"Lo mau makan apa?"
Suara Gilang membuat perhatian Riana teralih. "Terserah Kak Gilang aja. Kalau aku, mah, apa aja bakalan aku makan," balas Riana dengan cengiran lebar.
"Kenapa, sih, cewek suka banget jawab terserah?"
Riana menaikkan satu alisnya. "Eh?"
"Kenapa nggak bilang langsung maunya apa? Kalau pakai kata terserah, kan, rancu jadinya. Nanti kalau gue pesen, terus lo nggak suka gimana? Kan, jadi mubadzir," ucap Gilang panjang lebar disertai dengan raut wajah serius.
Riana tertawa melihatnya. "Ya ampun, Kak! Sekarang udah bisa ngoceh panjang lebar, ya? Belajar dari mana?"
Gilang mendengus. "Gue tanya malah lo balik nanya. Jawab aja apa susahnya sih, Na?"
Di sampingnya, Zoya, Malik, dan David tertawa terbahak-bahak. "Ada, ya, orang pdkt-an kaya kalian?"
Gilang mengernyit. "Kenapa emangnya?"
"Biasanya, orang pdkt-an itu sikapnya manis, lucu, plus rada gugup. Lah, kalian justru adu mulut nggak jelas," timpal Zoya seraya menunjuk Riana dan Gilang menggunakan jari telunjuknya.
Gilang mendengus kecil. "Itu, mah, orang lain, bukan gue. Peduli amat sama mereka."
Riana mengangguk setuju. "Jutru karena sering adu mulut, pdkt-an antara gue sama Kak Gilang jadi unik. Lagian, kalau Kak Gilang jadi pendiem, justru gue yang heran kali, Zo!"
Sadar dirinya tengah dijadikan bahan ejekan oleh Riana, Gilang lantas mendorong pelan kening cewek itu. "Ada-ada aja omongan lo."
Riana mengelus pelan bekas dorongan Gilang pada keningnya. Entah kenapa Riana menyukai tingkah Gilang yang selalu mendorong keningnya itu. Selain terbilang manis, apa yang dilakukan Gilang selalu sukses memunculkan debaran halus di hatinya. "Ya, kan, aku ngomongin fakta, Kak."
"Lo besok juga bakalan ngerasain, kok."
Riana menatap Gilang yang duduk di hadapannya. "Ngerasain apa?"
"Gimana rasanya waktu gue nggak nyuekin lo lagi. Setelah gue nemuin jawaban hati gue, lo akan jadi orang yang nggak akan gue cuekin lagi."
Riana merasakan kedua pipinya memerah. Terlebih, begitu sadar bahwa Gilang mengatakan hal sedemikian rupa di depan para sahabatnya tanpa ada rasa malu.
"Ekhem, bukannya gue mau ganggu, nih. Tapi, lo masih inget, kan, kalau yang ada di sini bukan cuma kalian?" celetuk David.
"Lo masih inget, kan, kalau kita-kita ini masih pada jomlo?" timpal Malik.
"Dan Kak Gilang paham, kan, kalau sombong itu nggak baik?" ucap Zoya seolah melengkapi perkataan David dan Malik.
Gilang menatap ketiga pengganggu tersebut. "Ck, ganggu aja!"
"Ganggu lo bilang? Hellooo, ini kantin bukan punya emak lo, kan? Lagipula, kalau niatan lo emang buat pdkt, kenapa tadi gabung sama kita-kita?" ucap David yang diangguki oleh Malik dan Zoya.
Gilang memilih mengabaikan sindiran David barusan. "Jadi, lo mau makan apa, Na?"
"Kalau itu, aku—"
"Jangan bilang terserah!" potong Gilang dengan raut wajah mengancam.
Riana terkekeh. "Iya-iya, bawel banget, deh! Aku mau mie ayam, aja."
Gilang mengangguk, kemudian segera berdiri untuk memesan makanan. Namun, belum sempat ia melangkah, Malik sudah berteriak lebih dulu. "Sekalian, pesenin buat kita, ya, Lang!"
Gilang mendengus. Tanpa mengindahkan teriakan Malik barusan, Gilang meneruskan langkahnya. "Gue nggak denger lo ngomong apa!"
*****
"Udah lama nunggu?"
Suara tersebut membuat Riana spontan menoleh. "Kak Gilang! Kaget tauk!"
Gilang terkekeh kecil melihat ekspresi Riana. "Maaf, gue nggak tahu lo bakal sekaget itu."
Masih dengan wajah cemberut, Riana menerima helem dari Gilang. "Kak Gilang, kok, lama datengnya? Tadi mampir dulu, ya?"
Gilang mengangguk membenarkan. "Iya. Di koridor tadi, gue ketemu sama Pak Rian. Beliau minta bantuan gue buat nganterin buku ke perpustakaan."
"Ooh, gitu," ucap Riana.
"Udah?"
Merasa posisinya sudah nyaman, Riana mengangguk. "Udah, Mang! Buruan atuh, dijalanin motornya."
Sambil menatap spion, Gilang mendengus kesal. "Lo kira gue tukang ojek?"
"Iya, cocok, kok! Tapi bedanya, Kak Gilang itu tukang ojek ganteng!"
Di dalam hati, Gilang tertawa kecil. Riana dan semua tingkahnya memang selalu sukses mengundang rasa gemas. Tanpa membalas ucapan Riana, Gilang segera melajukan motornya menuju ke sebuah toko buku. Hari ini Gilang memang meminta Riana untuk menemaninya membeli beberapa komik.
Tidak butuh waktu yang lama, keduanya sudah sampai di toko buku tersebut. Gilang segera memarkirkan motornya, lantas berjalan memasuki toko bersama dengan Riana. "Lo beneran nggak ada acara kan, sore ini?"
Riana menatap keseluruhan toko tersebut sembari menggeleng. "Enggak, kok. Lagian gue juga udah izin sama Bang Farren."
Gilang menarik sebelah tangan Riana menuju ke rak khusus komik. Beberapa rak berukuran sedang berderet rapi, dan dipenuhi dengan berbagai macam judul komik. Begitu menoleh, Riana dapat melihat jelas binar mata Gilang. Dan itu sukses membuat Riana tertawa.