Tatapan pria itu hangat, sangat hangat, tetapi begitu buruk untuk kesehatan jantung Anna. Bibir Anna tersenyum kikuk membalas senyum lebar dari pria muda yang diperhatikannya.
Dalam hati, Anna merutuki rasa penasarannya yang suka kelewat batas. Apalagi sekarang,
pria lanjut usia yang ada tepat di sebelah pria tersebut juga ikut-ikutan tersenyum kepadanya.
Setelah beberapa detik yang terasa panjang, Anna terbebaskan dari rasa canggung.
Kalau tidak memikirkan dirinya akan dianggap aneh, Anna pasti sudah melayangkan ucapan terima kasih bertubi-tubi kepada remaja yang duduk di sampingnya. Kehadiran remaja perempuan tersebut bisa dijadikan Anna sebagai penghalang untuk tidak mencuri pandangan lagi ke arah pria muda tadi.
"Dari mana?" tanya Anna, mencoba menghapus kegugupan dalam hati.
Remaja itu terdiam beberapa detik.
Mungkin pertanyaanku tadi tidak sopan.
Anna menyesal bertanya, keluhannya hanya bergema dalam pikiran. Namun, tanpa diduga, remaja perempuan itu merespons kalimat Anna.
"Dari cafe corner. Aku belum sempat sarapan sebelum berangkat," cerita remaja perempuan itu.
Satu kalimat pembuka dari Anna berhasil membuat percakapan panjang, remaja perempuan itu ternyata tidak sependiam yang Anna tebak. Topik percakapan banyak di isi dengan buku yang dibaca remaja perempuan tadi.
Dengan semangat berapi-api, remaja perempuan yang belum sempat diketahui Anna namanya itu memberikan bocoran cerita dari novel yang dibacanya.
Anna mengangguk-angguk, menjawab sesekali untuk merespons antusias remaja perempuan itu bercerita. Anna sudah pernah membaca buku di tangan remaja perempuan itu, versi terjemahan, yang dibelinya di toko buku bekas, di usia 26 tahun.
Ada rasa sedikit iri di hati Anna ketika mengetahui kalau remaja perempuan yang ditebaknya berusia antara 15-17 tahun itu sudah membaca novel misteri tersebut, sementara dirinya baru membaca di usia lebih dari seperempat abad.
Rasa haus akan buku-buku membanjiri Anna, yang kemudian bertekad ingin membaca lebih banyak buku di sela-sela pekerjaannya nanti.
Aku akan berburu buku saat di Edinburgh nanti, janji Anna dalam hati kepada dirinya sendiri.
Anna mengarahkan remaja tersebut untuk terus bicara. Biasanya, Anna tidak akan membuat percakapan panjang seperti ini. Akibat ingin menghindari rasa canggung tadi, Anna jadi terjebak dalam obrolan tanpa henti dengan remaja perempuan tersebut.
Anna membasahi tenggorokannya dengan air minum yang dibawanya, bahkan hanya sebagai pendengar pun Anna jadi haus. Remaja perempuan di samping Anna ikut minum dari paper cup yang dibawanya dari cafe corner.
Anna kira remaja perempuan tersebut akan menyudahi percakapan, ternyata belum. Anna tidak masalah, karena hal yang dibahas berkaitan dengan buku. Ditambah lagi Anna mendapatkan beberapa referensi judul novel yang belum pernah dibacanya.
"Sayang sekali, hahhh," desah remaja perempuan tersebut.
Anna mengerutkan dahi.
"Aku harus turun di sini," lanjutnya. "Terima kasih untuk obrolan tentang bukunya."
Anna mengangguk. "Iya, hati-hati di jalan," pesan Anna, sebelum melepas kepergian remaja perempuan tersebut.