"Kak Gilang, ini aku buatin pancake tadi pagi. Dimakan, ya!"
Gilang menatap Riana dengan malas. Lagi-lagi cewek ini mengganggunya. "Ngapain lo kasih ke gue?"
"Ya buat dimakan, lah! Masa buat mandi?"
"Gue enggak bercanda!"
"Lah, siapa juga yang ngira Kakak bercanda? Kan, aku kasih pancake buat dimakan."
Gilang mendengus. "Gue enggak mau."
Senyum yang sebelumnya tersungging di wajah Riana langsung tergantikan dengan wajah bebek. Riana kira, setelah kejadian romantis kemarin sikap Gilang akan berubah menjadi lebih lunak. Ternyata harapan Riana yang satu itu tidak terwujud. Sikap Gilang masih sama dinginnya.
"Lo kira gue bakal jadi lebih lunak sama lo gara-gara kejadian kemarin? Jangan harap!"
Kerutan di wajah Riana bertambah, menandakan saat ini ia tengah kesal. "Kakak jahat banget, sih!"
"Gue emang jahat dari dulu. Kenapa? Baru sadar?"
Malik dan David hanya bisa menghela nafas pasrah melihat adu mulut tersebut. Tentu saja Malik dan David tahu apa yang terjadi semalam, karena Gilang memang memfoto keberadaan Riana di rumahnya secara diam-diam. Bukan tanpa alasan Gilang mengirimkannya. Foto tersebut Gilang jadikan bukti bahwa ia sudah mulai bergerak menjalankan dare sialan itu. Tentu saja tanpa mengatakan bahwa Riana yang memaksa datang. Kalau teman-temannya sampai tahu, bisa-bisa foto tadi tidak bisa dijadikan bukti.
"Terima aja apa susahnya sih, Lang? Kasihan noh, usaha anak orang lo anggurin," ucap Malik sambil menunjuk ke arah tempat makan yang tadi Riana sodorkan.
"Bener tuh, Lang. Lagian lo jadi orang nggak ada bersyukurnya sama sekali. Udah untung ada yang perhatian sama lo," timpal David.
Gilang memasang wajah tidak peduli. "Gue enggak pernah minta diperhatiin."
"Gilaak! Mulut lo tajem banget, Lang!"
Gilang memutar bola mata malas, lantas mengambil tempat makan tersebut. Setelah membukanya, Gilang segera menyodorkannya pada David. "Gue tahu lo pengen. Makan aja."
Riana melotot. "Kok—"
"Enggak usah protes. Yang penting udah gue terima. Soal siapa yang makan, itu jadi urusan gue."
"Ya udah, deh. Terserah Kakak aja. Yang penting udah diterima sama Kak Gilang!" seru Riana.
"Mau beli jus, ah! Ada yang mau pesen sekalian?" tanya Riana sambil berdiri. "Gue sama David jus jambu, ya!"
Riana mengacungkan jempolnya. "Siip!"
Riana segera pergi ke arah pedagang yang menjual aneka jus. Setelah mengantri cukup lama, akhirnya Riana mendapatkan apa yang ia inginkan. Tidak lupa juga dengan jus jambu milik Malik dan David.
Ketika mendekati meja yang tadi ditempatinya, Riana terbengong begitu melihat seseorang sudah menempati kursinya. Gadis cantik dengan jepit rambut berwarna kuning sudah duduk manis di kursi Riana tadi. Namun, hal yang membuatnya kaget bukanlah kursinya yang tengah ditempati gadis itu. Melainkan interaksinya dengan Gilang yang terbilang cukup dekat.
Riana dapat melihat Gilang menjawab pertanyaan gadis itu dengan wajah yang bersahabat. Tidak seperti saat berbicara dengan Riana. Dan hal yang membuat mata Riana melotot ialah saat Gilang menyodorkan tempat makannya ke arah gadis itu, menyuruhnya untuk memakan apa yang ada di dalamnya.
Sebenarnya, Riana tidak masalah apabila Malik ataupun David yang memakannya. Toh mereka sahabat Gilang. Namun, jika yang memakannya adalah seorang perempuan, beda lagi urusannya. Hati kecil Riana seolah tak terima.
Riana berjalan semakin dekat. Dan saat sudah berada di samping meja, Riana terbengong kaget. "Kak Nisa?"
"Hai Riana!"
"Kakak ngapain di sini?"
"Gue nyamperin Gilang. Ada yang mau gue bicarain tadi. Lo sendiri ngapain?"
"Daritadi gue udah di sini, Kak. Kursi yang dipakai Kakak itu tadi kursi gue."
"Oh, ini kursi lo? Maaf, gue enggak tahu. Gilang bilang kursinya kosong."
Riana memelototi Gilang. Gilang sendiri tidak mau kalah. Ia balik memelototi Riana. "Apa? Lo cuma mau nganterin makanan, kan? Makanannya udah gue terima, so, urusan lo udah selesai."
Nisa langsung melebarkan mata mendengar respon Gilang. "Lang! Mulut lo kurang ajar banget!"
"Apa? Gue kan bicara fakta. Jadi, gue enggak salah kalau bilang itu kursi kosong."
"Lang!" ucap Nisa memperingati.