
"Riana," ucap Gilang membenarkan. Nisa yang mendengarnya mengangguk-angguk. "Kayaknya lo bakal deket sama dia."
"Lo udah bosen hidup?"
Lagi, Nisa hanya bisa tertawa. "Well, gue cuma menebak. Enggak biasanya sikap lo kaya gini. Kita ada di satu klub yang sama selama satu tahun kalau lo lupa. Gue tahu sifat lo kaya gimana."
"Sok tahu lo kaya dukun!"
Tanpa menghiraukan ucapan Nisa lebih jauh, Gilang mendekat ke arah Riana yang tengah memejamkan matanya sambil memijat pelan pelipisnya.
"Nyusahin banget sih, jadi orang."
Ucapan bernada sinis itu sukses membuat Riana membuka matanya. Riana memandang Gilang dengan kerutan di dahinya. "Aku nyusahin kakak?" tanya Riana pura-pura tak paham.
"Cih, muka lo bikin gue pengen muntah," balas Gilang dengan sinis.
Riana tertawa pelan. "Makasih udah bawa aku ke sini, Kak."
"Dasar nyusahin! Kalau sakit itu ke UKS. Pakai sok-sokan kuat lagi. Untung lo enggak pingsan."
"Emang kalau aku pingsan, kakak bakal kenapa? Panik?"
"Dih, pede. Ya gue tinggal lah, mana sudi gue gendong," balas Gilang santai. Riana yang mendengarnya hanya bisa memajukan bibirnya.
"Ohh, gitu. Terus tadi siapa ya, yang pasang muka khawatir pas gendong aku?" sindir Riana sambil menaik turunkan alisnya. Gilang yang tahu bahwa Riana menyindirnya hanya mengedikkan bahu acuh, "setan kali."
"Wah, berarti aku suka sama setan, nih?"