Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #1

Aku Hamil

"Ai, emang gue seburuk itukah?" tanya Brian di sela-sela isak tangisnya yang tersisa.

"Hai, pertanyaan bodoh macam apa itu, Kak? Big no! Lo itu justru kelewat baik sama dia, yang akhirnya bikin tuh cewek ngelunjak," sindir Aiko, "sejak awal, gue emang punya feeling jelek soal dia." Aiko bersungut-sungut menjawab pertanyaan kakaknya.

Aiko mulai mendengar lagi isakan halus dari kakaknya. Gadis itu tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Brian sekarang. Lelaki yang mencintai kekasihnya selama 6 tahun—tanpa pernah protes atas apapun keinginan sang kekasih—harus mengalami kejadian seperti ini. Padahal, Aiko sudah berulang kali mengingatkan, tapi Brian seakan menulikan telinganya.

Imam Syafi'i pernah berkata, "Jangan menasehati orang yang sedang jatuh cinta, karena mereka tidak akan pernah mendengar. Mata mereka buta, telinga mereka tuli, dan langkah mereka berhenti pada sosok yang dipuja. Biarkan saja sampai mereka merasakan sendiri sakitnya jatuh cinta terlalu dalam."

Sepertinya, nasihat ini sangat cocok untuk Brian karena dirinya seakan menutup mata dengan pendapat di luaran sana. Dia hanya merasa kalau sumber kebahagiaan dirinya sekarang, ya, kekasihnya. Peristiwa yang baru saja terjadi, harusnya bisa menjadi pelajaran berharga untuk Brian. 

Mendapati tibanya waktu yang sudah dia nanti-nantikan, membuat hati Brian berbunga-bunga. Pasalnya, sudah lebih dari tiga bulan dia berada di luar kota karena tuntutan pekerjaan dan baru kemarin sore, dirinya kembali ke Jakarta.

Jam menunjukkan pukul 11:40, itu artinya sebentar lagi seseorang yang begitu istimewa akan datang. Sambil menyiapkan hidangan favorit sang kekasih, Brian bersenandung kecil dengan segurat senyum membingkai wajahnya. Akhir-akhir ini, bayangan itu terus menghantui pikiran, padahal bukan kali pertama mereka terpisah jarak dan waktu.

Hmmm, tinggal satu masakan lagi, batinnya sembari menatap aneka hidangan di atas meja makan. 

Dia mesem-mesem sendiri, membayangkan bagaimana ekpresi kekasihnya kala melihat semua ini. Berangkai kata dalam benaknya sudah dia tata sedemikian rupa untuk menyambut kehadiran sang belahan jiwa.

Tidak berselang lama, suara bel berbunyi. Brian bukannya bergegas membuka pintu, melainkan malah merogoh ponselnya yang ada di dalam saku celana.

"Sayang, kamu langsung masuk aja, ya! Aku lagi tanggung, nih," titah Brian begitu sambungan telepon terhubung.

Tanpa menunggu jawaban, lelaki itu langsung mematikan ponselnya dan dia kembali asyik di depan kompor.

Tidak lama kemudian, terdengar suara seseorang menekan beberapa digit nomor kode agar pintu apartemen itu terbuka. 

"Yang, langsung ke ruang makan aja, ya! Aku udah siapin makanan favorit kamu, nih." Setengah berteriak dia memberikan instruksinya.

Tidak ada sahutan yang membalas ucapannya tersebut dan itu membuat Brian sedikit keheranan. Dirinya merasakan keanehan karena hal ini di luar kebiasaan sang kekasih. Dia pun buru-buru menyelesaikan masakan terakhirnya itu dan langsung menata makanan tersebut di atas piring.

Lihat selengkapnya