Bohong!
Bohong!
Bohong!
Ini bohong, kan?!
Siapa yang tega melakukan semua ini? Siapa yang tega memfitnahnya serendah ini? Siapa yang sebegitu tidak punya hatinya, sampai-sampai membuatnya dipandang jijik oleh semua orang?
Riana menundukkan kepalanya semakin dalam. Kenapa? Kenapa ia harus difitnah seperti ini? Apakah hidupnya kurang rumit, sampai-sampai masalah terus berdatangan silih berganti?
"Ihh, gue nggak nyangka di sekolah kita ada cewek kaya dia!"
"Iya, ya? Gue nyangka banget!"
"Adik kelas nggak tahu diri!"
"Bukannya dia yang ngedeketin Gilang itu, ya? Nggak nyangka gue, ternyata dia main belakang sama Pandu!"
"Serakah banget!"
"Nggak cuma serakah, dia juga muka badak."
"Dasar nggak tahu malu! Harga diri perempuannya kemana, sih?"
Merasa risih dengan suara-suara tersebut, Pandu segera merangkul Riana. "Na, mending kita pergi dari sini."
Riana tak membalas apapun. Yang ada di pikirannya saat ini ialah, jika ia pergi sekarang, bukannya itu akan semakin memperjelas bahwa dirinya dan Pandu memang terlibat sesuatu? Seakan keduanya benar-benar melakukan seperti apa yang tertera di mading sekolah.
Namun, jika terus berdiam di sini, Riana tidak yakin dirinya bisa kuat menghadapi semua hujatan-hujatan tersebut. Hujatan dan makian yang keluar tanpa tahu kebenaran yang sebenarnya. "Ayo, Na," ajak Pandu lagi. Pandu tidak ingin cibiran dan makian tersebut membuat mental Riana semakin turun. Ia sudah tahu dari Kak Ara, bahwa akhir-akhir ini Riana sedang tidak stabil.
Baru saja berbalik, kerumunan di sekitarnya kembali membuka, menandakan seseorang tengah berjalan mendekat. Dan begitu Riana mengetahui siapa orangnya, wajahnya langsung berubah pias. Pandu yang juga sadar dengan keadaan ikut berdecak kesal. "Semoga dia nggak salah paham." Bukan tanpa alasan Pandu berharap sedemikian rupa. Karena ia tahu, Riana tidak akan diam saja begitu tahu kalau Gilang lebih percaya rumor itu dibandingkan apa yang sebenarnya terjadi.
Riana menatap lurus Gilang yang juga sedang menatapnya. Di dalam hati, Riana berharap Gilang tidak asal memutuskan. Ia juga berdoa agar Gilang tidak mendengar suara-suara menghakimi yang berterbangan di sekitarnya. Karena jika sampai cowok itu percaya, Riana tidak yakin ia akan bisa bertahan.
*****
"Lang! Lo udah denger berita hari ini?!"
Di bangkunya, Gilang berdecak kesal. Ini masih pagi dan David sudah mengganggunya. "Apaan sih, lo, Nyet? Ganggu aja!"
David ikut berdecak. "Ck! Ini gawat! Berita ini ada sangkut-pautnya sama si Riana! Emangnya lo nggak khawatir, apa?!"
Mendengar nama Riana disebut, Gilang buru-buru menegakkan punggungnya. Yah, meskipun waktu itu ia melihat Pandu begitu dekat dengan Riana, ia tidak bisa marah dengan cewek itu. Apalagi sampai menyalahkannya. Lagipula jika diingat-ingat, waktu itu Riana sedang tertidur. Jika masih terjaga, pasti ia akan menepis dan menolak apa yang dilakukan Pandu sambil berkata, "aku baru deket sama Kak Gilang. Kak Pandu nggak usah bikin semuanya tambah ribet, ya!"
Bukannya bermaksud terlalu pede, tapi ia tahu betul Riana. Cewek itu terlalu blak-blakkan dan selalu mengatakan apa yang dirasakannya secara langsung. Selain itu, ia tidak akan mau jika memiliki hubungan rumit. Karena bagi Riana, mencintai Gilang saja sudah lebih dari cukup. Gilang dan segala sifatnya saja sudah cukup membuatnya pusing. Apalagi jika dia mencintai dua orang! Tentu saja Riana tidak mau repot-repot membayangkan apalagi sampai mencobanya.
Semalam, Gilang juga sudah menceritakan apa yang ia lihat kepada Malik. Seperti dugaannya, cowok itu mengatakan bahwa ia terlalu over thinking, dan menyuruhnya untuk tidak mengambil keputusan secara sepihak. Sahabatnya itu juga menyarankannya untuk bertanya langsung, baik pada Riana maupun Pandu agar tidak terjadi salah paham.
"Riana?" ucap Gilang heran. Tidak biasanya cewek tidak menonjol seperti Riana menjadi bahan perbincangan.
David mengangguk. "Dan gue harap lo nggak emosi waktu denger berita ini."
Gilang mengernyit tak paham. "Emang ada apa, sih?"
David mendekat lantas membisikkan sesuatu kepada Gilang. Dapat diterka dengan mudah, bahwa ekspresi Gilang berubah dengan cepat begitu mendengar apa yang dikatakan David. "Ngaco, lo!"
"Gue nggak bohong, Lang! Beritanya ada di mading. Bahkan, ada fotonya juga!"
"Lo mau ngerjain gue?!"
"Enggak, Lang! Dan asal lo tahu, foto yang dipajang di mading itu, sama persis dengan yang gue lihat kemarin."
Gilang mengernyit bingung. "Sama persis?"
Ragu-ragu, David mengangguk. "Semalem, gue sama Zoya nggak sengaja ngelihat Riana sama Pandu pelukan di depan kamar apartemen."