Forelsket

Syafa Azzahra
Chapter #27

26 - Raihana Kirei

"Karena lo kalah, jadi lo yang harus kasut kartunya!" ucap Malik sembari mengoper tumpukan kartu tersebut ke arah Zoya.

Zoya memberengut. "Kenapa nggak main uno aja, sih? Gue nggak bisa main beginian!"

Malik terkekeh. "Masa main poker aja nggak bisa? Asal lo punya strategi, pasti lo bisa menang, kok!"

"Percuma kali kalau nggak punya poker!"

Riana merangkul pundak sahabatnya itu. "Udahlah, Zo. Lagian cuma ngasut doang! Atau mau gue yang kasutin?"

Zoya cepat-cepat menggeleng. "Nggak, ah! Ntar gue dikira nggak sportif, lagi!" ucap Zoya sembari mengasut kartu-kartu tersebut.

"Kak Gilang nggak mau ikutan?" tawar Riana begitu kartu selesai dibagikan. Di pojok dekat rak buku, Gilang menggeleng. "Tanggung, Na."

David terkekeh. "Percuma lo ngajak Gilang kalau dianya asik baca komik. Lo nggak bakalan disautin."

Pandu mengangguk setuju. "Yaudah, buruan mulai, yuk!"

Saat ini, keenam murid tersebut tengah berkumpul di ruang klub bahasa Jepang. Tadi, saat hendak kembali ke kelas setelah istirahat kedua, sebuah pengumuman diumumkan melalui pengeras suara. Pengumuman tersebut mengatakan bahwa semua guru diharuskan berkumpul untuk menghadiri rapat. Tentu saja pengumuman tersebut disambut oleh sorak bahagia semua murid karena kelas akan kosong. Lagipula, siapa sih, yang bisa menolak surganya anak sekolahan?

Karena saat itu mereka tengah bersama-sama, Malik mengusulkan untuk mengisi jamkos di ruang klub. Dan saat mereka tiba, ternyata ada Pandu yang juga tengah bersantai. Untuk mengisi waktu, Malik mengusulkan untuk bermain kartu. Kebetulan, ia memang selalu meninggalkan kartu di ruang klub.

"Yeay! Gue auto win, nih!" sorak Riana. 

"Eitss, jangan seneng dulu! Kartu gue juga bagus-bagus, nih!"

Riana memasang wajah sombong. "Nggak percaya banget, sih! Nih, gue buktiin!" ucap Riana sembari mengeluarkan kartunya. Karena tadi ia yang mendapatkan kartu tiga sekop, maka yang pertama memulai giliran adalah dirinya. Riana segera mengeluarkan kartunya, yaitu full house dengan triple queen dan double sepuluh. "Gimana-gimana, ada yang berani?"

Malik yang awalnya terlihat percaya diri, kini berubah pias. "Kok, lo lucky banget, sih?"

David dan Pandu mengangguk bersamaan. "Gue aja nggak dapet full house sama sekali!"

Riana tersenyum senang. "Serius, nih, nggak ada yang berani? Jadi, gue lagi, kan? Dan, taraaa!!"

"What? Double poker? Lo emang lucky banget!"

Karena tidak ada yang berani menandingi, Riana kembali mengeluarkan kartunya, empat sekop. "Karena gue baik, jadi gue sisain kartu kecil, nih."

Permainan kembali berlanjut. Kali ini, Zoya dan Pandu yang menyusul Riana. Sedangkan Malik dan David sama-sama masih bertarung untuk memutuskan siapa yang kalah. 

"Kalian pada haus nggak? Gue mau beli minum, nih."

"Gue titip dong, Na!" teriak Malik dan David bersamaan. 

"Sekalian gue beliin buat semua aja, deh! Disamain nggak apa-apa, kan?" tanya Riana.

Malik mengangguk. "Nggak apa-apa. Biar sekalian, jadinya nggak ribet." 

Riana mengacungkan jempolnya. "Oke!"

"Eh, Lang, temenin tuh, si Riana! Pasti dia bakalan kesusahan kalau bawa semua pesenan kita sendiri," ucap Malik dengan wajah menggoda. 

"Nah, bener, tuh! Ntar kalau di jalan diapa-apain, gimana? Lo tahu sendiri, kan, gimana tingkahnya kelas dua belas kalau pada nongkrong di koridor?" timpal David. 

Riana menatap Gilang yang masih asyik dengan komiknya. Mungkin cowok itu memang benar-benar tidak bisa diganggu jika sedang membaca komik. "Nggak usah, lah! Lagian juga cuma ke kantin."

"Dih, Kak Gilang jadi orang nggak peka amat," celetuk Zoya. 

"Setuju, gue! Ntar kalau Riana diambil orang, baru tahu rasa lo!"

Di posisinya, Gilang berdecak kesal. Ia tidak suka ada yang mengganggunya saat membaca komik. "Berisik!"

Pandu yang sebelumnya hanya diam saja, kini angkat bicara. "Kalau lo nggak mau, biar gue aja yang temenin Riana."

Malik bersiul menggoda. "Kayaknya, saingan lo berat juga, ya, Lang! Mana dia main terang-terangan lagi!"

Sadar dirinya tengah disindir, Pandu tersenyum kecil sembari mengedikkan bahu. "Nggak ada salahnya, kan? Lagian, si Riana belum jadi pacarnya Gilang. Jadi, gue masih punya kesempatan."

"Wow, gue baru tahu kalau lo suka main tikung, Pan," ucap David begitu ia selesai bermain kartu. Dan hasilnya, yang kalah adalah Malik. 

Pandu mendengus. "Gue cuma berusaha. Toh, belum tentu, kan, Riana bakalan milih Gilang? Seseorang yang jadi prioritas bakalan kalah sama orang yang selalu menjadikan orang lain prioritas," ucap Pandu sembari menatap Gilang dengan raut wajah mengejek. Gilang hanya bisa mengepalkan tangannya begitu sadar ia tak bisa membalas ucapan telak yang dilontarkan oleh Pandu.

Merasa keadaan semakin menegang, Riana buru-buru melerai. "Ih, malah pada bahas apaan, sih? Nggak penting, tahu! Udah lah, gue ke kantin dulu."

Riana berjalan ke luar dari ruang klub, dan Pandu buru-buru menyusulnya. "Gue temenin, ya?" 

Riana melirik sekilas. "Terserah."

Pandu tertawa begitu sadar Riana tengah berusaha bersikap cuek padanya. "Ngapain ketawa?" tanya Riana dengan nada tak bersahabat.

Sambil berusaha mengatur tawanya, Pandu menatap Riana. "Lo berusaha nyuekin gue, ya? Gara-gara adu mulut tadi?"

Riana mendengus. "Gue nggak tahu, ya, Kak, kenapa lo bersikap kaya gitu ke Kak Gilang tadi. Nggak mungkin, kan, kalau lo suka sama gue?"

Lihat selengkapnya