Seminggu setelah pertemuan siang itu, Brian tidak mampu menghilangkan ingatannya tentang Iccha. Ada tantangan tersendiri dalam dirinya untuk bisa menaklukkan cewek tersebut. Meskipun belum tahu caranya seperti apa, tapi dia tetap optimis kalau kesempatan itu akan datang suatu saat nanti.
Sebagai seorang awak kabin pesawat, di awal-awal masa kerjanya, Brian harus mengikuti pelatihan intensif terlebih dahulu di training center milik maskapai penerbangan tempatnya bekerja.
Setelah menyelesaikan pelatihan tersebut dan memiliki lisensi atau izin mengudara dari Dinas Perhubungan dan Transportasi Udara, Brian baru bisa mengikuti jadwal penerbangan ke berbagai pulau ataupun negara lain.
Kemampuannya menata bahasa juga etos kerja yang sangat baik memudahkan Brian untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya ini.
"Bri, liburan pertama lo ini mau ngapain?" tanya Cindy salah satu awak kabin yang kali ini satu shift kerja dengan Brian.
"Nggak ada, gue mau di rumah aja. Spend time bareng keluarga." Brian menjawab tanpa menoleh pada perempuan itu. Dia sibuk membereskan barang-barangnya.
Cindy hanya bisa menatapnya diam-diam. Cowok modelan Brian menjadi incaran banyak teman seprofesinya. Kandidat yang sangat pas untuk dijadikan pasangan.
"Bri, lo mau ikut nongkrong dulu, nggak?" teriak Bastian, teman sesama awak kebin lainnya di depan pintu ruang istirahat para kru pesawat.
"Thanks, Bas ... lain kali aja, ya. Gue udah kangen banget sama nyokap, juga adek gue."
"Wuih, memang lo, ya ... family man banget." Bastian melambaikan tangan meninggalkan Brian yang juga nyaris selesai membereskan barangnya.
Lelaki ini memang sangat ramah ketika berinteraksi dengan banyak orang, tapi dia selalu punya batasan jelas, ketika ada lawan jenis yang mulai mendekati untuk mencoba mengenalnya lebih dalam. Hal ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa di sekitarnya, termasuk Cindy.
"Gue duluan, ya, Cin." Brian pamit meninggalkan ruangan tanpa memedulikan perasaan Cindy yang berharap bisa pulang bersama dengan dirinya.
Kepulangan Brian kali ini disambut suka cita oleh ibu dan adiknya. Setelah beberapa bulan melewati jadwal yang padat, akhirnya dia bisa berkumpul bersama keluarga kecilnya.
Keesokan malamnya, Brian sengaja mengajak Aiko jalan-jalan sekedar makan di kedai kaki lima. Sebagai kakak laki-laki, dia memiliki kewajiban menggantikan peran ayah untuk adik perempuannya ini. Pergi berdua ala-ala kencan anak muda begini menjadi waktu yang pas untuk mereka bisa ngobrol sesuka hati, bercerita banyak hal atau mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang ada.
"Kak, mampir ke Indoapril dulu, ya ... ada yang mau gue beli," tawar Aiko saat mereka dalam perjalanan pulang.
"Siap, Bos. Apa sih, yang nggak buat lo." Brian yang berada di balik kemudi menoleh sekilas ke samping sembari merentangkan sebelah tangan kirinya untuk mengusap kepala sang adik.
Aiko langsung menoleh dan menatap kakaknya sambil menopang pipi dengan tangan kanannya sehingga posisi kepala dia sedikit miring. Dia pun tersenyum. "Makasih, Kak Ian."