Forget Me Not

Reni Haerani Supriadi
Chapter #5

Terbiasa

"Ayolah, Kak ... jangan sampai peribahasa 'Kasih sayang ibu sepanjang masa, kasih sayang anak sepanjang galah', itu terbukti!" Aiko masih membujuk kakaknya untuk turun.

Brian mendelik. "Ck, ngaco aja! Gue nggak mau turun bukan karena nggak sayang sama Ibu, tapi belum siap seandainya ditanya-tanya soal Iccha."

Aiko menoleh, menatap kakaknya yang sekarang sedang tertunduk sambil menggerak-gerakkan jempolnya sembarang pada layar ponsel.

"Keknya Ibu udah tahu tanpa perlu lo kasih tahu, Kak."

Brian langsung menoleh. Kepalanya sedikit miring dengan kening berkerut. "Maksud lo?"

Aiko sedikit memutar badannya ke kiri agar lebih menghadap ke arah Brian. "Kemarin, pas gue balik dari apartemen lo, Ibu tanya, 'Ai, kakakmu baik-baik aja, kan? Ini, kenapa, ya, hati Ibu kok, nggak enak. Rasa-rasanya seperti ada yang salah dengan hubungan Ian sama Iccha', gitu."

Mata Brian terbelalak. "Serius, Ai?"

"Hmm." Aiko mengangguk.

"Terus, lo ngomong apa?"

"Gue cuma ngangkat bahu, terus buru-buru ngacir ke dalam kamar sebelum ditanya-tanya lebih dalam."

Brian menghela napas lega. "Syukur, deh."

"Tapi, tadi pagi nyuruh gue bawa lo pulang. Makanya sekarang kita ada di sini. Udah, ah ... buruan turun!" Kali ini gadis itu tidak lagi meminta persetujuan sang kakak. 

Dia bersiap untuk turun dan mencabut kunci mobil agar kakaknya ini tak bisa mengelak lagi. Tapi, secepat kilat Brian meraih tangan Aiko sebelum adiknya itu benar-benar keluar dari mobil.

"Ai, please ... gue belum siap. Biarin gue sendiri dulu sehari lagi aja. Habis itu gue janji bakalan tinggal di rumah sampai waktu keberangkatan gue ke Turki." Brian masih dalam posisi miring ke kanan tanpa melempaskan genggaman tangannya di lengan kiri Aiko.

"Terserah lo, deh, tapi jangan terlibat lagi sama cewek itu, ya. Please, Kak ... don't invest yourself to the wrong people!"  Gue pernah dengar Sama Fathima bilang gini, 'when you invest yourself to the wrong people, they break you into pieces, they torn you apart, in such away. That it takes years and years to get back together', lo gak mau kan, hidup lo hancur berkeping-keping?"

Brian menatap Aiko sambil mengangguk. "Oke, I get it. Thanks, Ai ... eh, sekalian lo aturin alesan ke Ibu kalau gue belum bisa pulang sekarang."

Aiko melengos sembari berdecak. Dia pura-pura kesal, lalu turun dari mobil. Sebelum pintu tertutup, Brian masih mendengar kata-kata terakhir adiknya itu. "Hati-hati di jalan, Kak!"

Lelaki itu menggeser badannya ke kursi kemudi sambil tersenyum memandangi adiknya yang sedang mendorong pagar rumahnya. Kemudian, gadis itu masuk dan menghilang di balik pintu seiring dengan tertutupnya kembali pagar tersebut.

Brian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Di tengah perjalanan, ponselnya berdering. Dia melirik nama yang tertera di layar. "My Future Wife", ada sesuatu yang menusuk-nusuk hatinya ketika membaca tulisan tersebut. Bahkan dia belum sempat mengganti namanya atau lebih tepatnya belum mau karena sampai detik ini masih tidak percaya kalau impiannya itu harus kandas di tengah jalan.

Sedikit ragu dia menggeser gambar telpon berwarna hijau itu.

Lihat selengkapnya