Setiap kali ke tempat Mun Hee dan neneknya, Song Kang sering merasa bingung. Bagaimana nenek dan cucu itu lebih memilih untuk tinggal di sebuah petak apartemen kecil di gedung tinggi besar yang sebegitu luasnya yang sebenarnya milik mereka? Orang-orang yang menyewa apartemen di sana bahkan berdandan nampak lebih kaya dari mereka berdua. Dia benar-benar merasa heran ketika nenek yang sudah begitu kaya masih memilih untuk membuka toserba di lantai satu gedungnya. Tidak banyak yang tahu bahwa nenek-cucu itu adalah pemilik gedung mewah ini. Bahkan, nenek juga mempunyai gedung-gedung lain di sisi komplek berbeda.
Kadang Song Kang juga heran dengan pakaian yang dipakai oleh keduanya. Mereka tidak membeli barang-barang bermerk mahal seperti kebanyakan orang-orang kaya. Baju yang mereka pakai sederhana dan mereka tidak tertarik dengan perhiasan. Song Kang merasa nenek Mun Hee adalah panutan yang sangat baik untuk dicontoh. Meskipun mampu untuk membeli apa pun yang ia inginkan, ia memilih untuk hidup sederhana, seadanya dan tidak bermewah-mewahan. Ia begitu mengaguminya hingga ketika zaman SMA dulu rajin sekali mampir ke toserba hanya untuk memeluk nenek yang masih segar bugar. Upahnya adalah sekotak bekal yang sering ia makan di sekolah saat jam makan siang. Bahkan Mun Hee sering merajuk karena melihat neneknya yang lebih menyayangi Song Kang daripada dirimya.
Beberapa tahun lalu, nenek meninggal. Song Kang ingat pasti dan dia menyempatkan datang ke pemakaman di antara jadwal syuting yang padat. Dia datang dengan Mi Young yang memaksa untuk ikut. Mun Hee nampak menderita tetapi dia tidak bisa menghiburnya berlama-lama. Ia hanya sebentar memeluknya dan mengobrol dengan Ji Hoon dan Jae Wook sebelum Mi Young menyeretnya. Song Kang merasa bersyukur karena masih ada kedua sepupunya yang selalu menemani Mun Hee. Semenjak menjadi artis, sudah sepuluh tahun ia tidak pernah bertemu dengan Mun Hee kecuali di pemakaman neneknya. Itu pun hanya beberapa menit. Sebenarnya Song Kang merasa tersiksa karena harus meninggalkan persahabatannya dengan Mun Hee yang begitu mengerti dan memahami dirinya lebih baik dari siapa pun. Bahkan, Mi Young tidak bisa mengenalnya dengan baik meskipun mereka sudah menikah cukup lama.
“Jadi, sebenarnya kenapa kamu menikah?” Jae Wook yang sering usil dengan santai menanyai Song Kang ketika mereka berempat sudah berkumpul di apartemen Mun Hee. “Mi Young agak aneh, kan?” Bisiknya sambil matanya menerawang langit-langit.
“Hush,” Desis Ji Hoon, “Kamu tidak boleh berkata begitu. Bagaimana pun dia masih istri Song Kang. Masih sepupu ipar kita…,”
“Tapi, memang iya, dia aneh.” Sahut Song Kang. Ji Hoon dan Jae Wook terdiam, saling pandang. Kemudian, secara bersamaan mereka menatap Song Kang. “Kalian tahu… kusangka aku memang menyukainya, lalu mencintainya, lalu ingin menikahinya. Aku lakukan itu semua. Awal-awal aku merasa dia manis ketika bisa mengatur urusan-urusanku dan mencoba mendisiplinkanku. Kalian tahu kan, aku tidak bisa didisiplinkan atau diatur dengan mudah. Bahkan, ayahku saja menyerah…,” Ji Hoon dan Jae Wook tertawa mendengar perkataannya. “Sayangnya, lambat-laun dia tidak hanya mencoba untuk menjadikanku lebih baik buat diriku… tetapi buat dirinya juga…. Aku dijadikan semacam boneka atau hewan peliharaannya. Seperti, aku harus bertindak seperti ini, seperti itu, disuruh ini dan itu. Dan, kalau aku tidak bisa memenuhi kemauannya dia akan ngambek dengan sangat aneh. Kukira aku menjadi depresi karena tinggal dengannya. Tetapi, dia menyanggah dan mengatakan bahwa kehidupanku sejak awal memang sudah depresif.”
“Sungguh?” Jae Wook nyaris berteriak saking terkejutnya, “Mi Young melakukan itu?”
Song Kang mengangguk. “Bukankah ketika kamu merasa sedang depresi atau tidak enak badan, orang yang mencintaimu akan memilih untuk menghibur atau memeluk? Bukankah itu yang seharusnya dilakukan orang normal? Mi Young tidak melakukan itu. Dia hanya membicarakan soal dirinya, dirinya, dan dirinya. Tidak ada sama sekali dalam pembicaraan kami mengenai diriku. Bahkan sampai pada saat akhirnya aku ingin bercerai, dia masih memikirkan soal dirinya. Apa kalian juga akan tahan untuk terus menjalin hubungan dan tinggal dengan seseorang sepertinya?”
Ji Hoon menggeleng. “Mana mungkin…,” desahnya, “Lebih baik aku melajang.”
Mun Hee tergelak sembari menaruh sepiring melon yang sudah dipotong dadu di meja di depan ketiga sahabatnya. Ketiganya memandang Mun Hee heran. “Kenapa tertawa?” Tanya Jae Wook. “Kak Ji Hoon itu sedang serius. Dia akan melajang daripada menikahi Mi Young yang aneh.”
“Kak Ji Hoon sudah menikah asal kalian tahu.” Sahut Mun Hee.
“Aku? Menikah?” Ji Hoon nampak heran, menuding ke dirinya sendiri.