Terkadang, orang yang bisa menyelesaikan masalah orang lain justru memiliki masalah yang tidak bisa ia selesaikan sendiri.
*****
"Cantik banget adik gue! Mau kemana, nih?"
Riana menoleh ke belakang dan menemukan Farren yang sedang berdiri sembari membawa mangkuk. "Apaan, tuh, yang ada di mangkuk lo?"
"Mie rebus. Kenapa? Lo mau?"
Riana mendengus kesal. "Bang, udah berapa kali gue bilang, sih? Jangan sering-sering makan mie instan! Nggak baik buat kesehatan!" omel Riana.
"Sering? Penasaran, terakhir gue makan mie instan itu bulan lalu, deh, Na."
Riana mengedikkan bahu tak peduli. Untuk urusan makanan, ia memang sedikit rewel. Sebisa mungkin, ia tak akan membiarkan Farren menyantap mie instan. "Bukannya tadi Bi Jum habis masak, ya? Kenapa malah bikin mie?"
"Lagi pengen aja!" balas Farren dengan cengiran lebar. "Lagipula, jarang-jarang, kan, gue makan mie instan?"
Riana mendengus. Mie instan, kan, tidak sehat jika dikonsumsi terlalu banyak. Jadi, tidak salah, kan, kalau ia melarang abangnya itu? "Pokoknya, bulan ini nggak boleh makan lagi! Kalau sampai gue tahu lo makan mie diem-diem, jangan salahin gue kalau kunci motor lo ilang."
Farren mengangguk patuh. Lagipula, ia tidak mau sampai kena hukum adiknya itu. Karena kalau sudah menghukum, Riana tidak akan pernah memberikan belas kasihan. "Btw, lo mau kemana, sih? Tumben dandannya rapi banget. Pakai dress lagi!"
"Emang kenapa kalau gue pakai dress? Nggak boleh?"
Farren yang sedang menelan suapan pertamanya buru-buru menggeleng. "Bukan gitu maksud gue. Lo, kan, jarang pakai baju begituan. Entah ribet, panas, dan sekarung alasan lainnya. Emang, lo ada acara formal, ya, malam ini?"
Riana mengangguk pelan. "Gue mau pergi sama Kak Gilang."
"Pakai baju dress semi resmi kaya gitu? Emang pergi kemana, sih? Lagian, ini bukan malem minggu, kan?
Riana menatap Farren malu-malu. "Emang keluar sama gebetan harus malem minggu? Lagian gue bukan mau jalan, kok. Gue mau nemenin Kak Gilang buat ketemu sama bokapnya."
"Uhuk!" Saking kagetnya, Farren sampai tersedak kuah mie rebus. "Nani?! Ketemu sama bokapnya?! Lo mau dikenalin ke keluarganya dia?!"
Riana menggeleng. "Nggak, kok. Eh, maksud gue belum."
Farren bertambah bingung. "Kalau bukan buat dikenalin, terus kenapa lo mau nemenin dia buat ketemu sama bokapnya?"
Riana menaik turunkan kedua alisnya. "Mau tahu aja atau mau tahu banget?"
Farren berdecak kesal. Saat ini dia benar-benar kepo berat, dan adiknya itu justru mempermainkannya. "Gue serius ini, Na!"
Riana tertawa lebar. "Keluarganya ada masalah, Bang."
"Masalah? Masalah apa?"
"Sori, Bang. Tapi, gue nggak bisa cerita," balas Riana. Bagaimanapun juga, ini privasi Gilang, kan? Dia tidak berhak untuk menceritakannya pada orang lain.
Farren mengangguk paham. "Oke, gue bisa ngerti kenapa lo nggak bisa cerita. Gue bisa hargai privasi Gilang. Tapi seenggaknya, gue boleh tahu, kan, lo bakalan pergi ke mana?"
"Makan malem, Bang. Kalau kata Kak Gilang di chat tadi, tempatnya di restoran."
Farren mengangguk. "Pantesan lo dandan kaya cewek."
Riana memanyunkan bibirnya. Memangnya, jika tidak berdandan ataupun menggunakan dress, ia tampak seperti cowok?
Tidak lama kemudian, suara mobil terdengar dari luar. Sembari menunggu Gilang masuk, Riana kembali mengecek penampilannya. Ia tidak mau sampai salah kostum yang bisa membuatnya malu sendiri. Sebenarnya, bisa saja, sih, ia langsung keluar. Tetapi, Farren lebih suka jika teman yang mengajaknya pergi meminta izin di depannya langsung. Bahkan, itu juga berlaku pada Zoya.
"Assalamu'alaikum."
Riana berjalan menuju pintu lantas membukanya. "Wa'alaikumsalam."
Gilang yang sebelumnya igin menanyakan keberadaan Farren, langsung terdiam begitu melihat penampilan Riana saat ini. Gilang akui, Riana adalah orang yang manis. Dengan wajah tanpa riasan dan sweater yang biasanya ia pakai saja, cewek itu sudah terlihat manis. Apalagi, jika menggunakan dress dan wajahnya dirias dengan sedikit make up. Malam ini Riana benar-benar terlihat lebih manis daripada biasanya.
"Kenapa? Aku cantik, ya?" ucap Riana dengan nada usil, membuat Gilang salah tingkah sendiri. "Nggak, kok."
Riana memanyunkan bibirnya. Apa Gilang benar-benar tidak bisa memujinya? Padahal, kan, ia sudah berganti pakaian selama beberapa kali demi memberikan kesan yang berbeda. Tapi, bukannya membuatnya senang, cowok itu justru membuatnya kesal.
Menyadari raut wajah kesal Riana, Gilang buru-buru melangkah maju. "Lo emang nggak cantik, tapi manis," bisik Gilang. Beberapa detik suasana berubah hening, hingga akhirnya Gilang menggeleng. "Ralat, bukan manis. Tapi manis banget."
Siapapun tolong pegangi Riana agar ia tidak terbang terlalu tinggi!