Tidak ada bintang malam ini. Atau, karena cahaya di kota ini terlalu bergemerlapan? Bahkan manusia sendiri menghilangkan cahaya-cahaya yang secara alami menyinari jalan mereka dan menggantinya dengan cahaya-cahaya buatan mereka sendiri yang dipercayai dapat menyinari dengan lebih terang. Padahal, tidak.
Mun Hee mendesah. Meletakkan kaleng bir di sampingnya. Ia menjatuhkan punggungnya di meja kayu yang sudah diduduki oleh ketiga teman prianya.
“Haaah…,” desahnya.
“Kenapa?” Tanya Ji Hoon.
“Tidak ada bintang.” Sahut Mun Hee. “Padahal ada kita berempat di sini. Sudah lama sekali kita semua tidak berkumpul. Tetapi, sekarang malah tidak ada bintang.” Suaranya terdengar sedih. “Sungguh tidak pengertian.” Desahnya.
“Kamu sudah mabuk?” Jae Wook mengerling ke arahnya. “Baru juga dua kaleng kamu sudah mabuk? Yah, payah…,” sahutnya sambil menyeruput birnya sendiri. Dan, ketika sudah habis, dia mengambil kaleng bir lain yang bergelatakkan tak beraturan di sekitar mereka. “Apa yang sebenarnya sedang kita lakukan di sini? Apa kita sedang menghibur Song Kang? Sepertinya, malah kita semua perlu dihibur malam ini…,” desahnya, panjang.
“Kamu ada masalah?” Mun Hee memandangnya dengan penuh perhatian. “Terjadi sesuatu?” Tanyanya lagi ketika Jae Wook tidak membalas pertanyaannya.
Jae Wook menggeleng.
“Lalu?” Kejar Mun Hee.
“Tidak ada…,” sahut Jae Wook, “hanya tiba-tiba merasa sedikit depresi….”
“Kenapa?” Mun Hee bertanya lagi.
“Tidak ada…,” sahut Jae Wook lagi.