Iris matanya indah sekali.
Tentu saja Anna mengatakan pujian itu dalam hati. Anna tersihir, terdiam sesaat, tengah mengagumi mata indah pria tersebut, dengan pupil cokelat tua yang begitu dalam. Lima detik berlalu.
"Maaf, maaf. Tadi aku mau membangunkanmu, kita sudah sampai di pemberhentian terakhir," ujar Anna sangat cepat.
Anna juga melepaskan earphone di telinga kirinya dengan cepat, buru-buru mengembalikan ke pria itu.
"Tidak apa-apa. Terima kasih sudah membangunkanku. Tidurku tadi nyenyak sekali sampai tidak sadar kalau kereta sudah berhenti."
Pria itu tertawa manis dan renyah, serenyah biskuit manis yang Anna makan kemarin sore bersama Kate di kantor.
"Iya," sahut Anna pelan.
Anna buru-buru berdiri, mengambil ransel dan turun terlebih dahulu, menyembunyikan wajah merah dan hangatnya saat tersipu malu.
Di stasiun, Anna bersembunyi di balik tiang, menunggu pria itu turun dari kereta. Secara diam-diam, Anna menyesuaikan langkahnya agar berada di jarak aman.
Di luar stasiun, bukannya langsung melakukan tugas utamanya di Edinburgh, Anna malah terus mengikuti pria itu. Beban ransel yang lumayan berat membuat Anna kewalahan dengan langkah cepat pria yang dibuntutinya.
Anna pun memaksa kakinya untuk berlari kecil agar tidak kehilangan jejak. Sekilas saja kehilangan konsentrasi, Anna pun kehilangan sosok pria itu.
Kaki Anna berhenti mendadak, tertegun memandangi orang-orang yang berjalan di depannya, dan orang-orang yang melewatinya.
"Apa tujuan kita sama?" tanya sebuah suara.
Anna hampir terlonjak karet, untung saja pondasi kakinya masih kuat ketika berhadapan tiba-tiba dengan pria itu, yang entah muncul dari mana.
"Kamu mau ke mana?" tanya pria yang diikuti Anna.
Anna memeriksa alamat penginapannya di ponsel.
Hati Anna mengeluh ketika mendapati alamat penginapannya di Edinburgh tidak bisa dijadikan alasan kelakuan konyolnya membuntuti pria tersebut, karena sekarang dirinya tengah berjalan menjauh dari penginapan yang sudah dipesankan Brian.
"Kamu mau ke mana?" Bukannya menjawab dua pertanyaan pria itu, Anna justru melempar pertanyaan, sebuah ide berani muncul di kepalanya.
"Mau jalan-jalan di sekitar taman ini dahulu, mungkin aku akan mengambil beberapa gambar, lalu mencari makan malam, setelah itu mencari penginapan," jawab pria tersebut.
Tidak ada jalan lain, Anna terpaksa memutas otak, menciptakan skenario pendek untuk memulai misinya berkenalan dengan pria tersebut.
"Kamu belum mencari penginapan? Kalau nanti tidak ada yang kosong bagaimana?"
Anna melemparkan pertanyaan konyol lainnya, dengan kondisi saat ini–yang bukan waktunya liburan, kemungkinan semua penginapan di Edinburgh penuh sangat mustahil, tetapi tidak menolak kemungkinan bisa terjadi.
"Berarti aku harus tidur di jalanan malam ini," jawab pria itu santai.
Anna mencoba membalas tawa kecil pria tersebut dengan senyum tipisnya, mengurangi kegugupan.
"Namaku Anna."
Anna memperkenalkan diri, hatinya bergemuruh, heran dan bangga dengan keberaniannya mengajak orang lain berkenalan terlebih dahulu.
"Chakan. Nice to meet you, Anna."
Anna menyembunyikan senyum dalam hati saat uluran tangannya disambut oleh pria bernama Chakan itu. Anna punya waktu bebas sampai besok, tugas utamanya menemui penulis wanita di Edinburgh bisa menunggu. Meskipun Anna tidak tahu harus pakai cara dan strategi seperti apa untuk membujuk penulis wanita tersebut.
"Mau jalan bersamaku?" ajak Chakan. "Aku mau jalan di sekitar kastil."
Ajakan menarik, tetapi melihat tujuan Chakan yang akan pergi ke kastil yang berada di sebuah bukit, nyali Anna ciut. Kekhawatiran Anna tergambar jelas di wajahnya, mudah terbaca oleh Chakan.
"Sebelum itu, temani aku mencari penginapan dahulu, tidak apa-apa, kan?" tanya Chakan.