Ada kalanya Mun Hee menatap nenek dengan asing. Suatu pagi nenek muncul di hadapannya dan ia merasa tidak sedih lagi. Tetapi, asing. Meskipun nenek berbicara padanya, ia merasa asing. Hanya saja nenek selalu mengikutinya dan ia mulai terbiasa mengisi hari mengobrol dengan nenek tanpa mengingat bahwa nenek sebenarnya sudah pergi selamanya. Berangsur-angsur ia merasa membaik.
“Dengarkan aku, Mun Hee,” begitu kata Song Kang yang sedang duduk di sofa bersama dengannya membuyarkan lamunan Mun Hee. “Aku akan menunjukkan padamu bahwa kita di apartemen ini benar-benar hanya berdua saja. Tidak ada orang lain. Ya?”
Mun Hee yang baru selesai menangis tersedu-sedu menghapus sisa-sisa air mata di sudut-sudut matanya. Ia mengangguk. “Tunjukkan padaku, Song Kang. Aku sendiri bahkan ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.” Ujarnya.
Song Kang berdiri dari duduknya dan mengambil ponselnya. Untuk beberapa saat dia sibuk mengutak-atik ponselnya sebelum akhirnya mendongak menatap Mun Hee. “Sini kutunjukkan,” Song Kang menarik tangan Mun Hee pelan. Ternyata ia sudah mengaktifkan kamera di ponselnya dan menggunakan mode selfie sehingga wajahnya dan Mun Hee dapat terlihat di layar. Ia pelan-pelan mengajak Mun Hee untuk mengelilingi ruangan televisi yang terekam di dalam layar ponselnya. Tidak ada siapa pun selain dirinya dan Mun Hee. Begitu pun dengan di ruangan-ruangan lain. Kamera tidak menunjukkan adanya orang lain di apartemen selain Song Kang dan Mun Hee. “Jadi, sekarang kamu mengerti apa yang sedang kamu hadapi?” Tanya Song Kang ketika mereka sudah selesai berkeliling seluruh ruangan.
Mun Hee terdiam, menarik napas panjang, sebelum berkata dengan air mata yang ia tahan agar tidak jatuh begitu saja tidak peduli betapa sedihnya dirinya saat ini. “Kamu tahu, Song Kang, kukira itulah caraku menjaga diriku dari rasa sedih dan kehilangan. Aku tidak mempunyai siapa pun lagi, kamu tahu, kedua orangtuaku memilih tinggal di Jeju dan bahkan sangat jarang menanyakan kabarku. Aku tidak ingin merepotkan mereka dengan rengekanku. Kukira aku akan baik-baik saja setelah kepergian nenek. Tetapi, ternyata aku merasa sangat kesepian… malam itu…,” Mun Hee akhirnya kalah dengan air mata yang tak terbendung untuk berlinang, “Kak Ji Hoon dan Jae Wook menemukanku setelah tidak berhasil mereka hubungi. Aku tidak bisa berpikir panjang, kamu tahu, aku hanya mendadak merasa sangat kesepian. Biasanya aku akan menemuimu untuk berbagi keluh kesah…,” Mun Hee mendesah, menyeka air mata dan ingus yang mulai membanjir, “… tetapi, kamu sudah tidak bersama denganku lagi. Aku tidak bisa menemuimu begitu saja. Kamu sudah menikah. Aku bahkan tidak tahu apakah kamu masih menganggapku sebagai temanmu. Ditinggalkan olehmu begitu saja cukup membuatku patah hati. Satu-satunya teman yang benar-benar kuhargai tiba-tiba pergi begitu saja dari hidupku, tidak bisa kuraih, aku begitu menderita jika mengingat sepuluh tahun yang penuh kerinduan padamu, Song Kang –,”