Forget Me Not

Muala
Chapter #2

Payung

“Namaku Mary.”

Anna menyambut uluran tangan wanita di depannya.

“Kamu mau ke mana? Siapa tahu tujuan kita sama?” lanjut wanita cantik tersebut, mengulang kalimat pertanyaannya kepada Anna satu menit yang lalu.

Anna menyebutkan nama sebuah jalan.

“Lumayan jauh untuk jalan kaki,” komentar Mary.

“Mau kuantar ke stasiun terdekat?” tawarnya. “Tapi payungku hanya muat untuk kita berdua, kopermu terpaksa hujan-hujanan.”

“Ohhh, iya, tidak apa-apa,” sambut Anna tanpa pikir panjang.

Anna refleks membalas senyum Mary, keduanya lalu melangkah di bawah payung yang diguyur hujan.

“Ini yang pertama atau sudah yang ke sekian kali ke London?” tanya Mary.

“Ini yang kedua kali. Dua tahun yang lalu aku pernah berkunjung ke London.”

“Sebagai turis? Apa kali ini sebagai turis juga?” tebak Mary.

“Yang pertama iya, tapi kali ini aku ke London untuk bekerja.”

“Bagus sekali, sepertinya London meninggalkan kesan yang bagus padamu dua tahun yang lalu.”

“Iya,” aku Anna malu-malu, teringat dengan seseorang.

“Oh iya, namaku Anna.”

Anna baru ingat belum menyebutkan namanya setelah jalan cukup jauh dari tempatnya bertaduh tadi.

“Senang berkenalan denganmu, Anna.”

“Terima kasih sudah membantuku,” ucap Anna tulus.

“Bukan apa-apa,” sahut Mary.

Tujuan Anna memang belum di depan mata, tetapi jalan masuk menuju stasiun sudah terlihat. Anna masuk ke stasiun bersama Mary, melewati pagar pemeriksa dan menunggu kereta tujuan masing-masing.

“Ini, bawalah.”

Anna terdiam sesaat, memandangi payung yang diserahkan Mary padanya.

“Ini hari pertamamu di London setelah dua tahun. Kamu lebih memerlukan ini daripada aku,” ujar Mary.

“Bagaimana denganmu?” tanya Anna, jadi tidak enak.

“Tenang saja, nanti aku bisa meminta seseorang jemputku di stasiun.”

Gerbong-gerbong kereta yang akan membawa Anna tiba lebih dahulu.

“Terima kasih.”

Anna melambaikan tangan saat pintu kereta menutup, tubuhnya kembali melesat cepat di bawah tanah, menuju rumah barunya di London.

Di pintu keluar stasiun, hujan masih lebat, Anna membuka payung yang diberikan oleh Mary, berjalan buru-buru menuju sebuah bangunan berlantai empat. Kaki Anna terhenti di depan sebuah bangunan bercat kuning muda, memastikan alamat yang ditujunya tidak keliru.

Anna lalu menghubungi nomor seseorang yang diberikan oleh Selena, mengatakan dirinya sudah ada di depan bangunan. Tidak lama, keluar seorang wanita paruh baya keluar dari pintu.

“Masuklah, aku sudah lama menunggumu,” ujar wanita tersebut, suaranya mirip sekali dengan yang didengar Anna melalui ponsel.

Anna mengangguk, mengangkat kopernya dengan tenaga yang tersisa. Mata Anna sangat takjub dengan luas apartemen yang menjadi tempat tinggal sementaranya ini.

Lihat selengkapnya