Forelsket

Syafa Azzahra
Chapter #36

35 - Fitnah

+62xxxxxxxxxx

Apartemen Permai Indah, lantai 12 kamar 102.

Kalau kamu masih sayang sama keluarga dan teman-temanmu, datang ke alamat itu jam delapan malam nanti.

Kalau enggak, kamu bakalan tanggung sendiri akibatnya.

Ingat, sendirian. Dan jangan beritahu siapa-siapa.

Riana kembali memandang pesan yang masuk ke nomornya beberapa waktu lalu. 

Riana mengutuk orang misterius itu dalam hati. Sebenarnya, siapa dia? Apa yang dia inginkan dari Riana? Dan kenapa orang aneh itu selalu mengatakan soal 'balas dendam'. Setahu Riana, ia tidak pernah berurusan dengan orang-orang aneh apalagi sampai menyebabkan dendam.

"Pokoknya, habis ini kalau lo dapet pesan aneh lagi, langsung kasih tahu gue! Nggak ada acara sembunyi-sembunyi lagi!"

Kata-kata Farren kembali terngiang-ngiang di kepala Riana. Sebenarnya, ia sendiri sangat ingin memberitahukan hal ini pada abangnya itu. Tetapi, orang misterius itu mengancamnya. Apalagi ia membawa-bawa keluarga dan temannya. Kalau sudah begini, tidak mungkin, kan, ia bercerita pada Farren ataupun Pandu?

Jika ia bercerita, bisa-bisa semuanya justru semakin memburuk.

Riana menghela nafas panjang. Sepertinya tidak ada pilihan lain selain datang ke alamat itu seorang diri. Walaupun ia sendiri tahu, bisa saja itu berbahaya. Namun, Riana juga ingin tahu, siapa sebenarnya orang yang selama ini selalu menerornya. Dan apa yang dimaksud dengan 'balas dendam' oleh orang itu.

Riana mengangguk yakin. Keputusannya sudah bulat. Malam ini, ia akan datang sendirian. 

*****

"Mau kemana, lo?"

Riana yang sedang memakai sepatunya segera menoleh. "Mau main!"

"Main kemana? Terus sama siapa?"

Riana mendengus. Dasar abang bawel!

"Gue mau ke rumah Zoya."

Farren mengangguk-angguk. "Btw, lo beneran nggak papa, nih, kalau gue tinggal sendirian?"

Saat keduanya sedang bersantai di ruang keluarga tadi, sebuah panggilan masuk ke handphone Farren. Riana kira, telepon itu dari teman abangnya. Namun ketika melihat perubahan wajah Farren, Riana menjadi ragu. Karena merasa penasaran, begitu panggilan selesai, Riana buru-buru bertanya. Dan ternyata, telepon itu dari asisten rumah tangga yang bekerja di rumah kakek dan neneknya di Jepang.

Flashback on

"Ada apa, Bang? Nggak biasanya Yuki-san nelepon," tanya Riana.

Raut wajah Farren berubah cemas. "Nenek masuk rumah sakit, Na."

Kedua mata Riana membulat kaget. "Nenek? Kok, bisa?!"

Farren mengangguk. "Sakit jantungnya kambuh lagi. Dan gawatnya, Tante Sakura baru nggak di Jepang. Tante baru di luar negeri karena ada urusan pekerjaan."

"Jadi, nggak ada yang ngerawat nenek?"

Farren menggeleng. Karena kakek sudah meninggal empat tahun yang lalu, nenek hanya tinggal berdua dengan ART. 

"Jadi, Bi Yuki minta tolong ke kita?" tanya Riana memastikan. "Iya."

"Ya udah, mending besok pagi kita berangkat ke Jepang. Gue nggak tenang kalau kondisi nenek drop kaya gini," ucap Farren.

Riana terdiam selama beberapa saat. "Mending yang pergi lo aja, Bang. Gue tetep di sini."

"Eh? Kenapa?!"

"Biar gue jagain Ayah."

Farren memandang Riana dengan tatapan tak percaya. "Lo gila?! Itu sama aja lo masuk ke kandang singa!"

"Gue tahu, kok. Cuma, nggak mungkin, kan, kalau kita semua pergi ke Jepang tanpa Ayah? Nenek pasti curiga dan tanya-tanya. Bisa-bisa, nenek justru tahu masalah kita dan keadaannya makin drop."

Farren yang sebelumnya hendak mendebat Riana langsung terdiam. Selama ini neneknya memang tidak tahu soal masalah keluarga mereka. Yang neneknya tahu ialah hubungan mereka masih harmonis meskipun sang Bunda dan Hana sudah pergi. 

"Tenang aja kali, Bang. Gue nggak apa-apa, kok, di rumah."

"Tapi Ayah—"

"Lo tahu sendiri, kan, kalau Ayah jarang pulang? Santai aja. Lagipula gue kan, ada Zoya. Kalau semisal Ayah emang di rumah, gue bakalan nginep ke rumah dia, kok."

Flashback off

"Beneran nggak apa-apa?" tanya Farren yang entah sudah keberapa kalinya. Bahkan Riana merasa jengah karena terus-menerus ditanya seperti itu. Tapi, ia bisa mengerti seberapa khawatirnya Farren. Abangnya itu lah yang selama ini menjadi saksi perubahan sikap Ayah dan berdampak pada psikis Riana. Wajar saja abangnya itu khawatir bukan main.

"Iya, Bang, nggak apa-apa. Lagian lo di sana cuma seminggu, kan, sampai Tante Sakuran balik lagi?"

Farren mengangguk membenarkan. "Tuh, cuma seminggu, kok. Santai aja! Toh, Ayah pulang paling dua minggu sekali, kan?"

Lihat selengkapnya