Forelsket

Syafa Azzahra
Chapter #26

25 - Berbagi Cerita

Menceritakan masalahmu kepada orang lain bukan berarti kamu lemah. Bercerita berarti menegaskan bahwa kamu memang masih memiliki perasaan.

*****

Gilang mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Tidak perlu ditanyakan lagi, keributan di rumahnya tadi merupakan penyebab utamanya. Riana yang membonceng di belakang hanya bisa memeluk erat pinggang Gilang. Bukannya ingin modus, Riana hanya masih menghargai nyawa yang diberikan Tuhan kepadanya secara cuma-cuma.

Riana menarik nafas dalam-dalam. Bagaimanapun juga, ia harus berani menegur Gilang. Karena jika tidak ditegur, kecil kemungkinan mereka untuk pulang dalam keadaan utuh. "Kak, jangan cepet-cepet!"

Seolah tersadar bahwa Riana masih berada di motor yang sama, Gilang mengurangi kecepatan motornya secara perlahan-lahan. Begitu melihat lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah, Gilang memberhentikan motornya.

Riana bisa merasakan bahwa suasana antara dirinya dan Gilang berubah. Bagaimana tidak, jika Riana mendengar semua perdebatan yang seharusnya tidak ia dengarkan? Bagaimanapun juga, keluarga adalah masalah internal yang orang lain tidak perlu tahu. "Kak Gilang mau mampir? Kemana gitu," tawar Riana sembari menatap spion.

Hening merajai selama beberapa saat. Merasa ada yang aneh, Riana menunduk, kemudian wajahnya berubah kaget begitu sadar bahwa kedua tangannya masih melingkari pinggang Gilang. "Oh, maaf! Aku nggak bermaksud!" ucap Riana dan secara spontan menarik kedua tangannya. Namun, belum sempat kedua tangannya menjauh, tangan Gilang sudah menahannya.

"Nggak usah dilepas."

"E-eh?"

Gilang kembali menuntun tangan Riana untuk kembali pada posisi awal. "Jangan dilepas."

Diposisinya saat ini, Riana mencoba menahan debaran yang menggila dengan tidak tahu dirinya. "Ke-kenapa nggak boleh dilepas?"

"Saat ini, tangan lo seolah mengingatkan gue, kalau gue nggak bener-bener ditinggalin sama semua orang. Lo di sini, ada di sekitar gue. Jadi gue nggak merasa sendirian, seenggaknya untuk sementara ini."

Begitu Gilang menyelesaikan ucapannya, lampu berubah menjadi hijau. Gilang melepas kungkungan tangannya dari lengan Riana untuk kembali menjalankan motornya. 

Di belakang, Riana tersenyum simpul. "Tenang aja. Kak Gilang nggak akan merasa sendirian, karena Kak Gilang punya aku."

Meskipun suara Riana samar-samar, Gilang dapat mendengarnya dengan jelas. Diam-diam, Gilang menggulung senyum tipis. Gue bersyukur lo ada buat gue, Na, batin Gilang.

*****

Setelah beberapa minggu tidak melangkahkan kaki di rooftop sekolah, akhirnya hari ini Riana kembali ke tempat tersebut. Alasannya? Tentu saja seorang Gilang Abiyasa!

Akhir-akhir ini, lebih tepatnya semenjak Gilang memutuskan untuk melakukan pendekatan, Riana dan Gilang memang lebih sering menghabiskan waktu istirahat bersama. Tetapi, keduanya tidak memesan meja sendiri ataupun sejenisnya. Mereka memilih menghabiskan waktu dengan tetap bergabung dengan teman-temannya. Selain merasa masih canggung dan malu, keduanya merasa sedikit risih jika harus menjadi perhatian seisi kantin.

Namun, hari ini sedikit berbeda. Begitu Riana tiba di kantin bersama Zoya, ia hanya melihat Malik dan David yang tengah asyik menikmati makanan masing-masing. Awalnya Riana mengira Gilang tidak datang ke sekolah. Namun, Malik mengatakan bahwa Gilang tetap datang meskipun sedari pagi sudah memasang wajah tidak bersahabat.

Mendengar penjelasan Malik, Riana tidak memerlukan alasan lain untuk mengetahui kenapa Gilang memilih menyendiri. Tidak salah lagi, pasti karena masalah kemarin. 

Pagi tadi, Riana sudah memiliki feeling bahwa mood Gilang akan memburuk hari ini. Dan sebagai usaha untuk mengembalikan mood Gilang, Riana membuatkan cowok itu bekal. Meskipun hanya roti bakar, setidaknya Riana membuatnya sendiri. Riana juga yakin bahwa Gilang tidak akan mempermasalahkan apa yang dibuatnya. Apapun itu, Gilang pasti menghargai dan memakannya. Karena semenjak Riana rutin memberikan bekal, Gilang semakin jarang menolak hal tersebut.

Sesuai dugaan Riana, Gilang berada di rooftop. Cowok itu tengah duduk di pagar pembatas dan membiarkan kedua kakinya tergantung. Dengan perlahan Riana mendekat, berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Begitu sampai di belakang Gilang, Riana mencolek pelan lengan cowok itu. Spontan, Gilang menoleh dengan wajah terkejut

"Tumben Kak Gilang nggak sadar. Biasanya, kan, aku selalu gagal buat ngagetin Kakak," ucap Riana sembari menyenderkan tubuhnya pada pagar pembatas.

Gilang kembali menatap ke depan. "Ngapain lo ke sini?"

"Buat nemenin Kak Gilang, dong!"

"Gue lagi nggak mau ditemenin sama siapapun. Lo sebaiknya pergi, sebelum gue kehilangan kontrol karena emosi gue sendiri," ucap Gilang dengan nada tak ingin dibantah, dan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Riana.

Mungkin bagi orang lain, ancaman yang sarat emosi itu bisa berguna. Namun, hal itu tidak berguna bagi Riana. Karena Riana adalah orang yang sangat keras kepala. "Kalau aku nggak mau gimana?" ucap Riana dengan nada menantang.

Gilang mendengus. Di dalam hati ia merutuki dirinya yang lupa bahwa Riana adalah orang yang begitu keras kepala. Cewek itu tidak akan mempan dengan ancaman. "Terserah."

Gilang turun dari posisinya tadi. Bukan tanpa alasan ia melakukannya. Gilang tahu, Riana adalah orang yang nekat. Tidak butuh waktu lama, cewek itu pasti akan menyusulnya untuk duduk di pagar pembatas. Tentu saja itu berbahaya, apalagi Riana memakai rok. Jadi, sebelum cewek itu melakukan hal gila tersebut, Gilang sudah terlebih dahulu mencegahnya.

Lihat selengkapnya