Pada semester dua ini aku mendapatkan jadwal sembilan mata kuliah yang jumlahnya setara 24 SKS (Satuan Kredit Semester). Di semester satu lalu aku memperoleh IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) sebesar 3,50 dalam skala 4,00, makanya bisa mengambil jumlah maksimal sebanyak 24 SKS. Jika IPK yang diperoleh di bawah 3,00, maka jumlah kredit yang dapat diambil berkurang menjadi 21 SKS.
Kesembilan mata kuliah di semester dua adalah Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Pengantar Akuntansi II, Pengantar Ekonomi Makro, Matematika Ekonomi II, Teori Ekonomi Mikro I, Statistik Ekonomi I, Sosiologi Ekonomi, dan Pengantar Hukum Bisnis. Siapa yang menyangka, delapan dari sembilan mata kuliah tersebut, aku sekelas dengan Rama, kecuali di mata kuliah Pengantar Hukum Bisnis.
Pada mata kuliah pertama, Matematika Ekonomi II, yang dijadwalkan masuk pukul 08.00, aku melihat Rama berjalan melewatiku dari samping tepat beberapa menit sebelum pelajaran dimulai.
“Eh, Rama, kita sekelas,” tegurku.
“Manda, ya? Iya, kita sekelas, Man,” kata Rama sambil menunjukku diiringi senyum lebarnya. “Manda duduk di mana?”
“Aku kayaknya duduk di depan, Ram. Tinggal dua bangku itu yang kosong sama yang di paling belakang satu.”
“Aku duduk di belakang deh, Man. Enggak enak duduk pas di depan meja dosen.”
Aku tertawa. “Ya makanya belum ada orang yang ngisi duduk di situ.” Kami pun berpisah dan duduk di tempat yang dimaksudkan tadi.
Pada mata kuliah kedua, Statistik Ekonomi I, yang dimulai pukul 13.00, kali ini giliran Rama yang melihatku lebih dulu di dalam kelas kami.
“Kita sekelas lagi, Man?”
“Eh, iya, Ram. Beneran, kita sekelas lagi. Aku duduk di sana, ya, Ram.” Aku menunjuk bangku kosong di bagian tengah kelas kemudian berjalan melewati bangku Rama, dia kembali memilih duduk di belakang kelas dan dekat dengan pintu masuk.
Keesokan harinya pada mata kuliah ketiga, Pengantar Ekonomi Makro, lagi dan lagi, Rama tampak berjalan melewatiku yang telah duduk nyaman di bangku bagian tengah, aku mendapatkan posisi enak itu karena datang sepuluh menit lebih awal. Perkuliahan kami akan dimulai pukul 10.15 nanti.
“Rama!” sapaku.
“Manda? Ini Manda lagi numpang duduk di kelas ini atau emang kita sekelas?”
“Masuk Pengantar Ekonomi Makro sama Bu Mita, ‘kan?”
“Iya.”
“Sama. Kita sekelas. Kita sama-sama masuk kelas Bu Mita lagi,” jelasku.
Rama tertawa lalu aku ikut tertawa. “Duduk di mana, Ram?”
“Depan, Man. Yang kosong cuma tinggal di depan.”
“Oke, dah, Ram.”
“Dah, Man.”
Jadwalku berikutnya di Hari Selasa adalah mata kuliah Sosiologi Ekonomi pukul 16.00. Untuk yang keempat kalinya, aku sudah enggak begitu terkejut lagi ketika memandang wajah Rama yang menunduk menatap layar ponselnya di bangku paling belakang. Di fakultas kami, setiap pergantian mata kuliah, maka berganti pula ruangan belajarnya.
“Ram,” panggilku sebelum memutuskan duduk di salah satu bangku pada bagian tengah kelas.
“Oh, Manda di sini? Jangan-jangan besok kita sekelas lagi.”
“Bisa jadi, sih. Padahal kita enggak ada janjian isi KRS (Kartu Rencana Studi) bareng.”