Cewek itu selalu banyak maunya.
*****
Gilang segera ke luar dari kelas begitu bel berbunyi. Tak dihiraukannya teriakan Malik yang mengajaknya pergi ke kantin. Ia sedang malas. Terlebih ada hal yang hendak Gilang lakukan.
Menghampiri Riana.
Gilang melangkahkan di koridor lantai dua, lantai di mana kelas sepuluh bersarang. Dan kedatangan Gilang yang namanya memang sudah famous di angkatan kelas sepuluh, membuat koridor langsung heboh. Tidak usah tanyakan respon kaum hawa lagi, karena sejak langkah pertama yang ditapaki Gilang, pujian-pujian berisikan kekaguman langsung bertebaran.
Itu Kak Gilang, kan? Gilaaaa! Ganteng banget!
Itu yang namanya Kak Gilang? Gans banget!
Dia jomlo, kan? Gue gebet, ah!
Dia ngapain ke sini? Jangan-jangan dia mau nyamperin gue?!
Gilang mendengus dalam hati. Ternyata adik kelas barunya sungguh menyebalkan dan juga alay. Mendengar pujian yang terlontar tidak membuat Gilang tersenyum, justru membuatnya risih. Apa jangan-jangan semua cewek di sekolah ini tidak pernah melihat cogan? Pasalnya mereka semua memandangi Gilang dengan tatapan lapar.
Gilang mempercepat begitu mendengar bisik-bisik yang semakin mengencang. Dengan langkah lebar, akhirnya Gilang sampai di tempat tujuannya, kelas X MIPA 2. Baru saja ingin masuk, seseorang yang berasal dari dalam berjalan ke luar. Gilang segera mengerem langkahnya, begitu juga dengan orang di hadapannya.
"K—kak Gilang?" beo Zoya.
Dengan raut wajah datarnya, Gilang berdehem pelan. "Riana nya ada?"
Zoya masih terdiam akibat terkejut. Untuk apa Gilang repot-repot ke sini? Padahal biasanya Riana yang akan pergi untuk menemui Gilang. Apa jangan-jangan Gilang sedang kerasukan?
"Zoya, lo nggak denger?"
Zoya mengerjap beberapa kali sebelum memberikan cengiran lebar. "Hehe, maaf, Kak. Gue kaget karena lo ke sini. Ada apa? Cari Riana, ya?"
Gilang menggaruk pelan tengkuknya. Jujur saja ia salah tingkah. Mana ada sejarah Gilang meladeni cewek? Bahkan, ini pertama kalinya ia mendatangi kelas cewek yang menyukainya. Dan lebih parahnya, kelas yang ia datangi adalah kelas dari cewek yang selama ini selalu menguntitnya ke mana saja.
Gilang berusaha menormalkan tubuhnya dan kembali memasang wajah datar. "Riana ada?"
Zoya mengangguk sambil tersenyum menggoda. "Ada, kok. Hayoo, lo mau ngapain, Kak? Nggak biasanya dateng duluan."
Gilang berdecak pelan. Ternyata tidak hanya Riana, bahkan sahabatnya juga sama. Sama-sama membuat Gilang darah tinggi. "Yang mau gue temuin itu Riana, bukan lo. Kenapa jadi lo yang ribet?"
Senyum menggoda yang tadi sempat Zoya sunggingkan, langsung lenyap begitu mendengar ucapan Gilang. Ternyata benar apa kata Riana bahwa Gilang adalah orang yang bermulut pedas. Tidak Zoya sangka Riana akan kuat menerima ucapan Gilang dengan lapang dada, apalagi setiap hari. Membayangkannya saja membuat Zoya bergidik.
"Ya gue kan, cuma nanya."
Gilang memutar bola mata malas. Zoya sudah membuang-buang waktunya secara cuma-cuma. Dan itu cukup membuat Gilang merasa kesal. "Ck, sebenernya Riana ada nggak?!"
Sentakan dari Gilang membuat Zoya memasang wajah horor. "A—ada, kok! Gue panggilin dulu."
Setelah menyelesaikan ucapannya, Zoya segera memutar badan dan kembali ke mejanya. Karena tak ingin kena amuk oleh Gilang, Zoya langsung menarik tangan Riana menuju pintu kelas. Riana yang sedang menyiapkan sekotak roti bakar sontak memekik kaget begitu merasakan badannya ditarik-tarik tanpa perasaan. "Zoya! Lo ngapain tarik-tarik gue, sih?!"
Zoya yang masih menarik Riana lebih memilih diam dan melanjutkan kegiatan menariknya. Tentu saja itu membuat Riana kesal. "ZOYA! LO SARAP APA GIMANA, SIH?!"
"Diem aja deh, Na! Gue enggak mau sampai kena semprot gebetan lo itu!"
"Hah? Gebetan apa, sih? Lo ngigo?"
"Udahlah, ikut aja! Bentar lagi juga lo bakalan tahu."
Merasa tak mendapat jawaban, Riana justru semakin memberontak. Hal itu membuat Zoya cukup kesulitan menyeret Riana. Namun, Zoya seolah tak kehabisan akal. Meskipun Riana tengah berjongkok untuk mencegah Zoya meyeretnya, Zoya justru mengerahkan kedua tangannya. Selanjutnya, ia menyeret Riana lagi.