Brian cukup terkejut ketika paginya, Aiko sudah berada kembali di apartemen, bahkan tengah duduk cantik di ruang makan.
"Heh, ngapain lo ada di sini lagi?"
"Mau ikut Kak Ian ketemu Mas Biantara," jawab Aiko jujur sembari mencomot sepotong sandwich yang berada di depannya."
"Ngapain? Mau ngecengin Mas Bian? Jangan harap! Kesempatannya udah tertutup rapat. Biantara udah ada yang punya," seloroh Brian sembari duduk di kursi berhadapan dengan Aiko.
"Idih, siapa juga yang mau ngecengin Mas Bian? Gue udah cukup bahagia pas tahu Mas Bian suka sama Rania."
"Eh, tahu dari mana, lo?" Brian mengerutkan kening sembari menyuapkan sesendok salad ke mulutnya.
"Biasalah, gosip di grup angkatan. Beberapa waktu lalu ada acara amal gitu, terus Mas Bian hadir bawa Rania, heboh deh. Dan faktanya lagi, ternyata Rania tuh, seangkatan sama gue, kita beda jurusan aja."
"Wah, serius?" Brian membelalakan mata, lalu tersenyum satir. "Ternyata pepatah yang mengatakan, 'Dunia itu tak selebar daun kelor', nggak berlaku di sini."
Aiko memperhatikan gerak-gerik kakaknya itu. Matanya masih menyisakan sedikit sembab di sana. Dia tahu, walaupun dari luar tampak baik-baik saja—berusaha bersikap tegar— tapi isi hatinya pasti masih merasa tercabik-cabik.
Dua tahun lalu, Brian menghubungi Biantara, CEO dari perusahaan B & A Design Studio sebuah Digital Creative Agency - Brand Agency & Consultant yang berada di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Perusahaan ini berfokus pada penyediaan layanan kreatif dan solusi digital dengan tujuan utamanya untuk membantu klien—menciptakan dan mengelola kehadiran mereka—di era pesatnya dunia teknologi informasi dan komunikasi.
Keduanya berkenalan karena sebelumnya, ada kerjasama antara perusahaan tempat Brian bekerja dengan B & A Design Studio ini. Sejak saat itulah, hubungan mereka jadi lebih dekat seperti layaknya teman baik yang sudah berkawan lama. Bahkan, di luar urusan pekerjaan—mereka bisa sangat santai—ketika berdialog pun menggunakan sapaan, "Lo-Gue".
Brian tidak pernah menduga hari ini akan ada. Dulu, dia datang memperkenalkan diri sebagai calon suami Iccha. Lelaki bermata panjang khas orang Jepang ini meminta bantuan Biantara agar mengizinkan sang kekasih bekerja di perusahaannya. Meskipun harus menekan rasa malunya—demi sang kekasih hati bisa bekerja di sana—dia rela memohon-mohon seperti itu.
Karena kesibukan masing-masing, mereka jarang bisa bertatapan wajah secara langsung. Komunikasi hanya sebatas telpon atau chatting-an. Dan sekarang, keduanya kembali bertemu muka, tapi kali ini Brian datang atas nama mantan kekasih Iccha.
"Apa kabar, Bri?" sapa Biantara sembari mengulurkan tangan begitu Brian dan Aiko datang ke kafe tempat mereka janjian.
Brian menyambut uluran tangannya. "Alhamdulillah, baik. Oh, iya, kenalin nih, adik gue, Aiko," tanggapnya seraya menoleh ke samping.
Aiko sedikit menganggukan kepala. Dia tidak ikut mengulurkan tangan karena tahu persis Biantara tak pernah bersalaman dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Ketiganya pun kemudian berbincang santai untuk menghidupkan suasana sampai kemudian, Brian memberanikan diri untuk berterus terang tentang maksud kedatangannya ini. Dan Biantara cukup terkejut ketika mendengar cerita tersebut.